Celoteh Karya
Sekedar Memoar (Fiksi) tentang KAMMI - “Dalam Sebuah Pencarian”
Sekedar Memoar (Fiksi) tentang KAMMI “Dalam Sebuah
Pencarian”
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)
Latar Belakang Penulisan Karya
Awalnya ini catatan-catatan saya
selama aktif di salah organisasi kepemudaan Muslim di Ternate. Beberapa
kegiatan organisasi yang saya membuat tulisan kemudian saya muat di blog organisasi.
Kemudian saya tambahkan dengan beberapa catatan saya dan pandangan saya
terhadap oragnisasi kepemudaan Muslim ini (KAMMI). Saya menjadikan ini dalam
sebuah folder untuk dijadikan catatan. Saya semakin terinpirasi untuk membuat
catatan. Sejak mengenal beberapa buku (catatan, bila dapat dikatakan demikian)
semisal Mudzakiratut ad-Da’wah wa Daiyah – Hasan al-Banna, kemudian mendengar
buku Yusuf Qardhawi – Aku dan Ikhwanul Muslimin. Catatan Seorang Demonstran –
Soe Hok Gie. Atau Pergolakan Pemikiran Islam, catatan Ahmad Wahib.
Dari catatan harian organisasi ini,
saya kemudian berpikir untuk membuat menjadi lebih fiksi. Karena sederhananya
saya senang membaca novel. Semangat itu semakin terasa ketika saya membaca
beberapa novel dari Tetralogi Buru – Pramoedya Ananta Toer, yang konon sebagian
diambil dari catatan harian Tirto Adhi Suwiryo. Catatan harian organisasi ini,
saya membuat menjadi fiksi, dengan menghadirkan beberapa tokoh dan menambahkan
beberapa tulisan yang fiksi. Saya membuat tokoh dari catatan ini dari beberapa
orang berbeda menjadi satu tokoh tertentu dalam novel ini.
Saya juga berpikir bahwa gerakan
perlu dikembangkan dengan adanya narasi berupa sastra atau novel. Di KAMMI
sendiri, secara pribadi saya melihat atau “baru” saya membaca buku dengan gaya
bercerita masih sedikit, salah satunya mungkin buku “Mengapa Aku Mencintai
KAMMI”.
Adanya
Pojok Sastra Indonesia, salah satu komunitas di dalam KAMMI, dengan manifesto
Sastra Gerakannya, saya semakin terpikir untuk membukukan ini menjadi novel.
Entah apa catatan fiksi ini dapat dikatakan novel atau tidak. Saya betul-betul
terpikir bahwa dalam gerakan perlu ada kader yang menuliskan novel berideologi
atau yang selaras dengan karakter gerakan organisasinya. Bila kita telisik pula
sejarah gerakan di Indonesia dihiasi dengan berbagai novel atau hikayat dari
tokoh-tokoh yang aktif dalam organisasi gerakan. Semisal beberapa novel yang
ditulis Buya Hamka. Hikayat Kadiroen-nya
Semaoen. Dan mungkin Pramoedya Ananta Toer dapat mewakili juga. Atau karya-karya
Maxim Gorky yang menjadi aliran Realisme Sosialis.
Secara pribadi, saya hanya ingin
menghadirkan karya berbentuk cerita, atau bila dapat dikata novel dalam KAMMI.
Dan novel ini memang bercerita tentang aktivitas di KAMMI. Saya juga secara
pribadi menjadikan ini memoar atau kenangan gerakan bagi saya, dan terkhususnya
juga untuk KAMMI terutama KAMMI Kota Ternate.
Isi Novel
Sebagaimana dikatakan diatas, novel
ini bercerita tentang aktivitas di KAMMI, yang terdiri dengan berbagai
aktivitas yang terekam didalamnya, keaktifan sebagai Pengurus Daerah,
diskusi-diskusi, kegiatan Daurah, Aksi, Muktamar KAMMI, Milad KAMMI,
Silahturahmi KAMMI dan aktivitas lain yang terjadi di KAMMI Kota Ternate.
Selain tentang aktivitas KAMMI,
novel ini diisi oleh tiga tokoh, Wahib, Wawan dan Yusuf. Saya secara pribadi
ingin menampilkan tiga tokoh ini untuk mewakili karakter kader KAMMI. Dimana
Yusuf mewakili karakter hanif, Wawan mewakili tipikel kader yang senang dengan
pergerakan, dan Wahib yang lebih senang dengan gerakan melalui tulisan,
menulis.
Saya mengutip beberapa penggalan
dalam novel ini untuk dijadikan gambaran dari karakter tokoh.
“Wahib
kembali senang mencatat beberapa kata-kata menarik yang diungkapkan oleh kedua
pemateri ini”.
“Wahib
yakin ini juga karena ia semakin ingin menguatkan dirinya untuk terus berproses
mencintai Allah SWT. Pertama berjuang di
jalan Allah, kedua KAMMI, ketiga adalah menulis. Rasanya-rasanya menulis adalah
pacar pertamanya”. Sebagai gambaran Wahib dengan karakter yang senang menulis.
Wahib adalah tokoh utama dalam novel ini.
“Sempat
Yusuf mengingatkan pada Wahib, “Jangan
sampai kerja-kerja dakwah membuat kita lupa hal urgen dari dakwah. Jangan
sampai kerja-kerja dakwah membuat sholat kita sering terlambat, tilawah tidak
maksimal, dan lainnya”. Ini sebagai gambaran tokoh Yusuf yang hanif.
“Di
satu sisi ia juga
bisa bertemu dengan orang yang siyasinya kuat, suka berdebat, mudah diajak
diskusi, sering bangun ekspansi dengan organisasi sekuler dan berhaluan kiri,
organisasi sosialis, buku-bukunya kebanyakan buku-buku gerakan, sekuler. Dan pikir Wahib,
salah satunya akhuna Wawan”,
sebagai gambaran karakter Wawan.
Novel
ini juga memang banyak diisi oleh catatan-catatan diskusi dan beberapa catatan
tentang aktivitas kegiatan. Gambaran utama novel ini saya menempatkan Wahib
sebagai pencari melalui KAMMI. Pencarian dalam arti kesadaran dan perenungan
yang muncul dari Wahib setelah mengenal KAMMI.
Diakhir
cerita ini saya memilih menempatkan Wahib menikah dengan salah satu kader KAMMI
melalui pengenalan (taaruf). Saya memasukan ini sebagai akhir cerita. Kalau hal
ini masih dapat dikatakan “budaya” dalam KAMMI, kalau bisa disebut demikian.
Dan kalau berjalan waktu, semoga “budaya” ini masih terus berjalan di organisasi
ini dengan cara yang sesuai.
Harapan Kedepan
Saya tentu berharap novel gerakan,
atau novel yang mewakili ideologi KAMMI dapat terus hadir. Bahwa manifesto
Sastra Gerakan dari Pojok Sastra (KAMMI) dapat terus menghasilkan karya atau
Novel. Ini memang karya pertama saya, harapan pribadi saya semoga novel ini
menjadi kenangan gerakan bagi KAMMI. Novel ini dapat menggambarkan KAMMI dengan
gaya bercerita bagi pembacanya. Terakhir saya mengutip penggalan dari novel
ini, “Sudahlah, aku hanya ingin mencintai
dengan sederhana, merindu dengan karya. Ya, sebagai pencari dalam masa
pencarian makna kehidupan, selalu sebagai pencari. KAMMI adalah wadahnya”,
lirih Wahib. Kesenangan saya membaca novel menjadikan saya ingin menghadirkan
KAMMI dengan gaya bercerita. Semangat saya mengenal novel Realisme Sosial,
memberikan harapan saya untuk menghasilkan novel berideologi yang mewakili
KAMMI.
Posting Komentar
0 Komentar