Ideasi Gerakan
Aksi; Titik Urgensi dan Kekinian
Aksi; Titik
Urgensi dan Kekinian
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)
Mimpi saya yang
terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia
berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia
yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya
sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
(Gie, 2012).
Hari Selasa, long march Salemba-Rawamangun
dimulai. Pesertanya kira-kira 50 orang. Aku datang terlambat lima menit, tetapi
aku masih dapat menyusul. Berhasil, kataku dalam hati. Rakyat memperhatikan
kami dan dengan demikian rakyat juga tahu bahwa mahasiswa tidak hidup dalam
menara gading, seperti yang diduga orang. Aku adalah arsitek dari long march
ini. Tujuanku sebenarnya tidak banyak. Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini
menyadari bahwa mereka adalah “the happy selected few” yang dapat kuliah dan
karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan
bangsanya. Dengan long march ini moga-moga mereka sadar bahwa soal tarif
bukanlah semata-mata soal tarif an sich,
akan tetapi merupakan satu aspek kecil saja daripada seluruh perjuangan rakyat.
Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan bahwa mereka dapat mengharapkan
perbaikan-perbaikan dari keadaan dengan menyatukan diri di bawah pimpinan
patriot-patriot Universitas.
Begitulah, tulis Soe Hok Gie, yang
kiranya menggambarkan aksi yang dilakukannya pada masa-masa itu. Sebagaimana gambaran
aksi jalanan berbentuk long march dengan rute tertentu. Dengan maksud melepas
paradigma mahasiswa yang terbatas kepada rutinitas kampus untuk sekali-kali
terlibat dalam gerakan mahasiswa, terlebih-lebih turut andil dalam aksi untuk
“kepentingan kepada kebaikan”.
Urgensi aksi dan demonstrasi dapat
dengan melihat sejarah, semua orang tentu sepakat bahwa tidak akan ada
reformasi tanpa demonstrasi generasi 1998, tidak akan ada orde baru tanpa aksi
generasi ’66. Tidak akan ada sumpah pemuda tanpa aksi pemuda ‘28. Tidak hanya
di Indonesia, Revolusi Hungaria, Revolusi Aljazair, berakhirnya krisis di
Prancis dan masih banyak lagi catatan sejarah yang membuktikan kekuatan aksi
dan demonstrasi.
Aksi massa adalah berhimpun dan
bergeraknya sebuah komunitas sosial yang disebabkan oleh adanya wacana politik
tertentu yang bisa dipahami secara rasional dan atau emosional. Apa yang sering
dilakukan oleh aktivis pergerakan mahasiswa ini disebut aksi kolektif
(collective action). Aksi kolektif adalah aksi spesifik yang dilakukan oleh
beberapa orang dengan berorientasi terhadap tujuan khusus yang melibatkan
perubahan social. Dalam hal ini adalah aksi-aksi demonstrasi terhadap tujuan
khusus yang melibatkan perubahan sosial (Oliver, 1989 dalam Rosyadi, 2012).
Kampanye kolektif juga dapat merujuk pada suatu kejadian tunggal dari aksi
kolektif yang menginginkan adanya perubahan. (Rosyadi, 2012).
Mengenai gerakan mahasiswa yang idealis
dan murni adalah gerakan mahasiswa sebagai penjaga moral pada bangsanya. Oleh
karena itu, ketika tugasnya selesai, ia harus kembali dan tidak boleh ikut
berpolitik langsung dalam pemerintahan. Begitulah pemikiran Soe Hok Gie.
“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada
banyak orang, makin lama semakin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang
mengerti saya. Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya
yang saya lakukan, kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian”. (Gie, 2012).
Pernyataan ini sebagai refleksi, kritik dan realitas keadaan. Dan pengkritik
adalah jalan sunyi nan indah.
Pandangan Aksi
dalam Harakah
Dalam hal ini penulis tidak membahas
tentang boleh tidaknya aksi atau demonstrasi. Penulis merasa tidak memiliki
kapasitas dalam menyatakan bahwa boleh tidaknya. Maka hal ini penulis lebih
melihat perspektif pandangan dan kelakuan tokoh harakah. Kita ketahui dalam
Mudzakiratut Dakwah wa Daiyah (Memoar Hasan al-Banna) beliau pernah terlibat
dalam gerakan revolusi ketika usia muda sekitar 14-an tahun.
Menjelang 1919 suasana kampung
Sayyid Qutbh berubah panas. Rumah orang tuanya menjadi markas tempat
diadakannya sejumlah pertemuan yang dihadiri oleh para pemuka kampung dengan
ayahnya. Mereka melakukan rapat-rapat rahasia. Sementara itu, Sayyid kecil
mengamati semua kejadian yang berlangsung di rumahnya dengan mata jeli.
Akhirnya, revolusi rakyat pada tahun
1919 itu pun meletus. Kepala sekolah mengumpulkan semua siswa lalu menyampaikan
pidato yang berapi-api. Katanya dalam pidato itu bahwa sekolah akan ditutup
sampai batas waktu tidak bisa ditentukan, karena dia dan teman-temannya akan
ikut bergabung menjalankan revolusi. Ini adalah tugas setiap orang. Sayyid pun
terlibat dalam di kampungnya. Ia ciptakan sajak dan teks pidato untuk dibacakan
di depan warga kampung di berbagai pertemuan dan masjid.
Dalam sejarah Rasulullah SAW dan
kepemimpinannya selama di Makkah dan Madinah, belum pernah membaca kejadian
demonstrasi yang menuntut Rasulullah atas hak atau kebijakannya. Karena
Muhammad memang seorang Rasul dan pemimpin yang telinganya sepenuhnya diberikan
untuk mendengarkan umat yang dipimpinnya. Sungguh, beliau dalam hal ini adalah
contoh bagi para pemimpin.
Namun, sebaliknya ada beberapa
kejadian yang dilakukan oleh Rasulullah beserta para sahabat yang mirip dengan
demonstrasi. Salah satunya ketika tatkala umat Islam di Makkah sedang berkumpul
di rumah al-Arqam, Umar bin Khattab yang saat itu masih kafir tiba-tiba dan
meminta izin masuk. Lalu, Rasulullah menemuinya, Umar menyatakan masuk Islam.
Spontan terdengar takbir penghuni rumah. “Bukankah kita berada di atas
kebenaran, Ya, Rasulullah? Lalu, mengapa dakwah masih secara
sembunyi-sembunyi?” gugat Umar saat melihat sahabat terdiam di dalam rumah.
Saat itu, kemudian semua sahabat berkumpul dan membentuk dua barisan, satu
dipimpin Umar bin Khatab dan satu lagi dimpimpin Hamzah bin Abdul Muthalib.
Mereka kemudian berjalan rapi menuju Ka’bah di Masjid Haram.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Ali ‘Imron : 110)
Transformasi
Aksi Kini
Kehadirian media sosial ini telah
mengubah pola hubungan dan komunikasi sosial politik masyarakat. Hal ini,
meminjam pendekatan David Holmes (2012), terlihat dalam pola “interaktivitas network”
dalam dunia jejaring sosial yang akhirnya membentuk “solidaritas komunikatif”
yang sama sekali baru. Ini bisa dipahami sebagai beralihnya interaksi
sosial-politik masyarakat pada sistem networking yang diperantarai
media sosial, bukan lagi dalam pertemuan langsung atau yang diperantarai media
massa konvensional. Kemudian dalam dunia sosial politik, inilah bentuk
solidaritas komunikatif baru antara pemerintah dan rakyat, yang akhirnya
melahirkan demonstran gaya baru melalui media sosial. (Naim, 2015).
Kita kemudian menyaksikan demonstrasi
yang berbasis media sosial atau dapat disebut sebagai e-demonstrasi.
Sebagai contoh mutakhir, para aktivis netizen ini, termasuk di
dalamnya sekian banyak mahasiswa, lebih hikmat menyambut perseteruan cicak vs
buaya jilid tiga dengan tagar #saveKPK di twitter dan menanggapi
kisruh dana siluman anggaran DPRD DKI Jakarta dengan satire yang bikin ngakak
sekaligus miris melalui tagar #savehajilulung daripada melakukan
demonstrasi di jalanan. E-Demonstrasi dapat berbentuk hastag, bisa juga pada
website change.org.
Indikator Aksi
Soe Hok Gie (2012) juga mengklaim “Tugas
dari gerakan mahasiswa adalah mengkritisi, melawan, dan meruntuhkan rezim
otoriter. Setelah pemerintahan baru yang menjanjikan perubahan terbentuk, maka
gerakan mahasiswa harus kembali ke kampus untuk belajar dan menyelasaikan
studinya, kembali menjadi intelektual yang tetap kritis terhadap kondisi
sekitarnya”.
Kiranya bila aksi jalanan dalam bentuk
orasi terhadap kebijakan pemerintah masih menjadi arah gerakan, dan selalu
menjadi jalan tempuh dalam gerakan mahasiswa. Maka dapat dikata, ada beberapa
ukurannya, pertama, terpublikasinya isu dalam berbagai sarana, kedua, adanya
pertemuan atau tatap muka antara demonstran dengan objek demonstran dalam hal
ini pemerintah misalnya, ketiga, terterimanya ukuran-ukuran kebaikan dalam gerakan.
Terakhir mengutip pernyataan Sayyid
Qutbh, “Peperangan militer dalam pergerakan Islam bukanlah peperangan senjata,
kuda, prajurit, perbekalan, persiapan dan strategi militer belaka. Peperangan
parsial ini tidak terpisah dari peperangan besar di alam jiwa dan alam tatan
sosial umat Islam. Ia punya hubungan serta dengan kejernihan jiwa tersebut,
ketulusannya, keikhlasannya, serta kebebasannya dari belenggu-belenggu dan
ikatan-ikatan yang mengenyahkan kejernihannya dan merintangi perjalanan menuju
Allah”.
“Orang-orang yang menang di
peperangan-peperangan akidah di belakang nabi-nabi mereka adalah mereka yang
memulai peperangan dengan permohonan ampun atas dosa, bertawakal kepada Allah,
dan berlindung ke perlindungan-Nya yang kokoh. Maka, membersihkan diri dari
dosa, bertawakal kepada Allah, dan kembali ke perlindungan-Nya adalah modal
kemenangan, bukan sesuatu yang terpisah dari medan”.
Referensi
Sudarsono,
Amin, 2010. Itjtihad Membangun Basis Gerakan. Penerbit Muda Cendekia. Jakarta
Qutbh,
Sayyid, 2007. Fikih Pergerakan. Darul Uswah. Yogyakarta
al-Khalidiy,
Shalah, 2016. Biografi Sayyid Qutbh. Pro U-Media. Yogyakarta
Gie,
Soe Hok, 2012. Catatan Seorang Demonstran. LP3ES. Jakarta
Maulana,
Yusuf, 2015. Aktivis Bingung Eksis. Pustaka Saga. Surabaya
Handayani, Rizky, 2010.
Urgensi Aksi dan Demonstrasi. (Online) https://kammikomsatugm.wordpress.com/2010/04/05/urgensi-aksi-dan-demonstrasi/
LPM Kentingan, 2015. Aktivisme
Mahasiswa di Era e-Demonstrasi. http://lpmkentingan.com/catatankentingan/aktivisme-mahasiswa-di-era-e-demonstrasi.html
Rosyadi, Adlu, 2015.
Manajemen Aksi Pergerakan Mahasiswa. https://kotakbaja.wordpress.com/2012/09/22/manajemen-aksi-pergerakan-mahasiswa/
Diskusi Dengan Departemen Kebijakan Publik KAMMI Kota Ternate Periode 2014-2016
Posting Komentar
0 Komentar