Sosialisme Luffy


Sosialisme Luffy
M. Sadli Umasangaji



Keterangan: dribbble dot com





Bagi pria kelahiran 1990an menonton anime adalah keniscayaan dan menonton One Piece adalah kepastian. Apa anda pria kelahiran 1990an yang juga merasa demikian? Tentu anda tergolong saat ini sebagai orang dewasa yang sering buka website op lovers misalnya. Atau komik-komik online, yang kadang semua itu illegal. Jangan lupa senyum manisnya. Ilegalnya anime sama dengan kondisi ilegalnya buku “murah” (yang dikritik oleh penulis novel favorit, eh) sama dengan website film online gratisan, yang kemudian ‘dikapitalisasi’ oleh Mola TV dan platform tv lainnya yang bikin orang-orang sederhana nan receh jenis kami atau mereka jadi semakin susah hidupnya.

Kamu tahukan nonton anime itu nikmat. Apalagi ditambah sejenis kumpulan orang yang membicarakan anime melebihi penulis komiknya, biasanya disebut IMO liar. Dan ini berseliweran di youtube. Mereka juga youtubers-lah walaupun belum sekaya Rafatar and the Gank, eh Bapaknya Rafatar, yang jadi ikon vaksinasi sebagai perwakilan anak muda. Sayangnya bukan Agus Mulyadi yang jadi ikonnya, coba anda bayangkan wajah Agus Mulyadi dengan Bapaknya Rafatar? Begitu-begitu sampai Kalis Mardiasih bisa menerima Mas Agus dengan bahagia, eh. Mbak Kalis yang tenar di kalangan (Islamis Moderat, eh Islamis Sok Moderat yang pura-pura liberal). Bukan saya yang bilang loh, Bung Fayyad yang bilang ke Mas (kalau disebut demikian) Ulil dalam sebuah diskusi, Islam Liberal sebagai penumpuk-numpakan harta, dipelintir dari ayat surat At-Takatsur. Atau lebih indah disebut bermegah-megahan kali ya.

Lupakan soal Mas Agus, Bung Fayyad, atau Mas Ulil. Kita kembali ke Luffy. Kamu tahukan pria kelahiran 1990an yang suka nonton anime kadang dianggap anak-anak dalam tubuh dewasa. Bahkan pernah dipelintir, film perempuan dari masa kanak-kanak hingga dewasa itu berubah, kalau kanak-kanak perempuan bisa nonton film kartun, saat remaja perempuan nonton sinetron-sinetron cinta (menyesatkan, eh ini pandangan umum kaum konservatif ya) ala-ala SCTV dan dewasa perempuan bisa menonton sinetron RCTI sejenis Mas Al yang gantengnya mirip-mirip Mas Agus. Sayangnya Mas Agus tidak lagi editing fotonya bersama artis, coba sekali lagi Mas Agus edit fotonya bersama Mas Al begitu, eh. Kembali ke soal film ini yang membedakan laki-laki dengan perempuan soal film adalah dari masa kanak-kanak hingga dewasa, kadang laki-laki penyuka anime, hanya akan menonton anime.

Kembali ke nonton Anime, tuhkan berseliweran kemana-mana, namanya juga belajar menulis satir (eh belajar menulis ala Puthut EA yang dulunya Aktivis LMND). Bahkan kabarnya (internetan) menunjukkan beliau itu (eh kok jadi penyebutan beliau ya, sebagai perasaan hormat saya kepada aktivis yang idealis) merupakan pendiri LMND. Tahukan LMND yang dengungnya gatal banget soal pasal 33. LMND sama pasal 33 itu mirip Luffy dalam serial One Piece, sama-sama sosialis. Eh Kepala Suku-nya masih sosialis tidak ya? Saya yang belajar (bermain) sebagai “aktivis” Organisasi Kepemudaan Muslim saja terasa sulit menulis satir, dan mulai kegirangan dengan sosialisme (ditambah embel-embel religius atau islamis sajalah). Segirang sosialisme (semunya) Boediman Sudjatmiko misalnya.

Menonton anime itu sama dengan membaca buku sosialis, bedanya yang satu dianggap idealis, yang satu lagi dianggap anak-anak dalam tubuh dewasa, kamu merasa juga tidak sih? Tapi padahal menonton anime itu seperti juga membaca karya sastra, sama-sama menceritakan soal fenomena hidup, soal orang-orang lemah yang bermimpi (seperti serial Boku No Hero, World Trigger), atau orang-orang yang kuat dengan latar belakang keluarga kuat (ketakdiran hidup) namun sederhana dan tampak agak bodoh (Luffy serial One Piece, Naruto, dan atau Boruto). Menonton anime membuat anda (atau kita) merasa perlu memiliki haki, chakra, kekuatan lahir seperti dalam serial Boku no Hero, atau kekuatan seperti serial World Trigger. Ya, dengan kekuatan itu kita bisa jadi (para sosialis) yang mengalahkan para kapitalis dan pemerintah yang kejam, eh otoriter deh. Kamu tahukan bagaimana Luffy itu menjadi sosialis.

Kalau kita nonton One Piece, Luffy itu sosialis sejati lebih sosialis dari Bung Boediman, Luffy mengalahkan Crocodile, Enel, dan juga Doflamingo yang kesemuanya itu adalah para konglomerat yang jahat, bukan hanya jahat tapi juga penindas. Luffy selaku kaum sosialis dengan teman-teman selalu menjaga ruh-nya untuk mengalahkan para kaum kapitalis itu, eh. Walaupun sekali-sekali ia menjadi semacam perwajahan (manipulasi) untuk berteman dengan kaum konglomerat hanya untuk mencapai tujuan yang sama, mengalahkan lawan-lawannya yang kuat, dia membentuk aliansi. Seperti disebut Sosialisme Demokrat, Sosialisme Moderat begitulah ala-ala siapa ya? Mungkin seperti Aktivis 1998 yang ditangkap kemudian membentuk Repdem dibawah Partai Banteng, eh, mungkin saja.

Luffy memang harapan kita, saat ini Luffy sedang menghadapi pemilik tambang terbesar di Wano, bukan cuman pemilik tambang, dia juga “pemimpin bayangan” yang sangat kuat di Wano. Kaido namanya. Kaido itu bertubuh besar dan kekar. Mau disebut mirip siapa ya? Negeri Wano adalah negara dengan kebijakan isolasionis yang kuat di Dunia Baru dan memilih tidak berafiliasi dengan Pemerintah Dunia. Tapi konon di negeri (kita) di tengah pandemi seperti ini mengisolasi rakyatnya tapi dengan mudah membuka kran untuk warga asing lain.

Kita berharap Luffy hadir dengan haki-nya dengan kekuatan buah setannya yang bernama Gomu-Gomu No Mi, sebagai Manusia Karet, untuk dengan jiwanya yang membela kaum lemah, untuk memberantas dana bansos yang dikorupsi, pemecatan orang-orang KPK, pencarian orang (pura-pura) hilang sebagai koruptor, dan karut-marut negeri Wano. Negeri Wano ya bukan negeri kita, yang Khatulistiwa lama-lama menjadi tandus karena ulah Kaido, pemilik tambang terbesar di Negeri Wano.

Kalau kita suka nonton anime, kita mungkin pernah melihat semacam orang-orang yang menyamakan Hokage dengan Presiden Kita dari masa ke masa, konon Naruto mirip dengan Pak Presiden kita, tapi bisakah kita bertanya kepada Naruto, maukah jadi Hokage yang ke periode ketiga? Itulah kenapa di negeri ini lebih butuh kehadiran Luffy, dibanding Hokage.

Posting Komentar

0 Komentar