Serpihan Kenangan Gerakan

 

Serial Novel Serpihan Identitas

M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)


Serpihan Kenangan Gerakan

6


Keterangan Gambar : hernasiki dot wordpress dot com
 


Sebuah kamar berukuran kecil dengan sebuah kasur melantai, di pinggir sana ada sebuah kas pakaian kecil, dan di pinggir sana juga ada beberapa susunan tumpukkan buku. Ada seorang pria muda duduk membaca sebuah buku, buku yang dipegangnya adalah “Apa Komitmen Saya Kepada Islam” karya DR. Fatih Yakan. Handphonenya berbunyi, sebuah pesan masuk.

            “Assalamualaikum, antum dimana?”

            “Waalaikumsalam. Di rumah akh, ada apa?”, balas Usamah kepada sms Said

            “Antum ke sekret, ana dan Dawam menunggu. Kita ikut settingan aksi di sekretariat teman-teman LMND, di Ngade”, sms masuk dari Said.

            Berselang itu Usamah ke sekretariat yang terletak di Kelurahan Stadion. Disana sudah ada Said dan Dawam. Yusuf juga yang sedang asyik tilawah. Usamah menegur dan Yusuf lihat sejenak, tersenyum, dan kembali melanjutkan tilawahnya. Said adalah Sekretaris Organisasi Kepemudaan Muslim ini dan Yusuf aktif Departemen Kaderisasi. Mirgah dan Dawamaktif di Departemen Kebijakan Publik. Usamah aktif sebagai Pengurus Departemen Kehumasan.

            Said dan Dawam yang juga sedang tilawah. MelihatUsamah dan menanyakan “Bagaimana kabar akh?”

            “Alhamdulillah sehat akh, antum? Bagaimana rencana settingan aksi?”, tanya Usamah

            “Alhamdulillah sehat akh”, jawab Said

            “Alhamdulillah sehat juga bro”, jawab Dawam

            “Sekarang settingan aksinya, sekarang juga kita kesana”, Said bersiap-siap untuk berangkat. Mengajak Dawam dan Usamah.

            Mereka sampai di Ngade, turun di jalan dan jalan kaki turun ke bawah dekat Danau Ngade, disitu ada rumah kecil dan kumuh, di sekitarnya banyak pohon, banyak juga pohon pala. Ada beberapa pemuda mengisap rokor kretek, diambil tembakaunya, dililit kemudian dibakar dan diisap. Mereka adalah beberapa aktivis dari LMND, SMI, dan Gamhas, ada juga kader-kader mereka yang masuk dalam organisasi intrakampus dan diikutkan dalam settingan aksi dan tetap mengatasnamakan organisasi intrakampus seperti BEM Fakultas Hukum, BEM Fakultas Ekonomi, BEM Fakultas Sosial Politik. Dan beberapa organisasi lain tergabung dalam aliansi yang akan rencana dibentuk ini.

“Bagaimana kabar kawan-kawan?”, sambut seorang teman berambut gondrong, mengisap rokok dan segelas kopi, gelasnya gelas plastik. Kopi yang hanya berada dalam satu teko diminum bersama-sama dengan satu gelas plastik.

“Kopi kawan?”, seorang dari mereka menawarkan ketika Usamah, Said, dan Dawam duduk jongkok bersama mereka dibawah pohon pala tepat di depan rumah kumuh dan kecil itu. Ya, rumah kumuh dan kecil itu sekretariat mereka, tak ada listrik kelihatannya. Kopi yang diberikan pun hanya seperempat dari gelas.

“Kita tunggu dulu kawan-kawan yang lain”, kata seorang teman dari mereka. Seorang aktivis LMND. Mereka berbincang-bincang tentang Karl Marx, Lenin, Stalin, Aidit, Soekarno dan Komunis. Ada dari mereka yang menggunakan baju berbintang merah dengan gambar dalam bintang ada gambar kepalan tangan.

Tak lama berselang mereka memulai rapat, rapat dipimpin oleh seorang aktivis LMND. Membahas tentang tema aksi, isu utama, isu turunan, dan perangkat aksi. Isu utamanya adalah “Menolak Kenaikan BBM, Laksanakan UUD Pasal 33”.

“Bagaimana kawan-kawan setuju?”, selanjutnya kita membahas isu turunannya. “Isu turunannya, diantaranya, tolak kenaikan BBM, tolak liberalisasi Jokowi-JK, tolak neoliberalisme,turunkan harga sembako, revitalisasi aset-aset nasional, wujudkan pemerintahan yang pro rakyat, naikkan harga komoditi cengkeh dan pala, laksanakan pasal 33 UUD”

“Koordinator lapangan dikembalikan pada perwakilan-perwakilan OKP”, saran dari salah seorang aktivis SMI.

“Boleh, bagaimana kawan-kawan yang lain?”, moderator memberi tanggapan kepada teman-teman rapat.

“Kami dari organisasi kepemudaan Muslim, juga setuju dengan itu”

“Sekarang kita lanjut menetapkan yang lain, rute aksi dan perangkat aksi”

“Tempat aksi akan dimulai dari Lapangan Salero sebagai tempat berkumpul. Lanjut Orasi di RRI Cabang Ternate. Menuju Kantor Walikota dan berkumpul dengan massa aksi lain di Gedung DPRD Kota Ternate Kalumata”, saran dari Dawam kepada moderator.

“Bagaimana kawan-kawan yang lain?”

“Oke. Rute aksinya demikian”

“Koordinator lapangan dikembalikan pada perwakilan OKP”. Said menjadi salah satu diantaranya.

“Moderator orator diberikan kepada kawan dari SMI dan Kumpulan Kepemudaan Muslim ini”. Dawam bertanggung jawab atas ini.

“Yang menangani publikasi dan pamflet, kehumasan, teman-teman dari BEM dan LMND”

“Yang akan menjadi kronologi, teman-teman dari Kumpulan Kepemudaan Muslim ini”. Usamah menjadi Kronologi.

“Negosiator, dikembalikan pada perwakilan OKP”

“Kurir, diberikan kepada kawan LMND”.

“Orator diberikan kepada semua perwakilan OKP”

Setelah berkesepakatan demikian. Rapat untuk aksi ditutup. Semua membubarkan diri masing-masing.

#

            Aksi dimulai semua berkumpul di Lapangan Salero. Semua dengan spanduk, bendera OKP masing-masing. Ada Kumpulan Kepemudaan Muslim, SMI, LMND, Pembebasan, Perempuan Mahardika, Gamhas dan lainnya. Teman-teman BEM dan Samurai sebagian berada dari bawah dan terhalang oleh aparat di Ngade.

            “Kawan-kawan rapatkan barisan”, sambut moderator orator

            “Hari ini kita akan aksi Menolak Kenaikan BBM, Laksanakan Pasal 33”

Massa berkumpul, memanjangkan spanduk, mengibarkan bendera. Berjalan menuju RRI Cabang Ternate. “Hati-hati kawan-kawan, kenali kawan-kawan masing-masing. Awas ada penyusupan”

Orasi-orasi dari para orator berjalan. Usamah masih tetap mencatat setiap kejadian dalam aksi. Said dan teman-teman Organisasi Kepemudaan Muslim cukup banyak yang hadir. Gelombang penolakan atas rencana pemerintah menaikkan BBM semakin meningkat.

Menaikkan harga BBM ketika berkuasa, merupakan buah dari sistem ekonomi dan politik yang menghamba kepada kepentingan Imperialisme. Dominasi asing terhadap sumber-sumber ekonomi sangat nampak dalam sektor pertambangan. Sekitar 90% lapangan migas di Indonesia dikuasai dan diekspolitasi oleh pihak korporasi asing, sedangkan keuntungan migas pemerintah hasil bagi hasil dengan pihak asing tidak diarahkan kepada kepentingan dalam negeri, akan tetapi diekspor kepada negara-negara maju alam bentuk minyak mentah. Situasi ini menyebabkan pemerintah harus terus menerus mengimpor BBM darinegara-negara lain. Sebagai contoh, Indonesia adalah penghasil gasterbesar di dunia,akan tetapi hanya 20% yang dipasok untuk kebutuhan dalam negeri, akibatnya industri dalam negeri bangkrut karena tidak adanya pasokan gas. Jalan keluar mengatasi krisis energi dan APBN saat ini adalah nasionalisasi Industri pertambangan dan penghapusan utang luar negeri”, orasi dari salah satu teman SMI.

“Seharusnya pemerintah memperbaiki mekanisme distribusi BBM agar tepat sasaran. Pemerintah seharusnya menaikkan harga pajak kendaraan pribadi roda empat. Pajak itu bisa menjadi tambahan pemasukan negara dan dapat dipakai untuk menutupi defisit APBN”

“Sekitar 85-90% ladang minyak kita dikuasai perusahaan asing, 90% produksi gas kita dikuasai oleh 6 perusahaan asing, dan sekitar 70% produksi batubara kita dikuasai asing”

“Ini adalah bentuk protes atas kebijakan pemerintah yang justru menyengsarakan rakyat,” orasi teman LMND di depan RRI sambil naik di atas pagar di depannya.

Massa aksi kembali berjalan menuju depan kantor Walikota Ternate. Sembari orasi tetap berjalan. Dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan seruan.

            “Kenaikan harga BBM adalah buah kebijakan energi pemerintah, termasuk di sektor migas, yang berbau kolonialistik. Penggunaan energi bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk melayani korporasi asing”

"Kami menolak kenaikan harga BBM yang sangat menyengsarakan rakyat. Mulai dari harga barang, harga angkot, harga sembako dan lainnya juga ikut naik karena kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM. Kami meminta pemerintah Kota agar mengatasi ini. Siap menangani masalah ini. Mengontrol kenaikan harga angkut dan bensin. Menaikan harga komoditi cengkeh dan pala sebagai penghasilan utama rakyat Maluku Utara”, tandas Said dalam orasinya di depan kantor Walikota.

Suasana riuh, kadang moderator orator meminta mengepalkan tangan kiri. Kadang ada takbir dari organisasi kepemudaan Islam.

Rezim Jokowi-JK pada masa awal kepemimpinannya langsung mewacanakan kenaikan harga BBM dengan dalih; pertama, bahwa anggaran negara kita (APBN) akan tidak mencukupi jika terus memberi subsidi BBM kepada rakyat; kedua, subsidi BBM lebih dinikmati oleh kelompok ekonomi menengah keatas; ketiga, akan lebih baik kalau subsidi BBM dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif. Namun menurut kami kenaikan harga BBM ini merupakan agenda neoliberal dimana penentuan harga BBM tidak lagi ditangan negara tetepi akan diserahkan pada mekanisme pasar. Sedangkan pada kenyataannya kenaikan harga BBM akan membuat kenaikan-kenaikan harga bahan-bahan pokok yang lainya dan tentunya semakin memperburuk kemampuan daya beli rakyat, dimana ketika pekerjaan sulit didapatkan, upah sangat kecil, sehingga rakyat akan semakin menderita”,orasi Mirgah saat diberikan kesempatan berorasi.

“Harga BBM di Indonesia selalu naik mengikuti harga dunia karena mayoritas Perusahaan Minyak dan Gas di Indonesia, dikuasai oleh Modal Asing (Pemilik Industri Minyak Dunia) sehingga hasil dari minyak Indonesia, lebih diutamakan untuk di jual ke pasar Internasional, dan jikapun harus dijual di Indonesia, maka harganya sama dengan harga BBM Internasional itu (yang ditentukan oleh mereka juga)”,orasi kembali dari salah seorang aktivis Pembebasan. Orasi-orasi kembali berlanjut. Beberapa teman Kumpulan Kepemudaan Muslim ini, Said, Mirgah, Dawam, Usamah, Yusuf, dan teman-teman lain izin sholat dhuhur. Mengingat telah masuk waktu sholat.

“Pemerintah harus mengingat bahwa ketergantungan masyarakat akan kebutuhan BBM masih tinggi terutama terhadap Premium dan Solar. Jika belum mampu melakukan konversi yang baik terhadap solusi kebutuhan BBM masyarakat, menaikkan harga BBM merupakan bentuk perampasan kesejahteraan rakyat”, orasi masih terus berlanjut. Massa aksi kembali berjalan, dikawal oleh para aparat. Dan terlihat beberapa intel di sekitarnya.

Massa berjalan menuju ke gedung DPRD. Mendengar info dari spionase, bahwa massa aksi dari bagian bawah masih tertahan di Ngade oleh para aparat polisi. Tak bisa menuju gedung DPRD Kota Ternate.

Bukan menjadi problem baru, ketika harga BBM naik bukan hanya berdampak kepada kebutuhan transportasi saja, Kenaikan harga BBM maka akan diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok dan barang kehidupan sehari-hari masyarakat. Yang artinya, imbas dari kenaikan harga BBM adalah membuat mahalnya barang kebutuhan dan tentu saja menurunkan daya beli masyarakat. Jika pemerintah siap menaikkan harga BBM, harusnya juga siap menanggulangi dampak yang terjadi jika harga BBM dinaikkan, sudah siap dengan infrastruktur pendukung transportasi umum yang membantu masyarakat, sudah siap untuk menjaga daya beli masyarakat terhadap kebutuhan tetap terjaga”

“Namun, kami menilai pemerintah belum siap menghadapi dampak tersebut. Untuk menanggulangi keresahan rakyat, pemerintah mengeluarkan Kartu Keluarga Sejahtera untuk menjaga daya beli masyarakat kurang mampu. Namun program ini baru dapat menjangkau 430.000 KK dengan uang Rp.200.000,-/KK/Bulan sedangkan jumlah masyarakat miskin berjumlah 28 juta orang, Sehingga tidak akan mampu menanggulangi dampak turunnya daya beli masyarakat sebagai imbas kenaikan harga BBM. Lantas, bagaimana nasib sebagian besar masyarakat korban kenaikan harga BBM?”

Setiba massa aksi di sekitaran gedung DPRD, beberapa perwakilan OKP meminta kepada DPRD untuk hearing terbuka. Aparat keamanan masih bergegas berjaga meminta massa aksi untuk tetap menjaga jarak dengan gedung DPRD. Waktu juga lama, orasi bergantian, keamanan dari massa aksi menjaga para massa aksi. Perwakilan OKP masih meminta hearing terbuka dari pihak aparat untuk ke DPRD. Beberapa wartawan masih meliput. Beberapa intel masih berjaga-jaga, ada yang berpenampilan kausal, ada yang gondrong, ada yang berpura-pura jadi wartawan, ada yang berpenampilan seperti mahasiswa.

Berselang beberapa waktu, matahari yang makin terasa panas, waktu kurang lebih telah menunjukkan pukul 3, para massa aksi masih terus semangat, kadang ada yang duduk di seberang jalan. Akhirnya DPRD Kota bersedia hearing, dari beberapa fraksi, PKS, PKB, dan PDIP. Perwakilan OKP membaca rilis, “Kami menolak kenaikan BBM, menolak liberalisasi Jokowi-JK, tolak neoliberalisme, turunkan harga sembako, revitalisasi aset-aset nasional, wujudkan pemerintahan yang pro rakyat, naikkan harga komoditi cengkeh dan pala, laksanakan pasal 33 UUD 1945”.

Salah seorang dari para perwakilan DPRD, “Memang masalah kenaikan BBM ini kebijakan pusat. Kami tidak bisa seutuhnya menolak. Tapi bila persiapan untuk mengantisipasi kebijakan tersebut di daerah. Kami akan memanggil pemerintah Kota”.

Usamah masih terus mencatat sebagai catatan dalam kronologi aksi. Usamah berdiri di barisan para wartawan.

“Kami akan menanyakan beberapa hal terkait kebijakan ini melalui partai kami. Sebagai partai pengusung pada kepemimpinan partai di pusat”, tambahan dari perwakilan DPRD.

Usamah di barisan para wartawan, masih mencatat dan mencatat. Said bersama perwakilan Ketua OKP. Mirgah di seberang jalan bersama Yusuf. Dawam dan beberapa teman-teman Organisasi Kepemudaan Muslim masih di barisan massa aksi. Said meminta kepada teman-teman Organisasi Kepemudaan Muslim ini untuk rehat sejenak melakukan sholat Ashar karena sudah masuk waktu ashar. Said menyampaikan kepada perwakilan OKP lain untuk mohon izin keluar dari barisan, sholat ashar. Para perwakilan OKP, meminta kepada massa aksi masing-masing OKP untuk tetap tenang agar kesepakatan hearing bisa terjalin dengan baik.

“Bruk........”, lemparan batu melayang di antara perwakilan OKP dan perwakilan DPRD. Sekitar beberapa kali lemparan batu itu. Suasana menjadi kacau, chaos, riuh. Para aparat dan intel mengejar massa aksi. Semua berlarian. Ada yang tertangkap, ada yang lari. Sebagian aparat mengamankan anggota DPRD. Sebagian perwakilan OKP langsung ditahan.

Diduga intel-lah yang sengaja melempar batu. Sehingga suasana menjadi chaos, rusuh. Usamah berjalan santai bersama wartawan lain. Usamah masih diduga wartawan bukan massa aksi. Berjalan santai menuju masjid. Diseberang jalan Usamah melihat seorang aktivis SMI ditangkap, “Pak, bukan saya yang lempar pak”.

“Brukkk, pukulan masuk di muka, di perut, dan di punggung kawan ini”.

“Bukan saya pak, bukan saya yang lempar”

Usamah hanya bergegas berjalan. Aksi berjalan seperti itu. Beberapa waktu kemudian diketahui ada aparat yang dikeroyok mahasiswa ketika mengejar mahasiswa, aparat itu sendirian, jatuh dan dipukuli bersama oleh mahasiswa. Dan karena hal itu ada beberapa mahasiswa sebagai massa aksi yang juga ditahan.

Said mengecek teman-temannya. Semua masih ada setelah selesai sholat. Di luar masih ada intel. Dan ternyata mereka dikepung. Ditanya-tanya, dan kemudian dilepaskan.

 

#

Suasana begitu riuh, kadang mencekam, disamping begitu banyak orang-orang yang menegaskan diri sebagai keamanan negara, memegang senjata, para aparatur keamanan negara. Tahun 1998, para pemuda itu menuntut reformasi. Mereka yang berjuang dengan jiwa mereka, untuk membela kebenaran, keadilan dan demokrasi. Mereka yang bersenjatakan spanduk, poster dan megafon.

Di tengah suasana riuh itu, terdengar suara yang keluar dari mikrofon, “Sumpah Mahasiswa Indonesia. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Bertanah Air Satu, tanah air tanpa penindasan. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Berbangsa Satu, bangsa yang menegakkan keadilan. Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah Berbahasa Satu, bahasa tanpa kebohongan”, teriak pria dengan berbaju coklat, menggunakan slayer, berambut gondrong.

“Hidup rakyat, hidup rakyat, hidup rakyat”

Pada 1998 Indonesia mengalami pukulan terberat krisis ekonomi yang menerpa Asia Timur. Meningkatnya inflasi dan pengangguran. Menciptakan penderitaan dimana-mana. Ketidakpuasaan terhadap pemerintah yang lamban dan korupsi yang marajalela. April 1998, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden Indonesia. Terjadi demonstrasi besar-besaran dimana-mana. Mereka menuntut pemilu ulang.

“Sejumlah petani yang menjalani program makan belalang di desa Kesumodadi, Kecamatan Gunungsugih, Kabupaten Lampung Tengah malah mencret-mencret. Program tersebut yang bermula dari imbauan Gubernur Lampung, yang dicanangkan pada 7 Mei 1998 di desa itu sebagai upaya untuk menghadapi krisis ekonomi yang belum juga selesai. Sejak saat itu petani setempat sering mengeluhkan program itu. Menurut mereka usai menyantap hama belalang yang menghabiskan tanaman mereka, banyak penduduk setempat yang terserang alergi dan mencret-mencret”

Berita-berita seperti itu mewarnai liputan pers Indonesia dari hari ke hari.  Yang menyedihkan adalah bahwa situasi yang memperihatinkan ini terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia sebagai dampak dari krisis yang terjadi sejak bulan Juli 1997. Memang, pada bulan tersebut Indonesia dilanda krisis moneter, dimana kurs rupiah merosot tajam terhadap dollar Amerika.

Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar ini ternyata memiliki dampak yang cukup serius terhadap kinerja perekonomian Orde Baru. Disamping membuat nilai hutang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta meningkat, depresiasi nilai rupiah terhadap mata uang Amerika juga mengakibatkan membengkaknya biaya impor.

Akibatnya stabilitas organisasi dalam industri pun terganggu, kecuali bagi industri-industri bermodal kuat atau perusahaan-perusahaan multinasional yang relatif masih dapat mempertahankan stabilitas organisasinya. Terjadinya PHK massal sering kali tidak dapat dihindarkan lagi karena restrukturisasi menjadi keharusan agar industri-industri tersebut bisa tetap bertahan di masa krisis. Terjadinya PHK massal ini sudah tentu pula dapat menyebabkan terjadinya keresahan sosial.

Krisis moneter ini kemudian terus mengalir dan menjadi krisis ekonomi yang serius. Jumlah rakyat di bawah garis kemiskinan tiba-tiba meningkat drastis di Indonesia. Sampai dengan tiga bulan pertama tahun 1998 tercatat 80 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan, sementara sebelum krisis terjadi jumlahnya hanya sekitar 20 juta orang. Ada prediksi bahwa sampai akhir tahun 1998 akan ada sekitar 20 juta orang lagi yang akan jatuh miskin. Demikian pula pada pendapatan per kapita. Jika sebelumnya krisis pendapatan per kapita Indonesia berkisar 1.000 US Dollar, maka pada akhir tahun 1998 merosot tajam mencapai sekitar angka 400 US Dollar. Ini berarti posisi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah akan merosot menjadi negara berpenghasilan rendah. Status Indonesia sebagai negara berkembang dengan singkat berubah menjadi negara miskin.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ini diperparah dengan terjadinya kemarau panjang yang memprihatinkan. Sawah-ladang banyak yang kekeringan sementara hutan-hutan banyak yang terbakar. Di Irian Jaya sekitar 90.000 orang kelaparan, tak mampu lagi memperoleh makanan dan sebanyak 500 orang tewas karena kelaparan. Banyak pengamat sosial yang khawatir jika krisis ekonomi ini tidak juga cepat selesai akan dapat menyebabkan terjadinya lost generation.

Banyak sekali mahasiswa, ada jalan kaki, long march, ada yang naik bus untuk berkumpul di tempat demonstrasi. Bus-bus penuh dengan para demonstrasi.

Disana terlihat para angkatan senjata menembak ke berbagai arah demonstrasi. Semua berlarian tanpa arah, kacau. Yang ada hanya lari. Ada sebagian yang terjatuh. Terlihat juga ada seorang laki-laki yang jatuh, dibiarkan begitu saja. Angkatan bersenjata berjalan, terus berjalan menuju ke arah demonstrasi. Para demonstran diminta membubarkan diri.

Kembali lagi terdengar suara dari megafon, “Niat kami baik, menyampaikan aspirasi”.

Semula demonstrasi diselenggarakan di kampus sesuai anjuran para aparat untuk tidak turun ke jalan. Namun mahasiswa jengkel pengekangan. Dan memaksa mereka untuk berdemonstrasi di jalan, di gedung MPR.

Mereka dalam riuh, berkata “Turun Soeharto, turun Soeharto, turun Soeharto sekarang juga”

Kembali gelombang mahasiswa menempati gedung DPR MPR, suasana mahasiswa terlihat begitu banyak dengan berbagai jas almamater. Berbagai spanduk, poster, bertuliskan, “Soeharto harus turun”

“Kami ingin menyadarkan rakyat, bahwa kami menolak pemilu”, kata seorang perempuan dengan slayer di kepala.

“Pemilu itu cacat moral, cacat hukum, cacat politik”

Dijalan mereka berteriak “Revolusi, Revolusi, Revolusi. Revolusi sampai mati”

“Rakyat pasti menang, pasti menang, pasti menang”

Sembari lagu khas dalam aksi dinyanyikan, “Disini negeri kami, tempat padi terhempas. Samuderanya kaya raya. Di negeri permai ini, berjuta rakyat masih melunta, anak kurus tak sekolah. Pemuda desa tak kerja. Mereka dirampas haknya. Tergusur dan lapar. Bunda relakan darah juang kami. Untuk membebaskan rakyat”

Sejak Februari 1998, kehidupan kampus di seluruh negeri mendadak lebih bergairah dan lebih semarak. Spanduk dan baliho warna warni berjuntai-juntai memenuhi berbagai tempat strategis di pelataran masing-masing kampus. Inilah rangkaian aksi demonstrasi gerakan mahasiswa terbesar sepanjang sejarah orde baru, menuntut penurunan harga sembako, reformasi ekonomi, politik, hukum, dan moral. Tak lepas mahasiswa mengecam keras praktek monopoli, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sudah begitu parah.

            Di seberang tempat yang lain, di Malang tepatnya, di Universitas Muhammadiyah Malang. Para mahasiswa berkumpul, hampir 200-an mahasiswa. “Mereka yang merupakan suatu kelompok masyarakat yang sadar dan tersadarkan. Suatu kelompok masyarakat yang sesungguhnya memiliki peran sangat penting dalam dinamika sosial suatu masyarakat”.

            “Kemunculan peranan suatu kelompok masyarakat ini dalam kehidupan sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena khas abad 20. Mahasiswa disebabkan oleh beberapa kualitasnya yang spesifik, tampil sebagai suatu lapisan masyarakat yang vokal, berorientasi ke depan sehingga menjadi idealis”.

            Mahasiswa-mahasiswa yang berkumpul di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, mereka yang menggabungkan masjid dan gerakan. Gerakan perlawanan dari masjid kampus. Meletakkan dasar teologis yang kuat bagi perkembangan masjid sebagai sebuah kekuatan otonom yang menghimpun potensi progresif unsur-unsur perubahan dalam masyarakat Islam. Sebagai pusat pembangunan kesadaran, masjid direvitalisasi dan diperhadapkan secara langsung dengan kenyataan-kenyataan praktis, sebagai pusat aktivitas dan penggerak aktivis ummat.

            Tekanan yang dilakukan penguasa justru mendorong lahirnya format baru gerakan di dalam tubuh mahasiswa. Jika kampus sudah tidak lagi memberi ruang aman dan lapang bagi tumbuhnya idealisme, maka arena di luar kampus memberi tempat yang luas bagi tumbuhnya idealisme itu. Tahun 1980-an adalah masa-masa dimana para aktivis gerakan mahasiswa mulai membangun format gerakan yang berbasis luas di tengah masyarakat sekaligus secara politik lebih aman untuk memelihara situasi kondusif bagi uasaha untuk membentuk gerakan mahasiswa yang lebih solid. Bentuk-bentuk forum non formal menjadi pilihan dikarenakan sifatnya yang fleksibel dan tidak mudah disentuh tangan-tangan penguasa. Pada tahun 1980-an ini pula, para aktivis Islam juga mulai membangun kekuatan gerakannya dengan masif. Sebagian aktivis mahasiswa lebih memilih untuk bergabung dengan LSM-LSM atau forum-forum non formal dan sebagian lagi, khususnya aktivis Islam memilih untuk membentuk gerakannya di masjid-masjid kampus.

            “Usaha pemerintah untuk mengontrol kampus tampaknya hanya berhasil di permukaan. Tumbuhnya kelompok pemuda Islam yang lebih urban dalam tradisi maupun cara berpikir melahirkan sosok kelompok Islam baru yang lebih kritis dan independen. Iklim akademis sedikit banyak telah memberikan sumbangan besar bagi tumbuhnya kelompok ini. Mereka kaya akan tradisi literasi dan cukup berani untuk membuka cakrawala berpikir baru yang lebih segar bagi gerakan Islam di Indonesia. Terbukti dari meluasnya penerbitan-penerbitan yang menerjemahkan tulisan-tulisan dari para pemikir Islam Timur Tengah maupun Asia Selatan baik itu yang berorientasi modernis maupun yang berorientasi revivalis”.

            Munculnya gagasan pembentukan kesatuan aksi bagi mahasiswa adalah ide spontan yang muncul selama diskusi-diskusi dalam sidang komisi FSLDK Nasional ke X di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang. Perlu dibentuknya kesatuan aksi yang menghimpun mahasiswa Muslim terutama yang bergabung dengan LDK.

            “Terik kering mempermainkan debu dan menghempasnya ke atap dan jendela-jendela. Kemarau makin geram dan seperti akan melampiaskan lukanya akibat kepulan asap dan hutan-hutan terbakar. Sketsa paradoks cerminan hidup dan alam semesta. Kebangkitan menjatuhkan atau kemajuan menggilas. Ya, seperti kerumunan orang menanti dalam antrian panjang pembagian sembako gratis. Dibaliknya ada kecemasan yang titip sangat keluarga di rumah. Atau lebur retrorika membingungkan menjejali perut-perut busuk. Semuanya jadi logis. Dibalik gerbalisme miris dengan seluruh gaya dramatikalnya. Dan disini tak lagi ada air mata. Air mata telah disulap jadi banteng besar yang kapanpun datang di malam gulita. Ah, keadaan ini makin membingungkan dan turut membingungkan. Di wajahnya ada raut cemberut dan senyum histeris seperti kabut, tak teraba. Realitas yang berputar dan pikiran-pikiran tak seimbang. Kelihatannya kebingungan gradual berarti terpojokan, tetapi tidak! Naluri profetik yang satunya hidup sekarang malah kalam oleh ketidakberdayaan dan permainan-permainan membuka. Dan tak satupun argumen yang layak diajukan. Objektivitas sekalipun. Sudah banyak karya-karya yang ditawarkan. Lalu mengambil pena dan mulai menulis. Ada ketidaksinkronan mulai terasa, dunia atas dan dunia bawah satu sama lain tak harmonis. Kemarau-kemarau panjang, pertikaian-pertikaian, kelaparan dan kemarahan alam. Lebih manusiawi dari kemarau, yang ditikai, yang dilalui keadaan alam yang dimarahkan. Sengaja kesamaran dijajah agar wajah asli tak kelihatan. Dunia kita dimetafora. Sama-sama tak ada yang mau menyisahkan. Percikan-percikan yang diteriakan di jalanan. Hanya suara spritual dan orisinil. Apakah akan terus dimainkan simbol dibiarkan kehilangan arti? Sepertinya memang demikian. Nadi menjadi kehilangan denyut. Doa-doa menjadi pukulan cambuk. Irama-irama akan terus diarak. Semakin lama menyusut. Ketika banyak harapan baru, ia menjadi simbol kuat di tiang gantung. Lalu berdiri, oh pidato ku membakar, menjawab lantang keadaan yang makin bobrok, dipalingkan dari alunan suci, serdadu-serdadu menyerbu ke dalam langgar, seakan banyak kemasgulan yang tidak adil”,Usamah mengenang kejadian-kejadian dari fenomena deklarasi.

            Dan di tengah-tengah kumpulan mahasiswa dalam ruangan itu, sang Deklarator, berkata, “Mereka yang tidak lulus sekolah dengan baik, dan yang kondisi track record dalam pembangunan adalah jelek, diangkat menjadi pemimpin kita, agama melarang kita, agama sesungguhnya menekankan kepada kita, janganlah kita biarkan orang-orang yang akan mempermainkan agama kita ini menjadi pemimpin. Kita harus mau mengambil sikap itu. Dan saya kira gelora kampus kita, gelora masjid kampus kita, akan sanggup bertahan dalam pola perjuangan semacam itu”.

            “Baiklah untuk tidak berpanjang kata, saya dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, akan membacakan deklarasi yang kita sebut Deklarasi Malang. Didasari keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda negeri ini dan didorong tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat yang masih terus berlangsung, serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan dan perbaikan, maka kami segenap Mahasiswa Muslim Indonesia yang berkumpul di tempat ini mendeklarasikan lahirnya: Organisasi Kepemudaan Muslim. Selanjutnya, organisasi kepemudaan Muslim ini menempatkan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat dan akan senantiasa berbuat untuk kebaikan bangsa dan rakyat Indonesia. Malang, 29 Maret 1998”, tutup Sang Deklarator.

            Sehari setelah Deklarasi Malang, Sang Deklarator, mengadakan jumpa pers di Masjid Arif Rahman Hakim Jakarta menyampaikan pandangan umum atas persoalan bangsa. Didalamnya dirumuskan butir-butir reformasi ekonomi, politik, hukum, dan perundang-undangan, sosial, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, serta yang paling mendasar reformasi moral.

            Organisasi Kepemudaan Muslim ini menuntut, perekonomian nasional perlu ditata ulang dengan kebijaksanaan dan strategi yang tepat. Proses pembangunan diorientasikan sepenuhnya pada pemberdayaan dan kemakmuran rakyat. Manajemen pembangunan dijalankan oleh pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kumpulan Kepemudaan Muslim ini menuntut perbaikan hubungan antara kepemimpinan nasional dan partisipasi politik rakyat, yang selama ini sangat timpang. Kumpulan Kepemudaan Muslim ini menuntut jaminan kepastian hukum dan perundang-undangan. Sejauh ini, masyarakat gagal memegang hukum untuk menjamin hak-hak asasinya sebagai warga negara. Hukum dan perundang-undangan lebih bergantung kepada kehendak dan persepsi penguasa”, sang Deklarator berbicara.

Kemudian sampailah pada permasalahan paling mendasar dalam pandangan Kumpulan Kepemudaan Muslim ini. Corak religius masih melekat pada diri manusia Indonesia. Seharusnya, ini akan membangunkan kesadaran diri terhadap kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan keburukan”, sang Deklarator menghela napas sejenak, dan usailah penyampaian rilis.

            Sejak itu Kumpulan Kepemudaan Muslim ini mulai melakukan aksi dengan massa aksi yang banyak. Sekretaris Organisasi Kepemudaan Muslim ini, membaca seruan dan rilis organisasi, “Menyaksikan kenyataan-kenyataan itu. Kumpulan Kepemudaan Muslim ini didukung masyarakat yang ada di tempat ini menyatakan sikap sebagai berikut: Kumpulan Kepemudaan Muslim ini sebagai bagian tubuh masyarakat Indonesia, dan khususnya bagian tubuh masyarakat Islam sebagai mayoritas menyerukan mahasiswa dan rakyat agar tetap kritis dan tidak gampang percaya dengan apapun yang dilakukan oleh pemerintah. Sikap kritis ini adalah dalam rangka kita memastikan bahwa mereka para penguasa itu serius mengorbankan apa yang mereka miliki dari harta, tahta, dan nyawanya untuk perbaikan masyarakat”.

“Untuk itu marilah kita bersatu dalam menyikapi persoalan-persoalan bangsa ini”

            “Saya kira sangat jelas kawan-kawan. Saya sepakat dengan anda. Salah satu kunci reformasi di negeri ini kawan-kawan, adalah Soeharto harus turun”. Tepuk tangan riuh membersamai, “Hidup mahasiswa, hidup mahasiswa, hidup mahasiswa”, tepuk tangan masih membersamai, semangat menggelora.

            “Turunkan Soeharto, turunkan Soerhato, turunkan Soerhato”

            Berbagai aksi digencarkan, gelora semangat aksi dikobarkan. Aksi massa yang long march makin marak. Berhadap-hadapan dengan aparat keamanan.

21 Mei 1998, terdengar suara, dari televisi, “Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan dengan pasal 8 UUD 1945.... Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti”, suara dari seorang pria tua yang rambutnya mulai memutih, suaranya tegas namun paruh, kadang sedikit tersendak.

Para mahasiswa yang di gedung DPR berlarian, yang menonton teriak riuh, semua bergembira, riuh senang dalam gembira. Semua meneguhkan kepalan tangan, berteriak dan bernyanyi, “Indonesia merdeka, merdeka. Indonesia bahagia, bahagia. Itulah tujuan kita, Indonesia Merdeka”. Suasana mahasiswa begitu riuh, bersemangat.

Sang deklarator dekat dengan salah satu pimpinan Organisasi Islam Progresif Indonesia, sang Lelaki Tua berambut putih. Dalam salah satu orasi, sang lelaki tua berkata disampingnya ada sang deklarator, disambut dengan teriakan takbir menggema, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, “Hilangnya Soeharto dari peredaran politik itu baru langkah awal. Langkah yang masih jauh sekali, bagaimana Habibi dengan kabinetnya dan kita semua, itu mengatasi problem yang sangat mendesak, yaitu bagaimana menstabilisasi harga-harga sembako, bagaimana menahan laju inflasi agar tidak lepas kendali, bagaimana memperkuat nilai rupiah terhadap dollar itu,  bagaimana menghentikan PHK supaya tidak terjadi pembengakkan pengangguran yang tanpa batas, dan bagaimana juga menghentikan kerusuhan-kerusuhan sosial”, orasinya disambut dengan tepuk tangan riuh, sembari takbir kembali.

Kenangan reformasi 1998 dan munculnya organisasi Kepemudaan Muslim, dikenang oleh Usamah, salah satu kader organisasi Kepemudaan Muslim itu kini. Dan sang deklarator kian menanjak karir politiknya kini, beserta dengan para senior lainnya. Sang lelaki tuapun demikian telah membuat sebuah partai baru.

Usamah mengenang kejadian aksi-aksi reformasi 1998 setelah aksi mereka menolak kenaikan BBM kemarin. Usamah membalikkan dirinya di kasur. Dan berkata lirih, ”Masihkah moral profetik itu diteguhkan mereka?”

“Dan akankah organisasi Kepemudaan Muslim ini masih terus tumbuh dan bertahan?”

“Masihkah akan terus pada rel Dakwah Tauhid, Intelektual Profetik, Sosial Independen, Politik Ekstraparlementer? Masihkah organisasi Kepemudaan Muslim ini teguh pada Moral Profetik?”





Posting Komentar

0 Komentar