Kumpulan Mereka



Serial Serpihan Identitas


11
Kumpulan Mereka









Pada mula mereka berkumpul, mungkin demikian. Sebagai kejadian dalam dinamika kumpulan ini. Semua bermula dari cerita ini. Tak seperti tahun sebelumnya. Acara ifthor jama’i bersama dengan Sang Deklarator, dikatakan sungguh berbeda. Kalau di tahun lalu, saat bulan Ramadhan yang bertepatan dengan, awal konflik belumlah nampak. Kumpulan petinggi baru dilantik. Seluruh alumni organisasi kepemudaan ini, begitu kata mereka, masih dalam suasana bahagia dan sedang bersemangat sekali membentuk organisasi alumni. Seluruh alumni tak dipisahkan oleh sekat apapun. Tapi di tahun ini, konflik Sang Deklarator dan petinggi kumpulan ini, atau bisa kita sebut perbedaan faksi, itu kini sangat berdampak pada alumni organisasi kepemudaan ini. Sebagian dari alumni, kata mereka, seperti terlibat dalam seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi, dan menjadi serba salah posisinya.

Berbagai pembicaraan dari mereka dan obrolan terurai. “Selalu saja berulang. Kisah-kisah menakjubkan yang bergulir di roda sejarah. Tentang kehendak atau langkah mula-mula untuk menciptakan peristiwa besar yang akhirnya terpatri dalam lembar waktu. Seperti mengamini kata para ahli hikmah dan ahli sejarah; bahwa dalam setiap masa, selalu ada kisahnya. Dan dalam setiap kisah, selalu saja ada pahlawannya. Dan bahwa dalam kemunculan para pahlawan, selalu saja para pemuda pemberani yang menjadi pemantiknya”, kata Pendamping Sang Deklarator.

“Semoga saja, perjumpaan di rumah Sang Deklarator malam ini, menjadi batu penanda lahirnya gelombang kepahlawanan baru di negeri ini”, kata Sang Pendamping dengan semangat dan senyum pada yang hadir. Bagi mereka, mereka menyebut mereka generasi baru, sebagai gelombang kepahlawanan baru, bagi mereka, momentum Ramadhan ini, seperti menemukan tempat singgah raksasa untuk merenungi, melakukan kontemplasi atas tubuh diri, dakwah dan umat; lalu melesat tinggi menjadi ribuan kerlip lintang di ufuk khatulistiwa.

Mereka memulai lagi perbincangan saat setelah menunaikan sholat tarawih, Sang Deklarator membuka dengan menjelaskan ulang tentang niat awal mereka berkumpul di rumahnya. Tentang menangkap kegelisahan kolektif atas peristiwa-peristiwa. Tentang obsesi dan optimisme yang ingin dibagi diantara hadirin.

Mungkin ada yang absurd. Seperti yang terurai dari kata salah seorang yang dianggap mewakili tempat kita bernaung, bercerita bahwa di Maluku Utara, sudah ada 50 orang anggota kumpulan yang diberhentikan dari halaqoh (pengajian) karena menghadiri Deklarasi Alumni. Bahkan mantan Ketua kumpulan di Maluku Utara ikut diberhentikan karena rumahnya dijadikan tempat panitia mempersiapkan deklarasi.

“Memang represi dan tekanan bagi anggota Organisasi Kepemudaan itu dan alumninya yang pro deklarator, terjadi dimana-mana secara massif”, kata Sang Pendamping.

“Organisasi Kepemudaan ini sebagai organisasi sudah dianggap sebagai properti yang dikuasai secara utuh dimana aktivisnya bisa “digunakan” sesuai keinginan pada waktu-waktu tertentu dan kebijakannya sering diatur secara kaku, sesuai kepentingan pada saat itu”, masih kata Sang Pendamping.

“Organisasi Kepemudaan itu tidak lagi dipandang sebagai organisasi yang merdeka dan bebas yang harusnya jangkauannya bisa melampaui sekedar wajah dari kumpulan dalam bentuk partai, karena Organisasi Kepemudaan itu, bisa merangkul banyak anak muda dari berbagai latar belakang. Begitu juga dengan output kader yang dihasilkan. Tidak boleh lagi dianggap sebagai properti dari wajah kumpulan yang dalam bentuk partai, ya partai tertentu, karena faktanya, Organisasi Kepemudaan ini memang menyatakan diri independen dalam kredonya; yang berarti, kadernya bisa berdiaspora ke berbagai bidang dan partai politik”, kata Sang Pendamping masih dalam perbincangan mereka.

Kemudian Sang Ketua Ketiga diberikan kesempatan dalam perbincangan ini. Selama berbelas tahun, Sang Ketua Ketiga sudah menganggap Sang Deklarator sebagai abang dan mentor yang mengajari banyak hal terkait dakwah, aktivisme dan gerakan. Dalam setiap komunikasi antara keduanya, tersirat sinyal ta’dzim dari seorang adik kepada kakaknya.

Pun malam itu. Sang Ketua Ketiga mulai bercerita tentang pengalaman dirinya ketika menghadapi Muktamar Luar Biasa (MLB) yang berujung pelengseran dirinya di Bandung. Kemudian saat itu Sang Deklarator berkata padanya, “Kita ini masih muda. Masih panjang perjalanan kita. Tidak usah cemas dengan peristiwa yang terjadi. Dakwah masih membutuhkan peran-peran kita. Hadapi masalah di Bandung dengan biasa-biasa saja”.

Sang Deklarator menguatkan Sang Ketua Ketiga. Hingga Sang Ketua Ketiga bisa melangkah sejauh ini, salah satu muasalnya karena ada seniornya yang mendampinginya. Lalu kata Sang Ketua Ketiga, “Rasa-rasanya, malam ini, saya ingin menasihati beliau dengan bahasa yang sama”. Mereka dalam perbincangan itu tertawa dibuatnya.

Lalu Sang Ketua Ketiga melanjutkan ceritanya. Niat kita saat berkumpul di rumah Sang Deklarator karena disatukan oleh ide. Ini bukan soal pribadi Sang Deklarator. Kita mempersonifikasikan ide transformasi generasi dan kebangkitan generasi baru Indonesia itu pada sosoknya saja. Kita tidak melakukan personalisasi. Kita tidak melakukan glorifikasi pada sosok Sang Deklarator. Dengan ide yang kita kuatkan bersama-sama dan menyerahkan ide pada Sang Deklarator sebagai juru bicara, maka ide itu akan berkembang dan menguat karena mengalami dialektika yang terus-menerus.

Sang Ketua Ketiga masih berkata, “Mungkin saja kita tidak dikenal dalam gelombang gerakan yang mengusung narasi transformasi generasi ini. Kita mungkin hanya menjadi bagian yang tak diperhatikan oleh siapapun. Tapi kontribusi kita harus kita yakini; tercatat sebagai kebaikan nan mulia dalam lembar catatan Allah”. Tanpa sadar kedua faksi memang menggunakan kata-kata dalam agama, atau mungkin “agama” sebagai propaganda wacana pada pengagumnya.

Kemudian ada dari kalangan muda berkata, “Dengan dipecatnya Sang Deklarator, maka ada tokoh yang selama ini menjadi simbol yang akan membawa kaum muda progresif dalam dakwah ini ke titik yang lebih maju. Sosok Sang Deklarator bisa membawa gerbong kaum muda dan menyadarkan yang lain; bahwa ada yang salah dengan gerakan dakwah sekarang ini”. Rata-rata kalangan muda yang hadir disitu seperti Mirgah, pengagum Sang Deklarator. Said tetap pada pilihan teguh pada kumpulan. Dawam dan Usamah melihat ruang lain sebagai tempat penggalian potensi dalam gerakan bukan sekedar perdebatan internal yang cenderung membosankan.

Masih dalam perbincangan, kemudian Sang Deklarator kembali berkata, “Maka kita memerlukan jeda keheningan yang baik untuk mendengarkan suara semesta. Dan hari ini kita menyimpulkan bahwa gerakan apapun, termasuk gerakan Islam yang cenderung strukturalis itu menemukan dirinya seolah menjadi tidak relevan melawan dinamika ide. Dan kebangkitan gerakan Islam hari ini lebih menguat dalam bentuk ide yang tak terikat oleh simbol dan struktur kelembagaan organisasi. Di sini lahir harapan karena kesadaran tentang kebangkitan itu akhirnya menjadi milik semua orang”.

“Ada semacam tuntutan masuk akal dari zaman ini agar sejarah masa lampau dan seluruh peristiwa yang terjadi terus menerus dibaca oleh kita. Ianya menjadi tanda dari sebuah firasat zaman atau bahan perenungan para intelektual untuk mengukur peristiwa apa yang akan terjadi di depan kita. Demikian juga dengan sejarah atau rekam jejak dan peristiwa yang terkait dengan gerakan Islam di dunia dari berbagai masa”

Perbincangan itu makin jauh, kemudian Seorang Pria Berkacamata berkata, “Bahwa dunia saat ini sedang dilanda kegalauan. Pasca Arab Spring, konstelasi dan perjalanan dakwah semakin tak menentu. Di satu sisi, ada sekelompok orang dalam dakwah yang lebih senang dengan eksklusifitas dan memperjuangkan kebenaran secara kaku. Pun ketika berkuasa. Lalu dakwah mendapatkan masalah-masalah berat sebagai buahnya. Di sisi yang lain ada kelompok anak muda progresif yang ingin dakwah melangkah melampaui seluruh permasalahan dalam tubuh dakwah itu sendiri dan ingin menjadi unsur perekat utama dari dunia. Semuanya bebas melakukan eksplorasi dan mengembangkan idenya”

“Akibat situasi yang berkembang sekarang ini, di Mesir sendiri, dakwah terpecah menjadi 4 organisasi. Yordania terbelah menjadi 3 organisasi. Di Aljazair terpecah menjadi 3 organisasi. Dan semua yang terbelah itu tetap dianggap sebagai representasi dakwah. Karena memang gejala yang berkembang saat ini; semua orang yang peduli pada dakwah dan kebangkitan boleh menganggap dirinya sebagai representasi dari dakwah. Tidak boleh ada salah satu pihak yang mengklaim sebagai organisasi dakwah dan yang lainnya sebagai bukan dakwah”, Pria yang berbicara ini adalah orang penting dalam kumpulan, sebelum ia memilih keluar.

“Bukan hanya dalam rangka menyatukan Organisasi Kepemudaan ini, alumninya, dan Para Pengagum Sang Deklarator. Tapi melangkahlah melampaui itu. Kita satukan seluruh elemen bangsa. Ini modal besar. Tulang punggung persatuan itu adalah kita semua”.

“Sekarang ijtihad gerakan dakwah lebih opsional. Tidak bisa diklaim oleh kelompok dan organisasi tertentu. Semoga forum ini menjadi cikal bakal satu gerakan besar. Karena memang forum ini telah menghasilkan kegelisahan. Biarlah itu menjalar dan menyebar. Karena dalam sejarahnya, kegelisahan itulah yang menciptakan revolusi dan perubahan”

“Kalau mau membuat organisasi yang bisa menjadi payung pluralitas dan keragaman anak muda Indonesia sekaligus menjadi jembatan kebangkitan dan transformasi generasi, maka sebagaimana perusahaan yang baru, lakukanlah langkah-langkah modern dan profesional. Ukur sumber dayanya, lakukan survei dan perhitungan yang matang. Buat gagasan yang lebih menarik dan bisa diterima oleh akal sehat orang lain. Buatlah jejaring yang merepresentasikan pluralitas dan keragaman sebagaimana niat itu bermula. Sekarang anak-anak muda memimpin perubahan di dunia. Termasuk di Tunisia dan Turki”. Perbincangan mereka pada malam itu, selesai.

Posting Komentar

0 Komentar