Sosialisme Religius
Pancasila dan Wujud Sosialisme Religius
Pancasila dan
Wujud Sosialisme Religius
(M. Sadli Umasangaji)
Dalam bulan Juni ini telah
ditetapkan 01 Juni sebagai Hari Pancasila. Staf khusus Presiden Bidang
Komunikasi Johan Budi mengatakan Presiden Joko Widodo akan mengumumkan 1 Juni
sebagai Hari Lahir Pancasila. Penentuan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila
akan diumumkan melalui Keputusan Presiden. (Kompas, 2016). Presiden Indonesia
berujar “Pancasila harus diamalkan. Pancasila harus menjadi ideologi yang
bekerja. Pancasila harus dijaga kelanggengannya”. (BBC, 2016)
Kenyataannya seharusnya dalam
memperingati Hari Pancasila dibersamai dengan peningkatan kesejahteraan
rakyatnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat terus meningkat pada
2015. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Kemiskinan, jumlah penduduk
miskin terus meningkat pada 2015 yakni sebesar 11,13 persen atau sebanyak 28,51
juta orang. Sedangkan pada 2014 jumlah penduduk miskin sebesar 10,96 persen
atau 27,73 juta orang. Naiknya harga beras pun disebutkan memberikan kontribusi
yang besar terhadap penurunan daya beli masyarakat miskin. Kondisi ini kemudian
menyebabkan kemiskinan meningkat. (Republika, 2016). Menurut Badan Pusat
Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 28,51
juta jiwa atau 11.13 persen dari total penduduk sampai September 2015. (CNN
Indonesia, 2016)
Pancasila dan
Pandangan
Hari Lahir Pancasila mengacu pada pidato
Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 di hadapan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam pidato itu, Soekarno
membeberkan lima dasar bagi Indonesia Merdeka, yaitu kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan
sosial dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, Bung Karno dengan
tegas menyatakan Pancasila adalah kiri. Bung Karno mengatakan unsur utama
pancasila adalah keadilan sosial.
Pandangan lain, perumpamaan yang
diberikan oleh Prof. Buya Hamka, tentang pancasila sebagai suatu bilangan
10.000 (sepuluh ribu) dimana angka 1 (satu) merupakan perumpamaan sila pertama
(Ketuhanan Yang Maha Esa), dan empat angka nol berikutnya merupakan perumpamaan
empat sila selanjutnya. Sekarang hilangkan angka 1 (satu) itu, maka yang akan
terjadi ialah deretan angka nol itu, nilanya akan tetap juga. Pendeknya,
Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang secara mutlak memberi arti bagi pancasila
dan sila apapun dalam kehidupan manusia (Madjid, 2013).
Dan Bung Hatta, salah seorang penanda
tangan Piagam Jakarta, yang didalamnya, untuk pertama kalinya secara resmi
nilai-nilai kelak disebut Pancasila itu dirumuskan bahwa sila Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah sila primer dan utama yang menyinari dan menjadi sumber dalam
kehidupan manusia ini. Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang mendasari
dimensi-dimensi moral yang akan menopang setiap peradaban manusia (Madjid,
2013). Karena sikap mengembalikan segala permasalahan kepada ajaran Tuhan Yang
Maha Esa adalah sikap yang konsekuen kepada nilai-nilai Pancasila.
Benturan
Pandangan dan Kebebasan
Semisal terjadi diskusi tentang NKRI
Harga Mati, Khilafah yang dianggap degradasi nasionalisme dan anti-Pancasila.
Mengapa tidak kita jadikan sikap membebaskan sebagai persatuan. Persatuan
Indonesia, sila ketiga. Mau apapun, mau khilafah, nasionalisme, yang paling
mendasar adalah terwujudnya keadilan sosial sebagai bentuk kesejahteraan.
Bentuk nasionalisme tapi ternyata semakin marak penyelewengan terhadap
peradaban manusia, semakin marak kemiskinan, maka nyatanya adalah sikap
terhadap degradasi pancasila. Sikap yang naif. Bila Khilafah ternyata menjamin
semua hal terkait kesejahteraan maka mengapa kita menafikan hal demikian.
Seperti yang diuraikan Nurcholish
Madjid, pengertian keadilan yang menyeluruh ini, yaitu keadilan dalam maknanya
sebagai sikap yang fair dan berimbang
kepada sesama manusia, melahirkan hal-hal lain yang merupakan kelanjutan
logis-nya. Yang amat penting dalam hal ini ialah adanya pengakuan yang tulus
bahwa manusia dan kelompoknya selalu beraneka raga, plural atau majemuk. Dengan
kata lain, pandangan kemanusiaan yang adil itu melahirkan kemantapan bagi
prinsip yang dijiwai oleh sikap saling menghargai dalam hubungan antarpribadi
dan kelompok anggota masyarakat itu.
Persatuan tidak mungkin terwujud tanpa
adanya sikap saling menghargai. Jangan sampai ada satu kelompok yang menjunjung
sesuatu dan kemudian menafikan sesuatu. Maka kemanusiaan yang beradab hanya ada
dalam keadilan, dan hanya kemanusian yang adil yang mampu mendukung peradaban.
Keadilan Sosial
dan Sosialisme Religius
Tentang keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia kita semua telah mengetahui kedudukan cita-cita pada kehidupan
bernegara. Ia merupakan sumber tujuan sebenarnya Republik yang merdeka ini, dan
merupakan sumber semangat bagi mereka yang hendak berdharma kepada rakyat.
Sosialisme dapat dianggap sebagai suatu cara lain untuk mengungkapkan ciri
masyarakat yang dicita-citakan oleh pancasila, yaitu masyarakat berkeadilan
sosial. Keadilan sosial itulah, jika ditilik dari sudut susunan Pancasila, yang
merupakan tujuan kita bernegara. (Madjid, 2013)
Sayyid Qutbh (1994) dalam buku “Keadilan
Sosial dalam Islam” menuliskan, asas-asas dimana Islam menegakkan keadilannya
itu adalah kebebasan jiwa, persamaan kemanusiaan yang sempurna, dan jaminan
sosial yang kuat. Islam benar-benar memulai dengan melakukan pembebasan jiwa
dari segala bentuk peribadatan dan ketundukkan kepada apapun selain Allah.
Lanjutnya Sayyid Quthb menerangkan politik pemerintahan dalam Islam dibangun
atas asas, keadilan penguasa, ketaatan rakyat, dan permusyawaratan antara
penguasa dengan rakyat.
Nurcholish Madjid (2013), menyatakan tentang
prinsip-prinsip dalam agama Islam dengan kaitan semangat sosialisme. (1)
seluruh alam raya ini beserta isinya adalah milik Tuhan. Tuhan-lah pemilik
mutlak segala yang ada, (2) benda-benda ekonomi adalah milik Tuhan (dengan
sendirinya), yang kemudian dititipkan kepada manusia (kekayaan sebagai amanah),
(3) penerima amanah harus memperlakukan benda-benda itu sesuai dengan ‘kemauan’
Sang Pemberi Amanah (Tuhan), yaitu hendaknya diinfakkan menurut jalan Allah.
(4) kesempatan manusia memperoleh kehormatan amanah Allah itu (yaitu
mengumpulkan kekayaan) harus didapatkan dengan cara bersih dan jujur (halal).
(5) setiap tahun, harta yang halal itu dibersihkan dengan zakat. (6) penerima
amanah harta tidak berhak menggunakan (untuk diri sendiri) harta itu semaunya,
melainkan harus dengan timbang rasa begitu rupa sehingga tidak menyinggung rasa
keadilan umum. (7) orang miskin mempunyai hak yang pasti dalam harta orang-orang
kaya. (8) dalam keadaan tertentu, kaum miskin berhak merebut hak mereka dari
orang-orang kaya, jika kedua ingkar. (9) kejahatan tertinggi terhadap
kemanusiaan adalah penumpukan kekayaan pribadi tanpa memberinya fungsi sosial.
(10) cara memperoleh kekayaan yang paling jahat adalah riba. (11) manusia tidak
akan memperoleh kebajikan sebelum menyosialisasikan harta yang dicintainya. Gagasan ini sebagai gambaran dari keadilan sosial yang termanifestasi dalam sosialisme religius.
Posting Komentar
0 Komentar