Antigen dan Respon Imun; Memodifikasi Interdependensi KAMMI


Antigen dan Respon Imun; Memodifikasi Interdependensi KAMMI
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)









            Setelah menyelesaikan daurah, saya memikirkan untuk menuliskan sesuatu. Hanya sekedar melakukan kebiasaan menulis. Tak lebih. Mungkin hal-hal remeh-temeh. Sekedar untuk menyimpan catatan-catatan tentang KAMMI. Saya mencoba memikirkan untuk menuliskan soal apa. Mula-mula terpikir oleh saya untuk menuliskan soal daurah sekedar sebagai pintu gerbang. Ya, daurah hanyalah sebuah pintu gerbang dalam sebuah perjalanan panjang, tak lebih. Mengingat dulu ada beberapa AB 3 di ‘daerah’ yang saya kenal, memilih untuk tidak lagi mengikuti sebuah ‘madrasah kelanjutan’ KAMMI. Dan kader-kader ini sebagai AB 3 dengan segala kapasitasnya ‘dipuja-puji’ oleh kader-kader di ‘daerah tersebut itu’. Kapasitasnya bagi saya sangatlah mumpuni, memenuhi ekspetasi kader soal KAMMI di ‘daerah’ itu. Tapi pilihan ‘mereka’ untuk tidak mengikuti ‘madrasah’ KAMMI adalah soal lain. Kemudian saya mencoba menerka-menerka soal itu, apa yang membuat mereka memilih pada sikap demikian? Kemudian saya berpikir apakah itu tentang sebuah sikap ‘kehendak bebas merdeka’ bagi mereka? Entahlah. Hal berikut yang saya pikirkan adalah materi-materi apa yang membuat mereka memilih pada pilihan mereka? Mengingat kompleksitas materi-materi dalam daurah itu.
            Lupakan soal itu, pikiran saya yang membayang-bayang pada banyak hal, membuat saya melangkah pada pikiran yang lain. Pikiran berikut adalah apa yang bisa saya tulis dari sajian-sajian materi yang saya dapat? Awalnya saya berpikir apakah saya menulis soal perlukah Ikhwan yang beraliran ‘sosialis’ dengan patron pemikiran Hasan Hanafi sebagai ‘mantan’ ikhwan? Mengingat kembaran-kembaran (sebutlah demikian) ‘ikhwan’ di Indonesia telah menghadirkan aras yang ‘teguh’ dengan konservatif dan juga mulai melebur pada ‘langkah’ liberalisme. Tapi realitasnya memang disebutkan bahwa kelompok-kelompok ‘konservatif’ sebenarnya melangkah lebih realistis ke depan menjadi ke tengah, sebaliknya kelompok-kelompok liberalisme (saya tidak berminat menyebutkan progresif karena saya mengartikan Islam progresif adalah Kiri Islam) juga terlihat menahan diri atas segala realitas. Tapi realitas juga membuat pembelahan memang harus terjadi pada kembaran-kembaran ini. Ini soal sisi lain dari antigen KAMMI.
            Kemudian saya teringat soal mahzab dalam KAMMI, yang diterangkan dengan bercanda oleh seorang senior KAMMI. Pertama, mahzab Tarbiyah, soal orientasi kader KAMMI dan senior terhadap akademisi. Ini soal orientasi kader-kader yang lebih ke akademisi, mungkin juga termasuk birokrat didalamnya. Mahzab ini diisi oleh senior-senior semisal Fitra Arsil, Muhammad Najib, dan lainnya. Kedua, mahzab siyasih. Ini soal orientasi kader-kader terhadap politik, menjadi politisi. Mahzab ini dominan di KAMMI, diisi oleh Fahri Hamzah, Akbar Zulfakar, Haryo Setyoko, Rahman Toha, Andriyana, dan lainnya. Ketiga, mahzab tijariyah. Dan senior yang bercanda membagi soal mahzab KAMMI ini, kemudian mengatakan mahzab ini masih sedikit di KAMMI tapi perlahan-lahan berjalan. Senior ini pula yang menasbihkan soal mahzab Tijariyah di KAMMI, senior itu adalah Andi Rahmat. Saya kemudian membayangkan mahzab-mahzab ini harus menjadi antigen baru bagi KAMMI, kemudian ada reaksi imun dan hasilnya adalah menguatkan resistansi biologis, menjadi antibodi.
            Kemudian dari itu, ada beberapa teman KAMMI disini yang membincang soal perlu perubahan dalam KAMMI, perubahan manhaj, menggugat independensi, slogan KAMMI Merdeka dan lainnya. Saya sendiri dengan segala kesadaran, ingin lebih ‘jujur’ yang terpenting adalah memodifikasi Interdependensi KAMMI. Kemudian saya teringat soal materi-materi imunologi terkait dengan hipersensivitas, dimulai dari antigen, menghadirkan respon imun, dan juga resistansi. Saya kemudian menerka istilah-istilah imunologi ini dalah tubuh KAMMI. Tapi saya memulai dalam membayang soal ambiguitas Kemerdekaan KAMMI.

Ambiguitas Kemerdekaan
            Mungkin saya memulai dengan sekedar melihat sejenak soal arti-arti kata ini. Ambiguitas, independensi, dan interdependensi. Independensi dalam KBBI, singkat artinya, kemandirian, sedangkan independen dalam KBBI, (1) yang berdiri sendiri, yang berjiwa bebas, (2) tidak terikat; merdeka; bebas. Interdependensi dalam KBBI, artinya kesalingbergantungan, sedangkan interdependen, artinya saling tergantung. Ambiguitas dalam KBBI, artinya (1) sifat atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian, (2) ketidaktentuan, ketidakjelasan, (3) kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra, (4) kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan; keraguan. Sedangkan kata ambigu, artinya bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dan sebagainya); bermakna ganda.
Dulu saya pernah menuliskan dan berpikir bahwa KAMMI itu tidak murni. Pertama, KAMMI dalam sebuah pandangan dapat dibagi dalam konteks kesadaran dan ketidak-kesadaran. Dalam konteks ‘ketidak-kesadaran’, maka KAMMI dapat dikatakan independen sesuai dengan konstitusinya. Sedangkan dalam konteks ‘kesadaran’ dapat dilihat dalam konteks kultural dan relasi atau partisipasi politik. Kedua, KAMMI bukan sebuah gerakan mahasiswa yang orisinil. Dalam artian KAMMI tidak memiliki konsep yang dari awal dirancangnya sendiri tapi KAMMI adalah gerakan mahasiswa peniru (imitator). Imitasi yang akhirnya berinovasi, itulah yang tepat disematkan pada KAMMI sebagai keorsinilannya.
Dengan asumsi saya bahwa pada dasarnya semua yang ada di dunia adalah peniru, bukan orisinil atau lebih tepatnya pengembangan karena berbagai inovasi dimulai dari sebuah peniruan (imitasi). Imitasi adalah meniru dengan membuat seperti yang sudah ada. Sedangkan inovasi adalah pembaruan ataupun penemuan dari sekumpulan hal yang sudah ada, tetapi memiliki nilai tambah. Sebagaimana penjelasan Prof. Sidik (dalam Trim, 2011), imitasi dibagi dalam tiga bagian, yaitu imitasi inferior, imitasi mirip, dan imitasi superior. Imitasi inferior artinya produk yang dihasilkan jauh mutunya dibandingkan produk yang ditiru. Imitasi mirip artinya produk yang dihasilkan sama mutunya atau minimal mendekati mutu produk yang ditiru. Dan imitasi superior artinya pada tingkatan ini imitator membuat produk lebih bagus daripada produk yang ditiru.
Tapi ambigiutas kemerdekaan adalah bukan soal ini. Penjelasan-penjelasan ini sekedar tambahan pandangan saja. Ambigiutas kemerdekaan bagi saya bermula ketika pembelahan terjadi dalam kembaran-kembaran (sebagaimana penjelasan di atas), kemudian pembelahan-pembelahan ini memulai menjadi antigen lama dan antigen baru bagi KAMMI. Dan antigen ini memunculkan respon imun dalam konteks pengkaderan dan juga suksesi pemilihan dalam tubuh KAMMI. Antigen-antigen ini bila ia dominan maka ia menjadi dominasi dalam tubuh KAMMI. Soal suksesi (kemarin) sebut sajalah di tingkat nasional adalah soal dominannya antigen, maka antigen itu menjadi dominasi. Sayangnya masih ada yang mendalihkan dengan negasi-negasi dominan ini dengan ambigiutas kemerdekaan. 
            Ambigiutas kemerdekaan ini karena kader-kader yang memiliki keberpihakan malah saling menegasikan. Terlebih-lebih dalam wacana-wacana suksesi pemilihan (sebutlah dalam waktu dekat di tingkat wilayah) hanya terjebak pada vis a vis pada antigen-antigen ini. Vis a vis inilah ambigiustas kemerdekaan. Kita terjebak pada pilihan-pilihan orang-orang kanan jauh, orang kanan jauh itu yang satu berwajah lama nan konservatif dan yang satu orang kanan jauh dengan muka baru yang disamarkan menjadi ‘sok moderat’. Padahal sama-sama kanan jauh. Dan sama-sama dengan pola intervensi dominasi. Disitulah ‘kesialannya’ atau mungkin terlalu ‘kasar’ menyebut demikian, dapat diganti dengan ‘kebosanan’ kita. Adakah yang lebih murni? Abaikan sajalah.
            Penegasian antara antigen lama dan antigen baru inilah kebosanannya. Mengapa harus saling menegasikan? Padahal sama-sama ‘orang-orang pilihan’ dari ‘orang-orang’ kanan jauh? Titik rillnya siapa dominan maka ia mendominasi, tidak perlu berpura-pura yang satu merdeka, yang satu tidak.
            Ambigiutas kemerdekaan itu kepura-puraan.  Saya meyakini kita lebih perlu jujur bahwa kita butuh Memodifikasi Interdependensi. Memodifikasi Interdependensi ini dapat berbentuk; (1) Mengakui kita memiliki keberpihakan, (2) Mengakui kader lain memiliki keberpihakan, (3) Mengakui pengakuan kader lain yang memiliki keberpihakan, (4) Menghindari sifat menegasikan keberpihakan kader lain, (5) Memulai sikap keberpihakan dengan kesadaran netralitas dalam  tubuh kita (KAMMI), (6) Menerima liberasi (kebebasan atau pembebasan) pilihan-pilihan kader, (7) Kita menyadari keberpihakan kita tapi kita punya penguasan pada diri kita, kita punya bayangan tapi kita bukan robot.
            Alih-alih mengusung merdeka, alih-alih membincang soal independensi, kita harus mulai jujur bahwa yang lebih kita butuhkan adalah memodifikasi interdependensi. Sama halnya dengan kesepakatan tersirat pada celoteh-celoteh kita, bahwa kita membebaskan pilihan-pilihan mahzab siyasiyah, atau pilihan-pilihan peleburan orientasi kader dalam partai politik manapun. Celoteh-celoteh ini memang harus mengkristal dalam sikap, agar dalam suksesi kepemimpinan KAMMI (dalam waktu dekat di tingkat wilayah misalnya) kita tidak terjebak dalam vis a vis semata. Selain itu, dengan memodifikasi Interdependensi, semua menerima soal keberpihakan, dominasi, dan menempatkan netralitas. Menempatkan netralitas inilah kesadaran menciptakan iklim bagi kader agar kita tidak terjebak pada pilihan antigen lama maupun antigen baru semata. Apalagi hanya sekedar terjebak pada vis a vis, kita butuh kesadaran bahwa kita memiliki keberpihakan tapi kita punya netralitas dan penguasaan atas tubuh kita. Kita butuh banyak pilihan sebagai ketenangan iklim. Menghindari vis a vis pilihan orang-orang kanan jauh semata. Walaupun pilihan-pilihan itu juga akan mengkristal pada pilihan-pilihan dominan saja, tapi kita telah memilih menempatkan ketenangan iklim yang lebih sejuk.

Resistansi Biologis
            Melengkapi penggunaan istilah-istilah di atas soal antigen dan respon imun. Saya memulai dengan mencoba menjelaskan beberapa istilah imunologi ini. Saya memulai dengan menggunakan kata antigen. Antigen adalah sebuah zat yang merangsang respon imun, terutama dalam menghasilkan antibodi. Antigen juga zat yang dapat merangsang sistem imunitas atau sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi sebagai perlawanan, yang merupakan bentuk proteksi tubuh terhadap antigen. Antigen dapat berbentuk benda asing, sumber penyakit dan penyebab penyakit.
            Kira-kira apa antigen KAMMI? Sebut sajalah antigen KAMMI; (1) pembelahan kembaran terjadi terus menerus dan saling mendominasi, (2) Memunculkan arus pemikiran baru dalam KAMMI, misalnya menguatkan pemikiran Sosialisme KAMMI, (3) Penguatan Mahzab KAMMI; orientasi akademik, politik, dan ekonomi. (4) Melepaskan keterikatan ‘Madrasah Kelanjutan’ KAMMI.
            Sebagaimana penjelasan soal antigen di atas, antigen KAMMI akan menghasilkan respon imun KAMMI. Saya jadi membayang soal perubahan yang diuraikan Anis Matta, perubahan memiliki kata kunci; ide, manusia, ruang, dan waktu. Anis Matta menuliskan kita akan mempelajari bahwa dinamika perubahan sosial merupakan interaksi dari empat elemen utama: manusia, ide, ruang dan waktu. Manusia adalah pusat dari perubahan karena ia adalah pelaku atau aktor dimana ruang dan waktu merupakan panggung pertunjukkannya. Ide menjadi penggerak manusia dalam seluruh ruang dan waktu. Setiap kali ada perubahan yang penting dalam ide-ide manusia, maka kita akan menyaksikan perubahan besar dalam masyarakat mengikutinya. Manusia bergerak dalam ruang dan waktu secara dialektis, antara tantangan dan respon terhadap tantangan tersebut. Ide atau gagasan yang memenuhi benak manusia merupakan manifestasi dari dinamika dialektis itu. Hidup manusia bergerak dan terus bertumbuh karena ia merespon tantangan di sekelilingnya. Hasil respon baru itu selanjutnya melahirkan tantangan-tantangan baru yang menuntut respon-respon baru.
            Perubahan termanifestasi dalam ide, manusia, orang yang mengikuti ide manusia, ruang dan waktu sebagai dialektika, tantangan dan respon baru. Inilah penjelasan sederhana soal respon imun KAMMI. Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respon imun ini terbagi dalam beberapa reaksi. Diantaranya (1) Jika reaksinya benar, ia kuat, (2) Jika reaksinya benar, bisa juga berlebihan (hipersensivitas), (3) Jika reaksinya benar, bisa juga kurang (imuno defisiensi), (4) Jika salah, ia menyerang diri sendiri (auto imun).
            Respon imun KAMMI dipikirkan untuk memproses antigen KAMMI. Apa respon imun KAMMI? Saya menerka-nerka lagi atas celoteh beberapa teman, pertama, ada yang menyarankan revisi manhaj, menghadirkan manhaj baru, mereformulasi konsepsi KAMMI kedua, memunculkan metodologi perekrutan yang memikat generasi milineal. Kemudian saya menambahkan, memodifikasi Interdependensi sebagai poin ketiga. Keempat, liberasi kader KAMMI. Jadi respon imun KAMMI, (1) Revisi Manhaj, Manhaj Baru, (2) Gerakan Post Modernis, (3) Memodifikasi Interdependensi, (4) Liberasi Kader KAMMI. Saya ingin menerka soal respon imun KAMMI ini dengan saling mengaitkannya. Memodifikasi Interdependensi dan Liberasi Kader adalah unsur utamanya. Unsur utama inilah yang harus menjadi dasar dalam poin 1 (Revisi Manhaj dan Konsepsi KAMMI) dan 2 (Gerakan Post Modernis) dalam respon imun KAMMI.
Celoteh beberapa teman yang mendasari revisi manhaj termaktub beberapa poin, (1) Mengadatapsikan materi-materi madrasah KAMMI dengan realitas, (2) Merevisi mantuba KAMMI dengan buku-buku tokoh Islam Indonesia, (3) Memilinealisasi materi-materi daurah KAMMI. Soal konsepsi KAMMI, ada teman yang menawarkan tentang KAMMI (ideologinya) adalah bagian dari Ahlul Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Dari ideologi Aswaja inilah yang mendasari revisi Manhaj KAMMI. Soal konsepsi, saya menerka dalam (1) Kita mengKAMMIkan Konsepsi Ikhwanul Muslimin, (2) MengIndonesia-kan KAMMI, (3) KAMMI, Sosialisme Religius. Dari itu, semua dari celoteh-celoteh itu, ‘kami’ setuju, bahwa kita harus mencoba menghadirkan atau menuliskan dan membukukan materi-materi madrasah KAMMI yang dituliskan oleh kader KAMMI sendiri termasuk juga soal materi-materi daurah KAMMI sebagai landasan utama. Tapi kita harus menempatkan bahwa soal manhaj ini harus didasari karena kemurnian pikiran kita soal KAMMI, bukan soal intervensi. Inilah yang mendasari bahwa Memodifikasi Interdependensi dan Liberasi Kader adalah unsur utama. Kita punya keberpihakan sebagai bayangan tapi kita bukan robot karena kita bebas atas penguasaan pikiran kita sendiri.
Beberapa teman juga menyarankan soal perlunya metodologi perekrutannya yang lebih meraup pikiran-pikiran zaman, milenial. Saya pikir ini soal gerakan post modernis, gerakan kreatif, lokus kompetensi. Beberapa teman menyarankan bahwa rekrutan kader tidak harus melalui daurah marhalah I, tapi bebas melalui berbagai gerakan kreatif, lokus kompetensi, dan gerakan komunitas. Materi-materinya pun dibuat lebih fleksibel. Tapi kita tetap melakukan proses ideologisasi pada daurah marhalah 2. Yang patut kita pikirkan kembali adalah bagaimana gerakan kreatif berbalut dalam ideologisasi gerakan kepemudaan. Dan memulai menempatkan gerakan kreatif, lokus kompetensi, gerakan komunitas sebenarnya adalah gerakan perlawanan.
Selain itu, dalam respon imun ada kemungkinan menguatnya hipersensitivitas. Hipersensitivitas ini bayangan gambaran respon kita (sikap kader) terhadap antigen KAMMI. Hipersensitivitas ini dibagi dalam beberapa tipe, (1) Alergi, respon di depan kulit, (2) permukaan sel, kerusakan sel, (3) antigen larut, neutrofil, Fungsi neutrofil adalah membantu tubuh untuk menyembuhkan jaringan rusak serta obati infeksi. (4) Terbentuknya sel T, Sel T atau limfosit T adalah kelompok sel darah putih yang memainkan peran utama pada kekebalan seluler. Kemudian kita berpikir pada hipersensitivitas manakah kita untuk memulai Modifikasi Interdependensi kita? Hipersensitivitas adalah reaksi yang benar tapi berlebihan.
Titik akhir dari antigen dan respon imun, hipersensitivitas adalah antibodi. Oleh sebab itu, kita butuh reaksi yang benar, tapi menguatkan. Atau dapatlah kita sebut resistansi biologis. Resistansi biologis adalah daya tahan alami tubuh terhadap pengaruh buruk. Resistansi biologis KAMMI terbentuk karena proses panjang dari antigen KAMMI. Benturan-benturan antigen KAMMI dengan respon imun KAMMI dalam skala waktu panjang, harusnya menjadi reaksi yang benar dan menguatkan. Inilah resistansi biologis KAMMI.
Pilihan-pilihan kita, perlu kita biarkan antigen KAMMI, pertama, benturan dominasi pembelahan (kembaran) secara terus menerus berlangsung hingga respon imun KAMMI terbiasa dalam proses benturan dominasi, kedua, kita biarkan kader-kader berani mengeksplor arus-arus pemikiran baru di KAMMI, satu waktu kader menikmati Maalim Fi Ath-Thariq, sembari girang membaca Manifesto Komunis, entah nanti akan disebut gerilyawan sekaligus teroris atau tidak. Ketiga, soal mahzab KAMMI harus menjadi orientasi rill KAMMI. Keempat, pilihan-pilihan soal melepas keterikatan ‘madrasah lanjutan’ kader, saya sendiri kurang setuju, karena soal ‘madrasah lanjutan’ ini adalah ketahanan ‘gelas’ kita.
Akhirnya, resistansi biologis KAMMI, dimulai dari antigen KAMMI, saya memilih antigen KAMMI yang utama adalah menguatkan mahzab orientasi kader dalam KAMMI, respon imun KAMMI adalah penguatan Modifikasi Interdependensi dan Liberasi Kader. Biarkan ia terus menerus saling benturan dan menjadi antibodi KAMMI, menguatkan resistansi biologis KAMMI. Tapi mula-mula kita memang harus menghindari hipersensitivitas kader KAMMI. Jangan lupa bahagia. Silahkan menikmati catatan-catatan remeh ini.

Posting Komentar

0 Komentar