Kaido dan Pemerintahan


Kaido dan Pemerintahan
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)


keterangan: wallpaperflare dot com



Dulu saya pernah menulis semacam cerpen gerakan bersifat satir, terasa panjang ya, saya ulangi lagi cerpen gerakan bersifat satir, entahlah, hehehe. Saya menulis cerpen itu untuk keperluan organisasi, ya semacam gerakan sastra dalam organisasi kepemudaan. Organisasi kepemudaan ini gerakan yang serius loh bukan main-main satir semacam mojok dot com, eh. Tapi ada satu kesamaan soal mojok dan organisasi kepemudaan Muslim yang saya ikuti itu, sama-sama oposisi. Ya, oposisi. Sudah deh saya malas menulis kata hehehe sebagai ekspresi tertawa karena keseringan menulis opini serius, hehehe.

Kembali pada cerpen yang saya tulis itu karena merasa bahwa tulisan saya agak satir dan mungkin cocok untuk dikirimkan ke mojok dot com, saya kirimkanlah ke media satir itu. Tapi tahulah walaupun satir, mojok dot com juga selektif dalam menerbitkan tulisan. Ya kan susah orang model kami yang tulisan serius tidak diterbitkan detik dot com atau yang cerpen sekian kali ditolak kompas dot com, sakitnya pula itu tanpa balasan, tanpa balasan di email, sakitnya tuh disini. Jadi ingat tiba-tiba sama sastrawan yang membuat pernyataan terbuka bahwa tentang penulisan cerpen dengan namanya padahal “kelanjutan karya” dari “seorang murid” dari kelas menulis yang dia ampuh. Kan kita yang tidak punya nama jadi tambah sakit, cerpennya ditolak melulu, eh.

Jadi cerpen yang saya tulis sebagai yang saya namakan sastra gerakan dibumbuhi satir nan komedi itu berjudul Lelucon Kerajaan Golojo. Apa hubungannya dengan Kaido dan Buggy? Sebelum menuliskan lebih jauh soal itu saya jadi teringat soal mengapa saya menulis soal ini dan mencoba peruntungan kembali menulis di mojok dot com, ya saya membuka konten Terminal Mojok. Ya, Terminal Mojok sebagai platform untuk jamaahnya, eh segenap insan kreatif yang suka baca mojok. Eh, tapi soal cerpen itu saya pikir mungkin mojok dot com bisa memfasilitasi sastra, iya sastra gerakan, eh sastra satir, atau semacam sastra komedi. Tapi mungkin sudah ada ya semacam ala-ala Pelit Komedi karya-karya Raditya Dika. Atau Cado-Cado, atau Curcol Mahasiswa Bodoh atau Skripshit. Mengenang masa dulu sebelum jadi aktivis eh ah-tipis, yang masih doyan baca Pelit Komedi. Sudah deh biar redaktur mojok yang ganteng yang pikir saja model sastra macam apa yang mereka konsepkan kemudian beri nama sastra mojok, baca sastra di pojokan, eh. Tapi ide soal sastra mojok itu penting, bisa puisi, bisa cerpen, entahlah. Tapi mengapa penting, soalnya kan Kepala Suku Mojok itu disebut sastrawan, eh dulu sastrawan cum ah-tipis asal kata dari aktivis, tapi sekarang sudah ah-gemuk dan mungkin tidak lagi dengungkan pasal 33, gerpolek, eh. Tapi kan Kepala Suku Mojok itu tergolong atau tersebut dalam “Literary Brother”. Mungkin mojok bisa bikin sastra realisme sosialis versi mojok begitu. Rasanya saya juga bingung bagaimana konsepnya, memikirkan dan menuliskan ini sambil menggendong anak memang terasa rumit. Tapi lebih rumit dan keren itu Manifesto Literary Brother, betul-betul keren, “Jika tak ada perahu untuk kami, kami akan belajar membuat rakit, atau cara berenang. Kalau harus tenggelam, kami tenggelam dengan sedikit keangkuhan”. Baca manifesto itu sambil pikir-pikir, sastra realisme sosialis ala mojok, kamu bisa bayang kan? Saya bakal betulan tambah jatuh dan hati pada mojok deh.

Kebetulan cerpen yang saya tulis itu bercerita soal Pak Prabu dan Pak Jaka, tahulah dulu saat pencalonan raja di kerajaan kan mereka berdua saling sindir. Mungkin sekedar flash back tentang perdebatan Tuan Prabu dan Mas Jaka. Semisal tagar #GantiRaja, seperti kata Mas Jaka dulu, “Sekarang isunya ganti lagi isu kaos, tagar #GantiRaja, masa kaos bisa ganti raja?”.

Kamu juga ingat kan kata Tuan Jaka, “Yang bisa ganti raja itu rakyat jelata. Kalau rakyat jelata memiliki kehendak, bisa, kalau rakyat jelata tidak mau, ya gak bisa. Yang berikut adalah kehendak dari Tuhan yang Maha Kuasa”. Dengan ekspresi cemberut Tuan Jaka berkata lagi, “Masa kaos bisa ganti raja, gak bisa!”.

Bukan cuman soal tagar #GantiRaja tapi juga soal kerajaan yang bakal bubar dalam 30 tahun. “Bung! Kerajaan lain sudah bikin kajian-kajian dimana Kerajaan kita akan bubar 30 tahun lagi”, kata Tuan Prabu. Ya beliau sekadar mengutip dari buku fiksi yang ditulis dari ulasan kerajaan kapitalis lain.

“30 tahun lagi kerajaan bubar, jangan membicarakan pesimis. Raja itu harus memberikan optimisme pada rakyat jelata. Raja itu harus memberikan semangat pada rakyat jelata. Meskipun tantangannya berat. Meskipun tantangannya tidak gampang”, klarifikasi Tuan Jaka. Atau soal tudingan Tuan Jaka sebagai komunis kerajaan? Sudah ah, mana ada komunis yang kapitalisasi jalan tol. Nanti kita jadi ikut-ikutan jadi sosialis semu ala-ala Adian Napitupulu, katanya kiri tapi doyan proyek. Sudah ah.

Tapi sudah, itu sudah berakhir. Kini tahukan bukan lagi soal Tuan Prabu dan Mas Joko tapi soal Kaido dan Buggy bisa bekerjasama. Eh iya soal itu, soal mengapa tulisan aneh ini menjadi bercerita soal anime pula, karena tulisan yang saya baca dalam Terminal Mojok itu ada beberapa soal anime. Misalnya soal Pemilihan Hokage di Anime Naruto yang katanya nepotisme itu. Terus soal Roger yang jadi raja bajak laut dengan cara yang lebih elegan ketimbang pemilihan hokage. Tapi ketimbang itu lebih menarik soal Hokage tiga periode tapi kan Hokage sepanjang masa kalau mau diganti ya baru diganti.

Mengapa bisa Tuan Prabu dan Mas Jaka bisa menjadi Kaido dan Buggy, ini mungkin cuman soal tampak fisik dan juga soal nasib baik. Ia, Kaido itu bajak laut binatang buas bahkan makhluk terkuat sebagai yonkou. Kaido juga merupakan pria dengan badan besar, sangat tinggi dan juga berotot. Ia memiliki tubuh dengan otot dan bahu besar menempel pada lengan yang kuat dan tebal. Dulu sebelum jadi Yonkou, Kaido adalah Kru Bajak Laut Rocks, ia dikenal sebagai prajurit tanpa ampun, agresif dan penuh percaya diri.

Sedangkan Buggy adalah seorang yang menjadi shichibukai dengan keberuntungan. Shichibukai adalah bajak laut kuat yang bersekutu dengan pemerintah dunia. Buggy sendiri di One Piece berpenampilan seperti badut dengan tingkah yang kadang terlihat bodoh. Saat menjadi shichibukai ia mendapat julukan Buggy si Bintang Badut. Setelah perang Marineford, Buggy menjadi pimpinan aliansi yang besar. Pendukung fanatiknya betul-betul terpesona dengan Buggy.

Memang di One Piece Buggy dan Kaido berada pada scene yang berbeda. Dan tidak mungkin bekerjasama. Buggy walaupun begitu adalah mantan krunya Roger sedangkan Kaido adalah pengejar Raja Bajak Laut dan Yonkou, pernah menjadi Kru Bajak Laut Rocks yang pernah bertentangan dengan Roger. Ya, kalau di One Piece masih susah membayangkan Kaido dan Buggy bekerjasama maka hanya di Indonesia Buggy dan Kaido bisa satu dalam pemerintahan, eh. Ngomong-ngomong sebelum ditutup tulisan ini di Wano itu ada Orochi, yang pimpinan Wano saat ini, dan pimpinan bayangannya itu Kaido, pemilik banyak tambang yang merusak Wano. Sudah deh Kaido dalam model lain sudah terpilih kembali menjadi Ketua Penanganan Covid 19 di Negeri Wano. Mengertikan? Dan Negeri Wano akan bubar 30 tahun lagi. Pikir-pikir deh sambil membayangkan realisme sosial ala mojok, ada tidak ya?

Anggap saja ini seri mojok dot com yang berpindah haluan, termojok yang menjadi terceloteh, eh.

Posting Komentar

0 Komentar