Ikhwanul Muslimin dan Demokrasi; Senyuman Lelaki di Balik Jeruji



Ikhwanul Muslimin dan Demokrasi; Senyuman Lelaki di Balik Jeruji
M. Sadli Umasangaji
(Pengurus Wilayah KAMMI Maluku Utara Periode 2014-2016)
Dimuat di Malut Post 07 Juni 2015

(Okezone News)



Pengadilan pidana kudeta Mesir menjatuhi vonis awal berupa hukuman mati kepada para pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin. Termasuk diantara yang dijatuhi vonis mati tersebut adalah presiden Mesir, Muhammad Mursi, Syaikh Yusuf al-Qardhawi, Mursyid Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badi’, Khaerat Syathir, Muhammad al-Baltaji dan tokoh Ikhwanul Muslimin lainnya.
Sebelumnya itu pengadilan Mesir juga mengatakan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi yang dilarang di Mesir, dan Hamas dan Brigadir al-Qassam sebagai organisasi teroris.
Dalam tulisan ini penulis ingin menguraikan tentang Ikhwanul Muslimin yang penulis ketahui dari berbagai sumber beberapa buku yang ditulis oleh tokoh Ikhwanul Muslimin tentang Ikhwanul Muslimin. Untuk menguraikan bahwa Ikhwanul Muslimin bukanlah organisasi yang terlarang (teroris) dengan tujuan serta demokrasi sebagai sarananya.
Said Hawwa pernah tuliskan, Hasan al-Banna berkata, “Kekuatan juga bukan satu-satunya sarana. Sungguh, dakwah yang benar sesungguhnya berbicara kepada ruh, lalu berbisik kepada hati, selanjutnya mengetuk pintu-pintu jiwa yang terkunci. Adalah mustahil ia tertanam dengan tongkat atau tercapai tujuannya dengan ketajaman kata-kata dan tombak. Akan tetapi sarana yang dipergunakan untuk memantapkan pijakan setiap dakwah dapat diketahui dan dibaca oleh setiap orang yang memiliki perhatian kepada sejarah berbagai pergerakan. Ringkasnya ada dua kalimat: iman dan amal, kasih sayang dan persaudaraan”.
Hasan al-Banna juga menuliskan, mereka memahami bahwa peringkat pertama kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman, kemudian kekuatan kesatuan dan ikatan persaudaraan, lalu kekuatam fisik dan senjata. Sebuah jamaah tidak bisa dikatakan kuat sebelum memiliki cakupan dari kekuatan tersebut. Manakala sebuah jamaah mempergunakan kekuatan fisik dan senjata padahal ikatannya masih berserakan, sistemnya masih kacau, akidahnya masih lemah, dan cahaya imannya padam, maka kesudahan akhirnya adalah kehancuran dan kebinasaan.
Said Hawaa menuliskan bahwa jalan utama yang dipergunakan Ikhwan untuk menegakkan pemerintahan yang Islami bukanlah jalan yang menggunakan senjata. Hasan al-Hudaibi (Muryid Ikhwanul Muslimin yang kedua) pernah menuntut sistem pemerintah parlementer di Mahkamah pada tahun 1954 dan Hasan al-Banna pernah mencalonkan dirinya untuk menjadi anggota parlemen di awal-awal tahun empat puluhan. Jalan utama kita pergunakan untuk menuju tegaknya pemerintahan ini ialah dengan memberi kebebasan dalam dakwah, aktivitas sosial, dan tarbiyah, serta memberikan kesempatan kepada umat untuk mengemukakan pendapatnya dalam memilih wakil-wakilnya.
Ikhwanul Muslimin, kata Hasan al-Banna, kita akan membina diri, sehingga setiap kita menjadi seorang muslim sejati. Kita akan membina rumah tangga sehingga menjadi rumah tangga muslim. Kita akan membina bangsa kita, sehinga menjadi bangsa yang muslim. Kita akan berada di tengah-tengah bangsa Muslim ini dan akan berjalan dengan langkah pasti menuju akhir perjalanan, tujuan yang telah ditetapkan Allah bagi kita, bukan tujuan yang kita tetapkan untuk diri kita. Dan dengan izin dan pertolongan Allah, kita akan sampai (ke tujuan). Karena Allah SWT tidak menghendaki kecuali menyempurnakan cahaya-Nya, meski orang-orang kafir tidak menyukainya.

Realitas dan Sejarah
Dakwah juga menikmati demokrasi karena dalam demokrasi semua orang menemukan kebebasan untuk bertemu dan berinteraksi secara terbuka dan langsung dengan semua objek dakwah.
Tapi disini pula kenikmatan demokrasi tedapat nilainya. Dakwah memang bebas tapi para pelaku kemungkaran juga bebas melakukan kemungkaran. Yang berlaku dalam kenikmatan demokrasi bukan hukum benar-salah, tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal walaupun salah. Dan sesuatu yang benar tapi tidak legal adalah salah. Begitulah aturan main demokrasi, tulis Anis Matta. Tapi karena otoritarianisme dan kediktatoran membuat dakwah tidak bisa bernafas lega. Di sana tidak ada tempat bagi ekspresi yang lepas.
Kejadian pengadilan hukuman mati kepada berbagai tokoh Ikhwanul Muslimin juga mendapat kecaman dari Erdogan, Presiden Turki, yang mengatakan bahwa seorang pemimpin “yang percaya pada demokrasi” dia tidak menganggap Abdul Fattah as-Sissi sebagai Presiden Mesir. Mursi adalah presiden yang sah, dipilih secara demokratis di Mesir dengan meraup suaru mayoritas 52% suara. Vonis mati ini menurut Erdogan telah membuat Mesir kembali pada masa sebelumnya. Erdogan turut pula kecewa dengan sikap Barat yang tidak mengecam keputusan hukuman mati ini.
Ini dapat kita sebut sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan. Sangat menyedihkan dunia harus melihat kenyataan demokrasi dan kebebasan dipasung di Negara Mesir. Presiden pertama yang terpili secara demokratis kemudian dikudeta dan kini menghadapi vonis mati bersama ratusan pendukungnya. Vonis mati terhadap berbagai tokoh Ikhwan harus dimaknai sebagai tragedi demokrasi paling memiluhkan pada era modern ini dengan demokrasi dan perubahan sebagai landasan bernegara. Hal ini sekaligus menohok rasa kemanusiaan dan hak asasi manusia yang dikampanyekan oleh negara-negara modern.
Tokoh Ikhwan dalam sejarah pula di hukum mati, Ustadz Sayyid Qutbh beserta tokoh Ikhwan lainnya mati di tiang gantung. Syaikh Hasan al-Banna dan Syaikh Ahmad Yasin pun mati dibunuh. Dan Sayyid Qutbh berkata, “Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan akhirat yang abadi”.
Sayyid Qutbh menuliskan seperti kisah Ashhabul Ukhdud, dimana orang-orang yang beriman tidak selamat sedang orang-orang kafir malah tidak diazab, diekspose dalam al-Qur’an dengan tujuan supaya jiwa kaum mukmin, pengemban dakwah, siap menerima kenyataan bahwa dakwah mereka bisa jadi berakhir seperti akhir kisah tadi. Dan bahwa akhir semua itu bukanlah menjadi urusan mereka, melainkan nasib mereka dan nasib akidah berada di tangan Allah. Biarlah Allah yang memutuskan seperti apa akhir perjalanan mereka: apakah seperti akhir perjalanan keimanan ataukah seperti akhir kisah-kisah yang lain? Hanya Dia-lah yang Mengetahui. Senyuman lelaki di balik jeruji. Sejarah masih akan mencatat berbagai peristiwa yang memiliki akhir yang berbeda-beda. Sejarah akan menyimpannya selama berabad-abad. Wallahu’alam.

Posting Komentar

0 Komentar