Dalam Sebuah Pencarian - Hari-Hari dan Diskusi
M. Sadli Umasangaji
Hari-Hari dan Diskusi
Sudah menjadi hal yang biasa ketika keaktifan Wahib di KAMMI untuk terlibat dalam
berbagai diskusi. Misalnya dalam agenda KAMMI saja, agenda Departemen
Kebijakan Publik, Diskusi KAMMI Kota Ternate, kita berdiskusi tentang
“Sosialisme dalam Islam”, “Perbandingan Ideologi Dunia”, “Memahami Potensi
Indonesia (Geopolitik, Geoekonomi, Geokultur, Demografi)”. Berbicara politik,
pendidikan, peradaban islam, ekonomi, ideologi, dan lainnya. Hingga bahkan
menghadiri dialog oleh OKP lain atau organisasi internal kampus, seperti Dialog
Hari Bumi, Dialog Hari Kartini dengan tema “Representasi dan Peran Perempuan
dalam Menentukan Masa Depan Bangsa”, bahkan terakhir Wahib menghadiri Dialog Hari Buruh.
Menjadi
hal yang menarik baginya, sama
halnya mungkin dengan karakter akhi Wawan yang senang dengan berbagai hal, bahkan selalu
berdiskusi banyak hal. Maka akh Wawan juga sering
hadir dalam dialog.
Wahibdan Wawan memang
senang menghadiri agenda-agenda ini walaupun terkadang juga bengong karena
diskusinya terkadang sulit dicerna oleh otak mereka. Tapi
menghadiri dialog adalah hal yang menarik bagi mereka. Dialog
apa saja. Disatu sisi Wahib senang
berlalang buana dalam dialog-dialog ini. Mungkin mereka berasumsi pada “Kita harus mendengarkan perkembangan-perkembangan ide-ide kemanusiaan
dengan spektrum seluas mungkin, kemudian memilih mana yang menurut
ukuran-ukuran objektif, mengandung kebenaran”.
Dialog
kali ini yang Wahib
dan Wawan hadiri adalah dialog Hari Pendidikan yang diselenggarakan oleh HMI
Komisariat FKIP Unkhair Ternate dengan tema “Reorientasi Sistem Pendidikan
Nasional”. Pembicaranya adalah Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
(UMMU) dan Kadis Pendidikan Kota Ternate.
Pembicara
pertama adalah Bapak Kasman Hi Ahmad, Rektor UMMU. Beliau mengatakan dialog ini
merupakan tema yang secara teks sudah banyak yang dibicarakan akan tetapi
secara substansial masih sedikit yang gelorakan. Founding father kita
mengkonsepkan pendidikan itu melahirkan pemimpin besar. Pendidikan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kita garis bawahi kata cerdas. Sebagai cerdas secara rohani.
Beliau
juga menguraikan pendidikan didesain dengan tiga hal; kognitif, afektif, dan
psikomotor. Para Founding Father kita mengkonsepkan pendidikan itu sebagai
pandangan yang jauh ke depan. Pendidikan itu menghasilkan ideolog. Reformasi
pendidikan terbagi atas reformulasi pendidikan dan reorientasi pendidikan.
Reformulasi pendidikan mengenai aturan dan strategi. Pembentukannya sekarang
kembali ke otonomi daerah. Reformulasi pendidikan berbentuk manajemen basis
sekolah (MBS) dan manajemen basis lingkungan (MBL).
Reorientasi
pendidikan. Orientasi kita sudah jelas akan tetapi terlalu sering kurikulum itu
diganti-ganti sehingga akhirnya tidak jelas. Untuk belajar pendidikan, kita
perlu belajar dari negara-negara yang memuliakan pendidikan. Negara Amerika
memuliakan pendidikan hingga menghasilkan Apollo (roket) membandingkan dengan
Rusia dan memperbaiki sistem pendidikannya. Jepang memuliakan pendidikan
dilihat dari pidato
ketika peristiwa bom Hiroshima dan Nagasaki, yang ditanya berapa guru yang
tersisa. China juga memuliakan pendidikan hingga menghasilkan teknologi.
Malaysia memuliakan pendidikan dengan visi 2020.
Sebut
saja honor seorang Jupe atau Inul Darasista, yang diberikan pemerintah daerah,
itu lebih besar dari honor seorang guru yang mengabdi selama kurang lebih 30
tahun.
Kadis
Pendidikan Kota Ternate sebagai pembicara kedua, mengungkapkan secara konsep
sudah terkonsep secara Nasional tapi yang menjadi kesalahannya adalah human
error-nya.
Indonesia
yang terdiri dari pulaunya 1715 pulau. Dari sejak menteri pendidikan Malik,
hingga sekarang pendidikan selalu punya masalah. Alhamdulillah, Malut untuk UN
kali ini tidak terlalu bermasalah.
Beliau
juga menguraikan terkadang orang salah kaprah terkait istilah “belakang gunung”
yang sebenarnya secara geografis tidak ada. Istilah “belakang gunung” lebih
diartikan sebagai ketertinggalan suatu daerah. Dan menurut beliau kampus yang
ada di Kota Ternate umumnya berada dalam daerah yang diistilahkan “belakang
gunung”. Seharusnya ada peran perguruan tinggi disitu sebagai pengabdian
masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi).
Beliau
kembali mengatakan sistem pendidikan di Indonesia dari 2004 hingga 2009 masih
memakai sistem pendidikan Jepang yang ternyata sekarang sudah tidak dipakai.
Dimana di Jepang sekarang lebih diperhatikan sertifikasinya.
Kelulusan
itu itu tergantung 60% untuk pusat dan 40% untuk daerah. Pendidikan perlu
dipersiapkan dengan berbagai kompetensi.
Setelah
itu berlanjut pada sesi diskusi. Ada tiga penanya. Dalam hal ini Rektor UMMU
menjawab, dalam Islam jelas ayat yang turun pertama adalah iqra, menggambarkan
pendidikan. Allah sebagai guru (melalui malakait Jibril) dan muridnya adalah
Nabi Muhammad SAW.
Dalam
diskusi ditawarkan rekomendasi. Pertama, perlu adanya perda yang mengatur jam
belajar. Kedua, perlu adanya submit pendidikan keluarga. Ketiga, perlu adanya
perhatian keluarga putus sekolah. Keempat, perlu adanya tambahan pendidikan
afektif. Kelima, memantapkan struktur informasi di birokrasi terkait. Keenam,
menyediakan perpustakaan daerah secara maksimal.
Di akhir
diskusi, Kadis Pendidikan Kota Ternate juga menawarkan ada anggaran untuk
pendidikan luar sekolah, pembinaan anak putus sekolah. Ditawarkan untuk lembaga
semi otonom yang dibuat oleh organisasi kepemudaan.
#
Diskusi KAMMI Ternate (DKT)
merupakan salah satu program kerja yang dicanangkan oleh Departemen Kebijakan
Publik. Dan hari itu mulai dicetus. Dimulai dengan diskusi yang dibawakan oleh
Akhi Wawan. Materi Diskusinya adalah Sosialisme Dalam Pandangan Islam.
Sosialisme merupakan suatu paham yang mana didalamnya
bertujuan untuk memperjuangkan ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum
mustakbhirin terhadap kaum mustadafhin.
Sosialisme Islam merupakan doktrin Muhammad yang
melawan segala bentuk dominasi ekonomi, pemusatan dan monopoli harta. Dalam
kaitan ini sesungguhnya misi utama Muhammad adalah dalam rangka membebaskan
masyarakat dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan sosial masyarakat
dari awal manusia sampai sekarang bergerak dan embang melalui lima tahapan
pokok. Diawali sistem masyarakat komunal primitif, perbudakan, feodalisme,
kapitalisme dan sosialisme menuju ummat yang tauhid.
Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa perlawanan
terhadap Muhammad oleh kaum kapitalis Mekkah, sebenarnya lebih karena ketakutan
terhadap doktrin egalitarian yang dibawakan oleh Muhammad. Watak dari teologi
pembebasan untuk kaum tertindas ini. Merekalah yang pertama-tama dalam sejarah
Islam mengembangkan doktrin demokrasi dan sosialisme agama.
Ajaran-ajaran sosialisme dari Nabi Muhammad SAW tentu
berdasarkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Quran. Al-Quran cukup jelas
mengutuk orang-orang yang menumpuk-numpuk harta, hendak menjadikan kaum
tertindas dan miskin (mustadhafin) menjadikan pemimpin di bumi dan mewarisi
bumi, guna menuju ummat yang satu (tauhidi).
Paham sosialisme Islam menentang sistem kapitalisme
cukup gamblang diwakili oleh Surat Al-Humazah ayat 1-4. Dimana dikatakan: Celakalah, azablah untuk tiap-tiap orang
pengumpat dan pencela. Yang menumpuk-numpuk harta benda dan
menghitung-hitungnya. Ia mengira, bahwa hartanya itu akan mengekalkannya (buat
hidup di dunia). Tidak, sekali-kali tidak, sesungguhnya dia akan ditempatkan ke
dalam neraka (hutamah). Menjadi pertanyaan: dari mana mereka peroleh harta
yang mereka tumpuk-tumpuk tersebut? Tentu tidak hanya dari hasil keringatnya
sendiri, melainkan juga dari hasil keringat orang lain, dengan melalui berbagai
cara yang tidak halal. Padahal surat Al-Baqarah ayat 188 dengan tegas
mengatakan: "Janganlah sebagian kamu
memakan harta orang lain dengan yang batil (tiada hak) dan (jangan) kamu bawa
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang dengan
berdosa, sedang kamu mengetahuinya".
Juga cukup jelas surat Al-An'am ayat 145 mengatakan
haram memakan darah yang mengalir. Haram memakan darah yang mengalir itu bukan
hanya secara harfiah, misalnya melukai sebagian kulit seseorang kemudian
dihirup darahnya yang mengalir di tempat yang dilukai tersebut, tetapi yang
lebih mendalam ialah menghisap atau memeras tenaga kerja orang lain untuk
keuntungan dirinya. Seperti yang dilakukan kaum kapitalis terhadap kaum
buruhnya. Kaum buruhnya tidak akan bisa diperas atau dihisapnya, sekiranya
darahnya tidak mengalir lagi dalam tubuhnya. Jadi, menghisap tenaga kerja kaum
buruh, adalah sama dengan memakan darah yang mengalir dalam tubuh kaum buruh
tersebut.
Bahwa agama Islam itu adalah agama pembebasan bagi
kaum tertindas dan miskin, jelas sekali dikemukakan surat Al Qashash ayat 5 dan
6 yang berbunyi: "Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas (mustadhafin atau dhuafa) di bumi dan hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi. Dan kami
tegakkan kedudukan mereka di bumi." Pertarungan antara mustadhafin dan
mustakbirin itu akan terus berlangsung, hingga Din Allah yang berbasis pada
tauhid menyatakan semua rakyat (tanpa perbedaan lagi antara mustadhafin dan
mustakbirin, orang-orang yang menindas dan orang-orang yang tertindas, kaya dan
miskin) sehingga menjadi suatu masyarakat "tanpa kelas". Dari
perspektif ini jelaslah bahwa Al Quran menghadirkan suatu teologi pembebas dan
dengan demikian membuat teologi yang sebelumnya mengabdi kepada kelompok
penguasa yang eksploitatif menjadi teologi pembebasan.
Surat Ar-Ra’d ayat 11, yang berbunyi: "Sesungguhnya Allah tiada mengubah
keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka”.
Malahan supaya kaum mustadhafin ini bisa bebas dari penindasan, Allah
memperingatkan ummat Islam melalui surat An Nisa ayat 75: "Mengapa kamu tiada mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan-perempuan, dan kanak-kanak
yang semuanya berdoa: "Ya, Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri yang
zalim penduduknya dan berilah kami perlindungan dari sisi-Mu, dan berilah kami
penolong dari sisi-Mu". Dengan demikian jelas bahwa berjuang diizinkan
Al Quran untuk mengakhiri kezaliman dan untuk melindungi orang-orang yang lemah
dari penindasan orang-orang kuat.
Itulah sepintas pemantik dari Akh Wawan. Awalnya
diskusi ini dimulai dengan dihadiri oleh 4 orang, akhi Wawan sendiri sebagai
pemantik, akhi Karim, Wahib, dan salah satu kader akhwat. Diskusi dimulai
dengan dipandu oleh Wahib sebagai moderator, dibuka dengan basmallah dan
dilanjutkan tilawah oleh akhi Karim. Selanjutnya moderator mempersilahkan
pemateri, Akh Wawan. Berselang dengan disampaikan materi diskusi tak lama
datang juga beberapa kader dalam diskusi ini yang kurang lebih akhirnya yang
hadir dalam diskusi ini sekitar 15 orang.
Setelah dibuka dengan basmallah dan
tilawah, moderator mempersilahkan pemateri untuk menyampaikan materinya terkait
Sosialisme dalam Pandangan Islam. Dalam hal itu pemateri mengungkap bahwa
sosialisme cenderung mengedepankan pikiran barat dan itulah yang sering
didengungkan oleh berbagai Ormas maupun OKP. Padahal jauh sebelum itu dan
berabad-abad sebelumnya ternyata Nabi Muhammad SAW telah menerapkan sosialisme
pada kaum mustadhafin. Inipun jauh sebelum Karl Marx membicarakannya.
Setelah penyampaian materi itu,
pemateri kembalikan kepada moderator, sesi diskusi pun dibuka. Diawali dengan
pertanyaan sederhana dari Akhi Fauzan terkait, “Apa itu mustakbhirin dan mustadafhin?” Yang kebetulan agak
terlambat dan baru membaca paragraf pertama dari materi, mungkin ini hanya
sekedar pertanyaan pemicu untuk memulai diskusi. Moderator pun mempersilahkan
akh Wawan selaku pemateri untuk menjawab, telah jelas dalam materi diskusi juga
bahwa mustakbhirin adalah kaum penguasa, kaum borjuis sedangkan kaum
mustadafhin adalah kaum buruh.
Selanjutnya diskusi berjalan lebih panas,
ketika akhi Karim bertanya tentang “Apakah
sosialisme itu? Apakah sebuah ideologi? Ataukah Komunis? Ataukah Masyarakat?
Kalaupun begitu akan bertentangan dengan Islam! Sosialisme itu sebuah
paham-paham pikiran barat. Sosialisme menurut Karl Marx adalah sebuah paham,
sebuah ideologi yang bahkan dianut oleh Negara. Sosialisme tercantum dalam satu
rumah tidak boleh dibagi. Karena ia sebuah ideologi berarti ia mengatur
semuanya, ekonomi, politik, bahkan agama. Sedang bisa dikatakan dalam zaman
Rasulullah hanyalah sebuah kegiatan sosial”
Akh Wawan pun mencoba menanggapi,
menurut pemateri bahwa jauh sebelum itu, jauh sebelum Karl Marx menerapkan
pemahaman sosialisme, Rasulullah telah menerapkannya pada kaum mustadafhin dan
mustakbhirin. Pada masa itupun sosialisme terkait masalah ekonomi dan politik.
Dan menurut pemateri ‘isme’ hanya sebuah trend kata. Selanjutnya pula terjadi
diskusi berjalan lebih aktif walaupun saat itu masih 5 peserta diskusi ditambah
pemateri. Terkait jawaban pemateri tadi ditanggapi juga oleh Kak Fauzan dan
Wahib yang mendukung pemikiran akhi Karim, menurut mereka sosialisme adalah
sebuah paham yang mengatur semua hal sedangkan Islam merupakan juga mengatur
semua hal yang bahkan dan pastinya lebih luas dari sosialisme. Artinya Islam dan
Sosialisme tidak boleh digabungkan. Sosialisme ya sosialisme dan Islam ya
Islam, tidak ada Sosialisme dalam Islam (ini judul awal materi ini). Bahkan
kalau begitu bisa kitakan katakan Kapitalisme dalam Islam ataupun Nasrani dalam
Islam, padahalkan itu tidak ada. Kata ‘isme’ sendiri menunjukkan sebuah paham
dan nanti pula kita sebut Islamisme, padahalkan tidak ada juga. Dan artinya
judul diskusi ini baik diganti “Sosial Dalam Islam” atau “Sosialisme Dalam
Pandangan Islam”. Dan yang dilakukan oleh Rasulullah saat itu dalam
menyelesaikan terkait permasalahan sosial adalah perintah Allah yang termaktub
dalam Al-Qur’an bukan hanya sekedar ideologi semata.
Dan sedikit terjadi beda pemahaman
antara pemateri dan peserta diskusi. Pemateri mencoba menanggapi terkait itu.
Masih tetap menjelaskan terkait penerapan sosial pada masa Rasulullah.
Pandangan terkait sosialisme. Akhirnya disetujui tentang judul diskusi ini
menjadi “Sosialisme Dalam Pandangan Islam”.
Selanjutnya Akhi Furkan juga
bertanya, Indonesia yang mayoritas menganut Islam, apakah penerapan sosialisme
telah sukses? Pemateri (akh Wawan) menanggapi terkait ini bahwa sejauh ini di
Indonesia masih cukup banyak masalah sosial dan oleh karenanya bisa disimpulkan
penerapan sosialisme belum sukses.
Dalam hal ini akhi Fauzan menanggapi
bahwa oleh karena itu kader KAMMI harusnya turut aktif dalam masalah sosial.
Kekurangan dari para kader KAMMI yang masih mengedepankan pola pikir bahwa
KAMMI hanya sebatas mentoring dan mabit harus diubah, kader harus juga peka terhadap
masalah sosial. Kita bisa lihat dalam beberapa aksi kemarin ternyata kader
masih kurang partisipasi. Bila dibandingkan dengan ketika Aksi Hari Ibu, para
kader akhwat mampu menghadirkan ± 70 kader akhwat, jauh lebih banyak ketika
aksi-aksi sosial kemarin. Inilah yang belum disadari oleh kader KAMMI Kota
Ternate. Bahwa seharusnya hal-hal ini harus merata bukan hanya pada persoalan
ibadah kita, ibadah adalah sesuatu yang urgen yang tidak bisa ditinggalkan tapi
masalah sosial juga perlu diperhatikan. Kita bisa lihat bahwa ternyata
Rasulullah juga sangat peka terhadap permasalahan sosial.
Selanjutnya pula terjadi perdebatan
antara pernyataan akhi Karim dan kader akhwat. Awalnya pernyataan akhi Karim
sebagai pemicu agar kader akhwat lebih aktif dalam diskusi ini karena
sebelumnya lebih banyak menyimak. Walaupun pada saat itu sedikit terjadi
kesalahpahaman terkait pernyataan akhi Karim soal kader akhwat harus lebih
aktif dalam memperhatikan masalah sosial tentang keperempuanan. Kader akhwat
menanggapi dengan sedikit perbedaan pemahaman hingga membahas terkait tarbiyah,
perbedaan mereka bukan kader dan lain sebagainya. Dan akhirnya kader akhwat
aktif juga dalam diskusi ini. Dan setelah dijelaskan terkait kesalahpahaman itu
kader akhwat bisa lebih memahami pernyataan akhi Karim tadi.
Kemudian diskusi berjalan lebih
santai dan menarik. Pertanyaan kembali dilontarkan oleh akhi Furkan, bahwa
dalam kontitusi, salah satunya diatur dalam Negara Indonesia, negara
mensejahterakan orang-orang yang terlantar, bagaimana dengan itu? Pemateri
menanggapi hampir sama dengan jawaban terkait pertanyaan Furkan sebelumnya.
Selanjutnya juga pertanyaan datang
lagi dari Wahib, terkait “Apakah Islam
penganut pemahaman Sosialisme? Bagaimana akar permasalahan dan pemecahannya
agar nilai-nilai islam mampu diterapkan dalam masalah sosial?”. Akhi Salim
juga bertanya “Bagaimana solusinya agar
perbudakan pada era sekarang bisa hilang?”. Akh Wawan selaku pemateri
menanggapi “bahwa sosialisme itu sebuah
kebebasan dan Islam juga bebas terkait itu saya kembalikan kepada saudara
penanya”. Dan soal pemecahannya dan solusinya, kembali kepada penerapan
yang telah pernah diterapkan Rasulullah.
Akan jawaban itu terjadilah
pertanyaan lagi, apakah penerapan nilai-nilai sosial yang dilakukan Rasulullah
mampu diterapkan di Era sekarang? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Akhi Salim.
Akhi Yusuf dan Akhi Karim juga mendukung terkait pertanyaan itu dengan
melontarkan pertanyaan yang kurang lebih dengan maksud yang sama.
Wahib sebagai moderator coba
bertanya ke Departemen Kebijakan Publik terkait apa ada pembatasan waktu
diskusi melihat sudah mau waktu magrib dan setelah magrib beberapa kader punya
agenda lain. Dan karena sudah mau masuk waktu magrib, pemateri memberikan closing statement. Setelah diskusi
ditutup dengan hamdallah dan semua kader bergegas sholat magrib.
Disimpulkan
sosialisme dalam pandangan Islam merupakan perintah Allah yang termaktub dalam
Al-Qu’ran kepada Nabi Muhammad SAW untuk menolak segenap bentuk diskriminasi
dalam segala bentuk dominasi ekonomi, pemusatan dan monopoli harta. Terlihat
atas yang dilakukan Nabi Muhammad SAW penyelesaian terhadap permasalahan sosial
dalam memperjuangkan ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum mustakbhirin
terhadap kaum mustadafhin. Dalam rangka membebaskan masyarakat dari segala
bentuk penindasan dan ketidakadilan sosial masyarakat dari awal manusia sampai
sekarang bergerak dan embang melalui lima tahapan pokok. Diawali sistem
masyarakat komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme dan sosialisme
menuju ummat yang tauhid. Al-Quran cukup jelas mengutuk orang-orang yang
menumpuk-numpuk harta, hendak menjadikan kaum tertindas dan miskin
(mustadhafin) menjadikan pemimpin di bumi dan mewarisi bumi, guna menuju ummat
yang satu (tauhidi).
Oleh karenanya kader KAMMI harus lebih peka terhadap
permasalahan sosial dan menyelesaikannya dengan menerapkan nilai-nilai islam
didalamnya dan juga kembali menerapkan yang telah pernah diterapkan Rasulullah
SAW.
#
Hari Kartini. Saat itu Wahib sebenarnya hanya ingin
memprintkan surat untuk silahturahim tokoh. Melihat surat untuk dialog Hari
Kartini yang diselenggarakan oleh BEM FKIP Unkhair yang tertempel di mading
KAMMI Daerah Kota Ternate menjadi tertarik untuk menghadirinya. Ternyata
dialognya hari itu juga. Iapun sms ke akh Safrudin selaku Ketua Umum untuk
menanyakan siapa yang menghadiri. Tanpa melihat isi surat lebih detail, ia pun
menghadiri agenda ini.
Setiba disana Wahib mengajak akhi
Wawan untuk ikut bersamanya. Dia dan akhi Wawan pun mengikuti dialog ini.
Dialognya pun baru dimulai, kita tidak ikut acara pembukaan kegiatan ini. Dalam
acara ini pun diundang berbagai OKP dan organisasi internal kampus lainnya.
Dalam dialog ini juga ternyata telah hadiri dua kader akhwat KAMMI, ukhti Nita
dan ukhti Siti. Tema dialog ini adalah “Representasi dan Peran
Perempuan dalam Menentukan Masa Depan Bangsa”.
Pembicara pertama adalah Dharmawaty
M Taher dengan tema pembicaraan “Peran Perempuan dalam Dunia Pendidikan”. Ibu
Dharmawaty yang juga merupakan Dosen Biologi FKIP Unkhair ini, pertama-tama
beliau menontonkan sebuah video tentang proses perjalanan pembentukan janin
hingga menjadi bayi dalam rahim ibu. Lantas setelahnya beliau mengatakan ibu
sebagai pendidik utama untuk anaknya. Pemaparan materinya, beliau menguraikan
kaum perempuan yang merupakan salah satu bagian dari potensi bangsa berpeluang
memajukan dan memberikan kontribusinya bagi bangsa dan negara. Langkah
perjuangan perempuan untuk setara berperan dengan laki-laki sudah dimulai sejak
dulu. Salah satu pejuang bagi perempuan adalah R.A Kartini. Wanita Jawa yang
besar dalam lingkungan keraton adalah perintis.
Apakah yang diperjuangkan perempuan
masa lalu sama dengan perempuan masa kini? Peran perempuan masa lalu adalah lebih fokus pada upaya mendapatkan
hak untuk sekolah dan berupaya untuk terlibat secara langsung atau tidak
langsung pada proses perjuangan bangsa meraih kemerdekaan. Peran perempuan masa
kini adalah masih memperjuangkan hak-haknya agar setara dengan kaum laki-laki.
Hak memperoleh pendidikan yang layak, hak memperoleh penghasilan, hak bekerja,
hak untuk memperoleh perlindungan hukum, hak untuk menentukan masa depan
keluarga, bangsa dan negara.
Pendekatan
pembangunan, pembicara juga membaginya dalam beberapa aspek diantaranya;
pendekatan kesejahteraan, pendekatan keadilan, pendekatan anti kemiskinan,
pendekatan efisiensi. Setelahnya pembicara juga memaparkan terkait pendekatan
politik dan perlindungan perempuan. Pembicara juga mengatakan permasalahan
perempuan, terdapat dua aspek yang sangat penting untuk memberdayakan kehidupan
perempuan yaitu pendidikan dan ekonomi serta sosial.
Dalam
di tengah
dialog, itu ukhti Nita juga
bertanya
kepada Wahib, “Kenapa antum hadir di agenda ini, bukannya yang diundang
Departemen Keahwatan?”. Wahib tidak
terpikirkan saat itu, dan tidak membaca undangannya dengan baik-baik, serta
fokus dengan dialog di depan. Ukhti Siti juga menyapa “KAMMI juga diundang ya?”. Mungkin yang dia maksud adalah apa ikhwan KAMMI juga
diundang. Melihat agenda ini yang hampir sedikit laki-laki yang hadir.
Pembicara
kedua adalah Fatum Abubakar, S.Ag, M.Ag. Beliau merupakan dosen STAIN dan UMMU.
Pembicara kedua ini menyampaikan pemaparan materi tanpa menggunakan slide dan
nada bicara jelas terlihat bahwa beliau mungkin semasa mahasiswa aktif dalam
berorganisasi. Beliau juga menyampaikan bahwa agenda (dialog) seperti ini
baiknya laki-laki yang hadir lebih banyak dibandingkan perempuan, itu lebih
baik. Beliau memaparkan laki-laki dan perempuan seharusnya berjalan bersama.
Beliau juga menguraikan beberapa teori tentang kesetaraan ini. Teori nature
(alam) sebuah teori pemikiran yunani, teori yahudi, begitulah kata pembicara
ini. Teori ini mengungkapkan bahwa laki-laki dan perempuan seperti teori
kosmositan. Berlanjut teori berikut adalah teori identitas, Plato berpandangan
bahwa perempuan adalah laki-laki yang rendah dan pengecut. Sedangkan perempuan
adalah biang kejahatan adalah dogma agama. Selanjutnya pembicara juga
menjelaskan tentang teori dikotomi dan teori kodrati. Dalam penyampaian
pemateri juga mengungkap beberapa perempuan-perempuan muslim yang hebat. Beliau
juga menguraikan tentang kisah Michael Obama, yang mengatakan kepada Barack
Obama pada sebuah acara makan di restoran, yang bertemu dengan mantan kekasih
Michael Obama, dan Barack Obama bertanya mengapa engkau tak menikahinya,
bukankah kalau engkau menikahinya maka engkau menjadi nyonya pemilik restoran
terkaya? Lantas Michael Obama mengatakan kalau aku menikahinya maka ia akan
menjadi presiden bukan pemilik restoran. Pernyataan ini dimaksudkan oleh
pemateri bahwa perempuan selalu punya andil dan punya pengaruh dalam kehebatan
seorang lelaki.
Pembicara
kedua ini juga mengungkap terkait posisi perempuan di DPR yang telah mendapat
kuota 30%. Pembicara juga menguraikan terkait perempuan dengan ASI Eksklusif
dan masa cuti sebagai PNS.
Pada
sesi diskusi pertama hanya diberikan kesempatan khusus kepada peserta dialog
perempuan. Yang ku ingat sekitar tiga penanya yang bertanya. Penanya pertama
yang kuingat, mungkin salah satu kader OKP, mengungkap pernyataan yang
mencengangkan bahwa kalau R.A Kartini bukan berasal dari keluarga keraton
(menengah - ke atas) maka kemungkinan besar ia tidak tercatat sebagai pahlawan.
Bukannya banyak pahlawan perempuan lain. Penanya ini yang ku ingat bertanya
tentang bagaimana strategi perempuan dalam memperebutkan kuota 30% di kursi DPR
dan posisi perempuan dalam ruang publik. Penanya kedua, bertanya terkait
diskriminasi perempuan, dan tak lebihnya penanya ketiga juga bertanya sekitar
itu. Masih tentang emansipasi wanita dan feminisme. Diskusi pun terjalin. Menurut
pembicara, perempuan terkadang tidak siap dengan posisinya untuk bergerak ke
publik, buktinya kuota 30% bahkan menjadi pengganjal untuk beberapa partai
politik. Diskusinya masih tentang bagaimana strategi kesetaraan untuk
perempuan.
Berlanjut
kepada sesi diskusi kedua, diberikan kesempatan kepada penanya laki-laki.
Penanya pertama dan penanya kedua adalah laki-laki, dan penanya ketiga adalah
perempuan. Wahib sendiri
tak terlalu konsen dengan pertanyaan mereka, tapi masih berkisar tentang
kesetaraan perempuan, emansipasi wanita.
Sempat
menyuruh akhwat KAMMI untuk bertanya melihat penanya perempuan yang lebih
ditunjuk. Sempat
bertanya pula ke ukhti Siti apa yang mau ditanyakan, ia mau bertanya tentang
kesetaraan laki-laki dan perempuan yang dalam Al-Qur’an sebenarnya berbeda,
dalam surat Q.S. An-Nisa ayat 34, Ar-rijalu qawwa mu’na a’lan nisai’,
(laki-laki itu pelindung bagi perempuan). Terpikir kalau akhwat KAMMI saja
berpikir seperti ini, bagaimana dengan ikhwan KAMMI? Wahib melihat ke Wawan, Wawan
pura-pura tak mendengar. Sama-sama tersenyum dalam diam antara Wahib dan Wawan.
Wahib sendiri
berpikir untuk bertanya tentang bagaimana peran perempuan masa kini, yang
berpikir tentang kesetaraan tapi lupa akan hal-hal mendasar, seperti mereka
berpikir tentang emansipasi wanita tapi lupa untuk mendidik anaknya, tidak mau
menyusui anaknya, menjadi perempuan sederhana yang tidak bergerak ke publik
tapi mampu mengurusi anak dan suaminya ataukah perempuan yang bergelar tinggi
tapi lupa kepada hal-hal mendasar dari tugas perempuan? Ia juga berpikir kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki dalam Islam sebenarnya tidak ada perbedaan,
misalnya mungkin tidak ada ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa perempuan
berbuat dosa dan laki-laki berbuat dosa tetapi perempuan yang dapat dosanya
lebih banyak, kan tidak ada. Dalam surat An-Nur juga Allah menegaskan bahwa
bukan hanya perempuan yang menjaga pandang akan tetapi laki-laki juga menjaga
pandangan. Allah juga menegaskan bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang
baik, dan sebaliknya. Ini menggambar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
sebenarnya sama di mata Allah. Hanya ada kodrati yang tidak bisa dilewati
perempuan, misalnya dalam kepemimpinan selama masih ada laki-laki yang layak,
maka laki-laki layak untuk memimpin, dalam hal sebagai imam, dan tidak ada
perempuan sebagai Nabi.
Akhirnya
yang diberikan kesempatan terakhir untuk bertanya adalah Wahib. Pertanyaan seperti yang diuraikan di
atas, menantang pemikiran tentang emansipasi
wanita dan feminisme.
Diskusi
untuk sesi kedua berlanjut, pembicara entah mengapa menjawab pertanyaanku
terlebih dahulu dengan alasan yang lebih ditangkap dan yang berbeda dengan
penanya-penanya sebelumnya. Berselang dengan diskusi ini, kumandang adzan
dhuhur terkumandangkan. Pembicara berhenti sebentar. Dan Wahib dan Wawan bergegas
untuk sholat, meminta ukhti Siti saja yang melanjutkan mendengarkan diskusi
ini, melihat di ruang hanya beberapa laki-laki yang bergerak untuk sholat,
diskusinya pasti berlanjut setelah adzan.
Sehabis
sholat, dan kembali pada aula Unkhair, tempat dialog ini berlanjut. Diskusinya
sudah berlanjut jauh. Wahib
tidak
berharap dilibatkan dalam lanjutan diskusinya karena sudah menyadari telah jauh
diskusinya. Wahib pun hanya
masuk dan mau duduk. Entahlah, salah satu pembicara mengatakan, oh ini penanya
sudah datang sembari mengatakan diskusi kita sudah berlanjut jauh, tiba-tiba
beliau bertanya, “Menurut anda siapa yang bertugas untuk memasak?”. Wahib tercengang
dan dengan serta merta menjawab, perempuan! Beliau pun mengatakan pemikiran
seperti inilah yang harus diubah. Wahib pun
mencoba membantahnya, dengan sedikit labil mengatakan tentang Q.S An-Nisa ayat
34, “Laki-laki itu pelindung bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya”. Pembicaranya
bertanya lagi tapi bukannya dalam ayat itu tidak menjelaskan secara langsung
bahwa tugas perempuan adalah memasak? Ia menggunakan tafsir Quraish Shihab,
katanya. Dalam hal ini Wahib
mengungkapkan bahwa “Tugas perempuan adalah memasak karena ia melayani suaminya. Dalam hal
lain misalnya perempuan tidak mau menyusui secara ASI Eksklusif. Dalam beberapa
penelitian menunjukkan itu terjadi kepada wanita karir”.
Beliau kembali bertanya “Lantas kalau dalam keadaan hamil, setujukah kamu bahwa
tugas perempuan masih tetap memasak?”. Untuk masalah ASI Eksklusif beliau mengatakan itu
masalah budaya. Dan Wahib pun
menjawab untuk hal itu (dalam keadaan hamil), jelas tugas memasak bukan tugas
perempuan.
Akhirnya diskusi pun berakhir. Disimpulkan terkadang
perempuan memang belum siap dengan posisinya
ke ruang publik sembari tidak melupakan hal-hal mendasar dalam
kehidupannya. Perempuan harus cerdas, terampil, berkarakter, dan berakhlak
mulia.
Dan
malamnya, Wahib baru
menyadari setelah melihat undangannya kembali bahwa undangan yang diberikan
untuk KAMMI Daerah Kota Ternate, ditujukan untuk Departemen Pemberdayaan
Perempuan. Ah, Wahib menghadiri
agenda yang
salah. Walaupun begitu bukannya pemateri juga mengatakan agenda seperti ini
baiknya laki-laki yang hadir lebih banyak. Begitupun dalam dialog ini ada juga
peserta laki-laki lain, walaupun tidak terlalu banyak. Kesalahan menghadiri
agenda khusus keperempuanan, Hari Kartini. Wahib menyampaikan pada Wawan, setelah tahu tentang
kesalahan menghadiri agenda ini, Wawan tertawa terbahak sambil berkata, “antum memang begitu, terpaksa menghadiri
agenda perempuan".
#
Di lain waktu, betul-betul agenda dari Departemen
Pemberdayaan Perempuan yang menggelar dialog terbuka dengan tema “Peran Ibu
dalam Membentuk Karakter Generasi Bangsa” untuk memperingati Hari Ibu. Dengan
panel pemateri dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A)
Kota Ternate, Ibu Fitriyanti dan dari Ayah Untuk Indonesia, Bapak Reinaldy.
Pemateri yang pertama memaparkan
materi adalah Ibu Fitriyanti, dengan materi terkait “Peran Pemerintah dalam
Pemberdayaan Perempuan di Maluku Utara”. Dalam pemaparan materi ini beliau
mengatakan telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan
Anak. Dalam hal ini memberikan usaha kepada kelompok-kelompok kecil yang dibuat
oleh ibu rumah tangga. Selain itu BP3A juga menangani kasus-kasus yang
berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
Pemateri kedua dari Bapak Reinaldy.
Beliau juga merupakan pemeran utama dalam film Sang Murabbi sebagai Ustad
Rahmat Abdullah. Beliau juga membentuk komunitas Ayah Untuk Indonesia. Dalam
pemaparan materi beliau mengatakan usia produktif untuk Amerika adalah 18 Tahun
sedangkan dalam Islam, usia produktif itu adalah 15 tahun. Bisa kita lihat
Usamah ketika 15 tahun sudah mendaftarkan diri untuk berjihad. Dalam Islam usia
biologis setengah dari usia psikologis. Muhammad Al-Fatih, 19 tahun menjadi
panglima perang.
Sedangkan di Indonesia, 32-40 tahun
adalah usia produktif. Selesai SD ketika 10 tahun, SMP ketika berumur 15 tahun.
Lainnya 50 orang remaja Indonesia, 1 orang pemakai narkoba. Freesex 62.5% di
Indonesia.
7-10% orang tua tidak tahu apa yang
dilakukan untuk anaknya, tandas beliau. Padahal ghozul fikri terbesar adalah di
dalam masalah pengasuhan. 0-3 tahun adalah usia terbaik. Hal paling mendasar
adalah pengetahuan orang tua. Koperatifnya lebih tinggi dari kompetitifnya
rendah.
Beliau melanjutkan 10.000 Anak
Indonesia yang mendaftarkan karyanya hanya 0.16% yang Muslim. Karakter itu
masalah internal. Karakter fight tidak ada makanya masih meminta kepada orang
tua. Teman-teman yang ingin kaya harus punya karakter.
Perlu pengajaran kognitif di umur 2
tahun. Tapi konsep lain adalah transfer nilai yang bagus. Bukan semata kognitif
terlebih dahulu tapi emosional spiritual terlebih dahulu, tandas beliau.
Selain itu, Bapak Sutan Reinaldy
juga menantang agar kader-kader KAMMI Kota Ternate harus membentuk komunitas
untuk pendidikan anak jalanan. Beliau menawarkan agar kita berani membentuknya
terlebih dahulu sambil berpikir menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada nanti.
Beliau siap untuk bekerjasama dengan kami.
Sebelumnya beberapa Pengurus Daerah KAMMI Kota Ternate
sempat berdiskusi dengan Kabag yang menangani Pendidikan Anak Jalanan di Dinas
Pendidikan Kota Ternate. Beliau menyarankan beberapa hal terkait ini, harus
jelas untuk indikator dan konsep pembinaan. Misalkan terfokus kemana arah
pendidikan luar sekolah atau kreativitas. Harus jelas dampak bagi mereka. Punya
settingan materi untuk pendidikannya. Harus punya tanda mata bagi mereka.
Utamakan sifat non formal. Mereka ingin bebas. Lebih otomatis. Mereka (anak
jalanan) rata-rata pikirannya hanya mencari uang. Walaupun sebagian ada orang tua tapi tidak
jelas arahannya. Tingkat kejenuhan mereka di atas 1 jam. Kita perlu
memposisikan bahwa kita belajar dari mereka. Perlu ada rumah pintar untuk anak
jalanan.
Selain itu dari Dinas Pendidikan pernah melakukan
Wisata Edukasi Untuk Anak Jalanan. Hanya dalam hal ini masih tergantung ada
tidak adanya anggaran untuk itu. Konsep Wisata Edukasi yang mereka (Dinas
Pendidikan) lakukan diantaranya, materi pelajaran dan bimbingan serta mengajak
mereka (anak jalanan) bermain di pantai wisata. Dari dinas juga mendata anak
putus sekolah dan belum sekolah. Dinas merekrut untuk ikut paket dan ikutkan
sekolah. Yang terdata sekitar 200-an lebih. Dari Pasar Gamalama, Kota Baru,
Dufa-Dufa dan Bastiong. Anak terlantar usianya < 20 tahun. Datang atau
aktivitasnya tergantung waktu, siang atau malam. Sebagian dari mereka ada yang
sekolah. Data ada yang sekolah dan putus sekolah, kalau putus sekolah sejak
kapan. Mungkin itu sebagian gambaran untuk membentuk Komunitas Untuk Pendidikan
Anak Jalanan. Dan semoga gerakan sosial ini bisa terealisasi.
Posting Komentar
0 Komentar