Orang-Orang Sederhana - 5 - Pemuda Masjid


Serial Orang-Orang Sederhana
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)

­5
Pemuda Masjid





            Gifar sudah mulai tumbuh dewasa, keinginan untuk melanjutkan studinya ke pendidikan semakin tinggi tapi kesadaran akan kendala ekonomi keluarga membuatnya berpikir tentang apakah ia boleh melanjutkan pendidikannya?
            Hal yang sama direnungi pula oleh bapaknya, pak Hamid.
            Adakala seorang pemuda tumbuh di tengah kesusahan ekonomi keluarga, tapi ia tak luput akan semangatnya atas mimpi-mimpinya. Adakala ada pemuda hidup dengan orang tua bergemilangan harta, ia pun merasa mudah terfasilitasi akan mimpi-mimpinya. Adakala ada pemuda yang diderai kehimpitan ekonomi, mimpinya pun kandas, ia memilih menjadi pemuda desa tak berpendidikan, pekerja keras semata. Ada pula pemuda hidup dengan kemudahan harta oleh orang tuanya, tapi ia lalai akan semua itu, menjadi pemuda yang hanya tumbuh dalam hingar bingar kehidupan, menikmati yang ada dalam pandangan, lupa akan mimpi ke depan.
            Gifar menjalani kehidupan seperti pemuda desa lainnya menikmati sore dengan bermain sepak bola. Setelah sore bersegera membersihkan badan, di dengar adzan menuju sholat maghrib di masjid. Pagi-pagi ia bersekolah. Pulang selepas sekolah, kadang ia bermain seperti pemuda desa lain. Kadang pergi memancing. Kadang membantu sang bapak, memukul batu atau ke kebun, memetik pala, memetik cengkeh. Memang hidup kadang begini. Memetik pala dan bekerja pada orang yang punya lahan.
            Suatu waktu datang pemuda-pemuda dari kota Ternate, yang berkuliah di kampus di Ternate, melakukan Kuliah Kerja Lapangan di desa W. Dalam rencana kegiatan mereka, ada yang mengajar di sekolah, membentuk taman pembelajaran, bersama mengajak pemuda meramaikan masjid, membentuk gapura desa. Ada banyak pula kegiatan lain, semisal sosialisasi dan penyuluhan sosial lain. Ada pula pendataan untuk data di desa W.
            Ada seorang pemuda, Zulkifli, namanya. Bisa dipanggil Kak Zul. Ia sering memberi motivasi pada para pemuda di desa W. Gifar termasuk pemuda yang dekat dengannya. Kadang ia mengajak pemuda-pemuda meramaikan masjid, sambil membentuk kelompok kecil dan ia sedikit memberi pemahaman tentang hal-hal yang Islami. Lain waktu ia memberi semangat pemuda-pemuda desa untuk melanjutkan sekolah setinggi-tingginya. Ia memberi kesan bahwa menjadi pemuda itu tongkat kehidupan.
            Dalam kelompok kecil itu ia menyampaikan, “Jika kalian diliputi ketakutan, dihimpit kesedihan, punya hajat impian yang besar, maka bersegeralah bangkit untuk melakukan sholat, niscaya jiwa kalian akan kembali tenteram dan tenang. Sesungguhnya sholat itu – atas izin Allah – sangatlah cukup untuk hanya sekadar menyirnakan kesedihan dan kerisauan”.
            “Seperti Rasulullah SAW, setiap kali dirudung kegelisahan, sang nabi selalu meminta kepada Bilal bin Rabbah, “Tenangkanlah kami dengan sholat, wahai Bilal”. Begitulah sholat adalah ladang untuk penyejuk hati dan sumber kebahagiaan bagi Nabi kita”.
            “Orang-orang besar dalam Islam, mereka sama dalam satu hal; saat dihimpit banyak persoalan sulit dan menghadapi banyak cobaan, mereka meminta pertolongan kepada Allah dengan sholat yang khusyu. Begitulah mereka mencari jalan keluar, sehingga kekuatan, semangat, dan tekad hidup mereka pun pulih kembali”.
            “Bagi generasi umat manusia yang sedang banyak menderita penyakit kejiwaan seperti saat ini, hendaklah rajin mengenal masjid dan menempelkan keningnya di atas lantai tempat sujud dalam rangka meraih ridha dari Tuhannya. Dengan demikian, niscaya ia akan selamat dari pelbagai himpitan bencana. Akan tetapi, bila ia tidak segera mengerjakan kedua hal tadi, niscaya air matanya justru akan membakar kelopak matanya dan kesedihan akan menghancurkan urat syarafnya. Maka, menjadi semakin jelas bahwa, seseorang tidak memiliki kekuatan apapun yang dapat mengantarkan kepada ketenangan dan ketentraman hati selain sholat”, pemuda-pemuda yang mendengar Kak Zul berkata, sedikit menyadari akan makna sholat. Gifar diantara pemuda-pemuda itu, bersemangat kembali akan mimpinya, percaya bahwa sholat mengurangi himpitan kerisauannya.
            Pertemuan dengan Kak Zul, memberi Gifar pandangan akan mimpinya melanjutkan pendidikan seperti Kak Zul. Ia memiliki kesadaran akan dirinya sebagai pemuda. Seperti kata-kata yang pernah Kak Zulkifli uraikan. Terkadang seorang pemuda tumbuh di tengah umat yang sejahtera dan tenang, kekuasaannya kuat, dan kemakmuran meluas, akhirnya ia lebih banyak memperhatikan dirinya daripada memperhatikan umatnya, bersenang-senang, dan hura-hura dengan perasaan lega dan hati tenang (tanpa merasa berdosa). Ada juga pemuda yang tumbuh di tengah umat yang berjuang dan bekerja keras karena dijajah bangsa lain dan urusannya dikendalikan secara zalim oleh musuhnya. Umat ini berjuang semampunya untuk mengembalikan hak yang dirampas, tanah air yang terjajah, kebebasan yang hilang, kemuliaan yang tinggi, serta idealisme yang luhur. Pada saat itu, kewajiban mendasar bagi pemuda tersebut adalah memberikan perhatian lebih besar kepada umatnya daripada kepada dirinya sendiri.
Sesungguhnya, sebuah pemikiran akan meraih sukses manakala keyakinan kepadanya kuat, tersedia keikhlasan di jalannya, semangat untuk memperjuangkannya semakin bertambah dan ada  kesiapan untuk berkorban serta beramal dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karakter pemuda. Sebab sesungguhnya dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang jernih, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Dan, itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda. Karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan setiap umat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan dan pengibar panji setiap fikrah. Beberapa hal yang dikutip Zulkifli kutip dari pemikiran Hasan al-Banna, ia adalah pemuda masjid kampus.
“Tugas pemuda, dengan demikian kewajiban kalian (pemuda) sangat banyak, tanggung jawab kalian sangat besar, hak umat yang harus kalian tunaikan semakin berlipat, dan amanat yang terpikul di pundak kalian semakin berat. Karena itu, kalian harus berpikir panjang, beramal banyak, menentukkan sikap, maju untuk menjadi penyelamat, dan menunaikan hak-hak umat dari pemuda dengan sempurna”. Kesadaran-kesadaran ini membentuk dasar pemikiran Gifar dalam waktu-waktu mendatang. Tapi dalam realitas revolusi sosial, kepedulian sosial dalam pemikiran yang Islami.

Posting Komentar

0 Komentar