Dalam Sebuah Pencarian - Masa Depan Demokrasi
Novel Dalam Sebuah Pencarian
Masa Depan Demokrasi
Sekitar kurang lebih 2 minggu yang lalu kita dari
Departemen Humas KAMMI Kota Ternate menyurat ke Kesbangpol Linmas Kota Ternate
untuk bersilahturrahim. Silahturrahim tokoh sendiri merupakan salah satu
program kerja humas sebagai sarana untuk meningkatkan jalinan komunikasi dengan
berbagai elemen. KAMMI sendiri merupakan organisasi kepemudaan yang mengawal
reformasi, KAMMI tentu tidak bisa lepas dari kerja sama dengan pihak-pihak
strategis manapun, baik dari sebuah lembaga, instansi, atau tokoh masyarakat
baik formal ataupun nonformal. Karena dalam mencapai visi dan misi organisasi
diperlukan sebuah sinergisitas antara satu dengan pihak yang lainnya. Hal ini
tak akan berjalan dengan baik, jika tidak dilandasi dengan silaturrahim yang
terjalin antara kedua pihak.
Setelah semalamnya mendapatkan sms
talimat dari Ketua Umum, Akhi Safrudin, untuk besok kita silahturrahim ke
kantor Kesbangpol Linmas Kota Ternate pada pukul 08.30 WIT. Ini karena mungkin
dari pihak Kesbangpol Linmas telah mengkonfirmasi kepada Ketua Umum KAMMI Kota
Ternate atas surat yang telah diberikan ke mereka sekitar kurang lebih 2 minggu
yang lalu.
Setelah tiba di dalam ruangan Pak Kesbangpol yang
terasa cukup sejuk karena ruangan ber-AC terlihat ada beberapa kader yang sudah
ada di dalam, akh Safrudin, akh Wawan, dan akh Yusuf. Dan pastinya juga ada
Kepala Kesbangpol Linmas dan satu orang lagi, mungkin asistennya ataupun
pegawai Kesbangpol Linmas pastinya.
Diskusi pada silahturrahim hari itu
terkait “Kinerja Kesbangpol Linmas Terhadap Organisasi Kepemudaan”. Dalam hal ini, Bapak Abdullah Sadik, S.IP,
M.Si, selaku Kepala Kesbangpol Linmas Kota Ternate, menjelaskan bahwa peran
Kesbangpol Linmas terhadap organisasi kemasyarakatan maupun kepemudaan adalah
untuk membangun komunikasi, silahturahmi, dan menukar informasi. Selain itu
Beliau juga menambahkan tugas Kesbangpol juga untuk mengevaluasi organisasi
kemasyarakatan dan kepemudaan.
Terkait untuk hal ini juga karena
KAMMI Kota Ternate belum terdaftar di Kesbangpol Linmas (segala urusannya dalam
masa diurus, terkait surat-suratnya), oleh karena itu, Kepala Kesbangpol Linmas
juga menjelaskan terkait persyaratan-persyaratan untuk mendaftarkan organisasi
di Kesbangpol, diantaranya yang perlu dipenuhi adalah akta organisasi, AD/ART,
tujuan program kerja, biodata pengurus (ketua, sekretaris, dan bendahara),
surat keterangan domisili, keabsahan kontrak, surat pernyataan seperti
independen, tidak terjadi konfilk internal. Terkait persyaratan ini dari pihak
KAMMI sendiri sudah memperolehnya dari pengurus sebelumnya dan dalam
kepengurusan kali ini sedang mengurusi untuk memenuhi persyaratan ini. Dalam
waktu dekat KAMMI siap mendaftarkannya ke Kesbangpol Linmas.
Selain hal itu dalam silahturrahim
ini, beliau juga berbagi tentang pengalaman dan pemikiran beliau tentang
organisasi mahasiswa dan keislaman. Beliau sendiri juga sebelumnya pernah
menjadi dosen di salah satu universitas di Ternate. Beliau mengatakan
“Dimanapun, organisasi itu diatur, kecuali di Indonesia terkadang organisasi
itu tidak mau diatur. Tapi bukan dengan aturan yang membunuh. Itu kecuali pada
rezim komunis.” Beliau juga menambahkan kalau Negara paling demokratis salah
satunya adalah Indonesia.
Beliau juga sempat mengatakan
terkadang organisasi yang berlabel islam itu adanya tindakan kekerasan. Beliau
juga sempat mencontohkan beberapa organisasi berlabel islam yang berada dalam
daftar Kesbangpol Linmas. Menurut beliau, semua organisasi berlabel
Islam/Muslim harusnya mengedepankan konsep kepribadian Nabi Muhammad SAW.
Kepribadian yang lemah lembut dan bersahaja. Beliau juga mengharapkan agar
KAMMI harus jadi contoh buat organisasi kepemudaan berlabel Islam.
Kepala Kesbangpol Linmas ini sendiri
mengatakan bahwa beliau dulu terlibat dalam Senat Mahasiswa di kampusnya, dan
kalau tidak salah beliau sendiri merupakan ketua senatnya. Beliau juga
menanggapi terkait demokrasi yang terjadi di kalangan mahasiswa. Beliau
menyebutkan sekarang bahkan dalam kalangan BEM saja, pemilihannya bisa saling
bunuh (adanya tidakkan kekerasan). Bayangkan saja nilai yang dibangun oleh
Founding Father kita, nilai pancasila, bukanhkah mengedepankan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusian, persatuan, hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarakatan
perwakilan, dan keadilan sosial, cetus beliau. Mungkin pula nilai-nilai
pancasila sesungguhnya berasaskan nilai-nilai Islam. Bahkan beliau juga
menambahkan kalau kepemimpinan islam itu sangat demokratis. Maka sudah
selayaknya kita ke titahnya Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal itu juga, akh Wawan, memaparkan terkait visi
dan misi KAMMI. Visi KAMMI adalah wadah perjuangan
permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan
bangsa dan negara Indonesia yang Islami dan salah satu misi KAMMI adalah
membina keIslaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia.
Selain itu akh Wawan juga sedikit memaparkan terkait
agenda-agenda KAMMI diantaranya seperti terlibat aktif baik secara moril,
materil, dan fisik dalam menyikapi beberapa musibah yang terjadi di Kota
Ternate waktu lalu serta juga beberapa waktu yang lalu KAMMI melakukan tabliqh
akbar dan muhasabah akhir tahun bekerjasama dengan BKM Al-Munawwar.
Kebetulan Kepala Kesbangpol Linmas ini turut hadir
dalam acara tabliqh akbar dan muhasabah akhir tahun itu. Menurut beliau, KAMMI
sudah mendukung membangun Negara dengan mengikat elemen-elemen baik masyarakat
dan pemerintah. KAMMI dalam hal itu mau menggandeng BKM Al-Munawar untuk
memperhatikan hal-hal seperti itu.
Beliau juga mengatakan dalam silahturrahim ini, beliau
merasa terkejut dan senang karena terkadang organisasi kepemudaan merasa mereka
setara dengan pemerintah sehingga jarang mau menggandeng atau bersilahturrahim
dengan pihak pemerintah. KAMMI sendiri berbeda berusaha mengembangkan kerjasama
antar elemen bangsa dan negara dengan semangat membawa
kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar).
Dimana ini juga merupakan salah satu misi KAMMI.
Diakhir
silahturrahim ini beliau mengakhiri dengan mengatakan KAMMI dan Kesbangpol
sama-sama bekerja untuk Negara dengan fungsi-fungsinya masing-masing. Semoga
KAMMI melakukan perbaikan sesuai visi dan misinya. Silahturahim tokoh hari itu
dihadiri oleh Wahib, Akhi Safrudin, Akhi Wawan, Akhi Yusuf, Akhi Karim, Akhi
Jamal, dan Ukhti Wulan.
#
Kamis, 17 Oktober 2013 yang lalu, dilakukan salah
agenda diskusi oleh Departemen Kebijakan Publik PD KAMMI Kota Ternate. Diskusi
kali ini membahas terkait “Perkembangan Dunia Islam” yang dibawakan oleh Dr.
Ir. Muhammad Nur Sangaji, Dosen Universitas Tadulako Palu.
Diskusi yang dilakukan di Masjid
Al-Munawwar ini dimulai dengan melafadzkan basmallah dan tilawah dari salah
seorang ikhwan. Moderator dalam diskusi ini adalah Akhuna Wawan.
“Your life is change not because you
know people but people know you”, Pak Nur memulai dalam membuka materi yang
diberikannya.
Beliau melanjutkan “Hanya ada satu
orang yang dalam dirinya berkumpul keunggulan-keunggulan manusia. Dia adalah
Muhammad”, Beliau mengutip kata Gandhi.
Why you wonder why? You can’t speak
English. Suka atau tidak suka. Sekarang yang maju itu bukan kita, timpal
beliau.
For the defeat your enemy how your
enemy to be your friend. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah, lanjut beliau.
Kalau kita mau memajukan Islam maka
kita patut menunjukkan kelebihan Islam. Beliau menganalogikan Pesawat Sriwijaya
yang menyediakan makanan karena pesawatnya sudah tua dan Lion Air yang tanpa
penyedia makanan tapi pesawat masih baru-baru. Akan tetapi kedua-keduanya
memiliki peminat penumpang. Karena ada kelebihannya.
Beliau melanjutkan, Islam cenderung
dianggap menyeramkan. Maka perlu formulasi kembali metode dakwah.
Beliau kembali menganalogikan dengan
menceritakan kisah seorang pengemis buta yang mengemis dengan memegang tulisan
bertuliskan “Help me, i’m blind”. Banyak yang hanya melihat dan kurang
tersentuh. Lantas seseorang yang melihatnya dan mengganti dengan tulisan,
“Today is beautiful day but i can’t see”. Dan orang lebih mudah tersentuh
dengan kata-kata itu.
Beliau mengatakan, “Pakai cara
sesuai kemampuan! Every man have way self. Weakness after to be power”.
You make high your quality. This not
justice! Is about performance! Is about confidence, timpal beliau.
Beliau kemudian berbicara tentang
kebangkitan. Bagi beliau, kalau berbicara tentang kebangkitan, awal
pembicaraannya adalah kata bangkit.
Up and down, up and down, up and
down, and next. Karena berhenti berdiri berarti lumpuh. Proses keluarnya
kepompong dari kistanya untuk berbentuk kupu-kupu itu sunatullah. Itulah
kebangkitan, lanjut beliau.
Beliau melanjutkan dengan
membandingkan falsafah pendidikan dengan The True Power Of Water. Makhluk yang
abiotik saja bisa berubah. Mix understanding yang diperoleh itu mempengaruhi
perilaku anak-anak Indonesia. Bukan soal respek. Kebangkitan itu bermula dari
kultur. Knowledge not same with action.
Indonesia berada dalam urutan 0.0000
sekian dalam kontribusi menulis untuk dunia, timpal beliau kembali.
Kebangkitan adalah bangkit kembali.
Periode pertama adalah periodisasi Rasulullah ketika Islam datang dalam
keadaang asing. Kalau dalam organisasi mulai jumud maka ingatlah Rasulullah
yang diutus langsung oleh Allah saja memiliki cobaan dalam dakwahnya.
Periode kedua adalah periode
Andalusia. Islam yang menduduki 7 abad di Spanyol. Kita harus
bersungguh-sungguh tapi tidak harus merasa hebat. Islam dibuat mundur di sebuah
kota kecil diantara Spanyol dan Prancis. Dan masalahnya karena kekisruhan pada
kepemimpinan pemerintahan pusat Islam di Baghdad. Salah ajarnya tentang Islam
di Prancis tertanam hingga kini. Padahal Islam adalah peradaban.
Beliau juga mengatakan “Statesman
always think new generation”.
Dalam diskusi ini beliau memang
bercerita tanpa dirunutkan dengan baik. Beliau berbagi tentang Islam di
Prancis, tentang Prancis. Kebetulan beliau adalah lulusan doktor di salah satu
Universitas di Prancis. Beliau yang juga mahir dalam Bahasa Inggris serta
Bahasa Prancis.
Diakhir diskusi ini beliau membaca sebuah puisi,
I have a dream
To change a world
But is difficult
I change my dream
To change my country
But is not easy
I change my dream
To change my region
But is not easy
I change my dream
To change my family
But is not easy
I change my dream
To change my self
I hope i can to change my
family, my region, my country and the world
Beliau kembali mengatakan “Don’t
have dream change people before your change your self”. Beliau juga
mengungkapkan “Because you know your answer, and you know your solution but you
not do it”.
#
Lawatan ke Ternate, Fahri Hamzah (Ketua Umum Pertama
PP KAMMI) berbicara
Century, Kenaikan BBM, dan Masa Depan Demokrasi. Fahri Hamzah mulai dikenal oleh khalayak banyak sejak
genderang reformasi bergema kuat awal 1998. Dia adalah satu dari sekian banyak
aktifis mahasiswa yang namanya muncul karena aktifitas demonstrasi mahasiswa,
Laki-laki kelahiran Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 10 November 1971 ini
adalah pemimpin pertama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini banyak terlibat dalam
kegiatan akademis dan kecendikiawanan sejak masa sekolah hingga mahasiswa. Ia
tercatat pernah menjadi pengurus senat mahasiswa UI (SMUI) beberapa periode.
Bersama
organisasi KAMMI, Fahri melancarkan gerakan anti-KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme). Dalam setiap aksinya, KAMMI pimpinan Fahri berbeda dengan aksi
unjuk rasa mahasiswa lain yang cenderung sering terlibat bentrok fisik dengan
aparat.Puncaknya KAMMI satu-satunya elemen mahasiswa pendukung B.J. Habibie
sebagai penerus tongkat estafet dari Soeharto disaat elemen mahasiswa lain
merasa bahwa Habibie sama saja dengan Soeharto.
Fahri Hamzah
adalah satu dari sedikit aktivis pemimpin organisasi atau gerakan mahasiswa
yang sering disorot media massa karena berbagai diskusi, rapat dan demonstrasi
mahasiswa yang digagasnya guna menurunkan rezim yang berkuasa. Ia juga
seringkali bekerjasama dalam berbagai kesempatan dengan “bapak reformasi”, Amin
Rais, untuk menggalang aksi-aksi besar di berbagai kota di
Indonesia. Sebagai intelektual muda, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (UI) ini banyak terlibat dalam kegiatan akademis dan kecendekiawanan
sejak menjadi mahasiswa. Selain pernah bekerja sebagai salah satu pimpinan di
Jurusan Ekonomi Ekstensi UI, ia juga pernah aktif sebagai Ketua Departemen
Pengembangan Cendekiawan Muda Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
Pusat dan berbagai kegiatan lainnya. Sebelum menjadi anggota DPR RI, Fahri
Hamzah jugabanyak mengikuti berbagai forum pertemuan di dalam dan luar negeri. Saat ini Fahri Hamzah adalah anggota DPR RI dari
Fraksi PKS dan Wakil Sekjen DPP PKS.
Dalam
lawatannya ke Ternate, Fahri Hamzah berbicara Century, Kenaikan BBM dan Masa
Depan Demokrasi. Diskusi ini merupakan agenda KNPI Maluku Utara yang
berlangsung di Café Jarod.
Dalam
membuka diskusi ini, Fahri Hamzah mengatakan, “Dan sopan untuk menutupi
kesalahan adalah kejahatan”.
Fahri Hamzah
membagi dua waktu, yaitu time frame sejarah dan time frame peradaban. Kalau melihat
sejarah Maluku, maka orang-orang Maluku adalah penguasa. Kesultanan Ternate
misalnya melakukan ekspansi hingga ke filipina. Hampir mirip dengan Majapahit,
tutur Beliau.
Anak muda
tentu punya pandangan yang berbeda dengan orang tua. Mereka feodalisme, mereka
menyimpan tirani, dari dalam diri mereka. Mereka ingin jadikan pemuda sebagai
buruk sangka, orang-orang yang hanya bekerja pada produksi.
Tirani
adalah lawan kita dulu, lawan kita sekarang, dan lawan kita sampai kapanpun.
Tirani pada dasarnya kezaliman pada diri kita. Tirani adalah ego pada diri
kita. Tirani ketika memiliki kekuasaan maka akan menjadi bahaya. Tirani adalah
ketika kita tidak bisa menerima kritikan.
Sistemnya
demokrasi, kontitusinya demokratis, tapi institusi-institusinya masih ada yang
dibentuk tidak demokratis. Demokrasi yang modern adalah melayani. Dan inilah
yang diambil dari Rasulullah SAW.
Kepemimpinan
juga feodal. Mengurus menteri dengan segitu banyak tidak jelas, timpal Fahri
Hamzah.
Beliau juga
menuturkan, Kenapa Century tidak hilang? Kenapa Korupsi tidak hilang? Karena
itu tidak ingin dihilangkan. Korupsi tidak hilang. Korupsi festivalisasi dan
korupsi diberantas. Korupsi bisa dihilangkan secara sistemik.
Beliau juga
menjelaskan tentang Penolakan Kenaikan BBM. Beliau mengambil contoh, Van
Oranje, Pemimpin Belanda abad 16. Pada waktu itu Belanda dijajah oleh negara
lain. Pada masa Belanda, VOC ke Maluku untuk mencari rempah-rempah dan emas.
Dan mereka bertahan dari penjajahan dengan menjadi itu hasil rempah-rempah dan
emas sebagai permodalan negara.
Fahri Hamzah
menambahkan, kritik kita kepada pemerintah adalah tidak melakukan pembaharuan
energi. Dan menjual pembaharuan energi kepada negara lain dan memperkaya negara
lain. Dengan gas yang begitu murah.
Untuk Masa
Depan Demokrasi, Fahri Hamzah membagi menjadi tiga babak. Babak-babak
Reformasi. Babak pertama adalah keruntuhan rezim orde baru. Babak kedua adalah
kegamangan reformasi. Dan babak ketiga adalah kepemimpinan otentik.
Fahri Hamzah
menguraikan bahwa “Jantung Indonesia adalah ada pada kepemimpinnannya”. Beliau
juga menuturkan Islam buka hanya religius tetapi juga peradaban.
Fahri Hamzah
kembali menambahkan, “Sudah saatnya kita berpikir tentang masalah transisi.
Apakah kita sudah berada dalam jalur yang salah atau jalur yang benar. Seorang
pemimpin adalah orang yang seharusnya memahami filsafat perubahan amandemen”.
Kalau itu salah ya salah dan kalau itu benar ya benar, tutur Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah
juga mengatakan keotentitakan perjuangan pemuda adalah masa reformasi. Proklamasi
dan Sumpah Pemuda adalah sesuatu yang tidak memiliki studi kelayakan.
Fahri Hamzah
juga menuturkan, “Kita memang tidak bisa menjadi Presiden. Setidaknya kita
punya konsep dalam kepemimpinan”.
Setelahnya
terjadi diskusi dengan Fahri Hamzah dari berbagai penanya terkait Century,
Kenaikan BBM, dan Masa Depan Demokrasi. Diskusi berakhir sekitar pukul 00.00
WIT.
Setelah
berakhirnya diskusi, Wahib dan Wawan ingin meminta tanda tangan Bang Fahri, untuk buku
beliau yang berjudul “Negara, Pasar, dan Rakyat”. Wawan
terlihat bingung antar
mau panggil Bang, Ustad, atau siapa,
akhirnya dia hanya panggil Bapak saja. “Bapak
Fahri”, sapa Wawan. Wahib dan Wawan yang meminta tanda tangan untuk buku milik
mereka, “Negara, Pasar, dan Rakyat”, karya Fahri Hamzah.
Selain aktif
sebagai anggota Dewan, Fahri Hamzah juga senang menulis dalam berbagai artikel dan buku. Hingga
kini telah terbit beberapa karyanya dengan judul “Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat”, “Negara, Pasar dan Rakyat”, “Kemana Ujung Century”, dan “Demokrasi, Transisi, Korupsi”.
#
Riak-riak hujan, gerimis, meramaikan pagi itu. Pagi
itu beberapa kader KAMMI Kota Ternate akan menghadiri agenda “Dialog Politik
Orang Muda” di Aula Bidadari Kantor
Bupati Halmahera Barat yang bertajuk “Menimbang Masa Depan Demokrasi di Maluku
Utara”.
Sempat terbesik ketika melihat di
Pelabuhan Speed Boat Dermaga Residen Swering, mungkin banyak di antara yang
ikut adalah petinggi-petinggi organisasi kampus, turut-serta didalamnya adalah
para pejuang organisasi kepemudaan, dan mungkin berbagai organisasi kepemudaan
yang berkembang di Ternate, bertanya dalam diri sendiri, dimanakah position
bargaining KAMMI kini diantara OKP lainnya? Dimana para ikhwan KAMMI’ers yang
‘gerpolek’ itu? Ataukah dimana ikhwan KAMMI’ers yang ‘berjiwa politisi dan
berpikiran politik’? Dimana pula ‘Bunga-Bunga Haraki’ itu? Secara sederhana
dimanakah posisi KAMMI (Kota Ternate) kini? Adakah yang mengatur fase-fase
KAMMI (Kota Ternate) saat ini. Pikiran ini sempat terbesik ketika di dalam
speed boat perjalanan ke Jailolo. Perjalanan KAMMI yang sangat kental pada
kelahiran sebagai parlemen jalanan, terus pula bertranformasi ke Gerakan
Sosial, dan mencoba-coba bertransformasi lagi ke Gerakan Intelektual ataupun
Politik Peradaban. Transformasi itu (menurutku) belum sepenuhnya
terejawantahkan di dalam KAMMI (Kota Ternate). Dan mungkin hampir punah untuk
periode ini. Benih-benih itu hampir hilang, entahlah belum dipupuk lagi untuk
tumbuh. Kalaupun secara sadar tidak bisa semua kader bertransformasi dalam
konteks itu maka harusnya ada beberapa kader yang seperti itu. Dan keberagaman
karakter kader KAMMI adalah sebuah keniscayaan. Sebuah keniscayaan yang
berimplikasi pada sebuah sunatullah. KAMMI membutuhkan kader (dalam bahasaku)
para ikhwan ‘gerpolek’ dan ‘Bunga-Bunga Haraki’, akhwat. Bahasa sederhananya,
kader ikhwan maupun akhwat yang berkecenderungan ke politik. Tapi kecenderungan
ini perlu ada budaya yang terejawantahkan dalam ruhnya untuk membudayakan
budaya membaca dan semangat menghadiri agenda dialog-dialog politik, yang bukan
saja bersumber dari induknya (jamaah). Keberagaman karakter kader itulah KAMMI
(Kota Ternate) pada tataran rilnya. Hal inilah yang akan memperkuat bargaining position KAMMI (Kota Ternate)
diantara Organisasi Kepemudaan lainnya. Agar KAMMI yang dikenal baik dalam
gerakan moral mampu memperpadukan dengan gerakan intelektual yang menghasilkan
politik peradaban. Karena terkadang gerakan moral yang didengungkan begitu banyak
orang dan dirindukan sekarang, itu sebenarnya sudah dimiliki KAMMI diawal KAMMI
berdiri, tapi gerakan moral yang dimiliki KAMMI (Kota Ternate) belum mampu
digagas KAMMI (Kota Ternate) dalam bentuk perang gagasan, dipadukan dengan
gerakan intelektualnya, sehingga KAMMI (Kota Ternate) hanya cenderung dipandang
sebagai gerakan moral yang hanya untuk kalangannya, maksudnya gerakan moral
yang dimiliki KAMMI dan dirindukan semua kalangan belum mampu menentukan posisi
strategis KAMMI (Kota Ternate) (diantara OKP lainnya). Disatu sisi ini akan
menentukan KAMMI (Kota Ternate) untuk mengejar tuntutan zamannya dan mampu
bergulat dengan tantangan zamannya. Diskusi sepintas antara Wahib dengan Wawan.
Pikiran tentang kondisi itu,
berhenti. Ketika Wahib dan Wawan tiba di Aula Bidadari Kantor Bupati Halmahera
Barat. Dialog ini dengan pembicara diantaranya Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara
(DR. Saiful Bahri Ruray, SH, M.Si), Rektor Unkhair Ternate (Prof. DR. Husen
Alting, SH, MH), Aktifis Perempuan, Caleg DPR RI dari PDIP Dapil Maluku Utara
(Irene Yusiana Roba Putri, S.Sos, M.Comn and MedSt), dan pembanding Pemimpin
Redaksi Harian Malut Post (Muhammad Syadri). Sebelumnya agenda ini dilaporkan
oleh Panitia Penyelenggara dari Bari Institut. Dan dibuka oleh Bupati Halmahera
Barat.
Dialog pertama dipaparkan oleh Ketua
DPRD Provinsi Maluku Utara (DR. Saiful Bahri Ruray, SH, M.Si) dengan sub tema
tentang “Prospek dan Tantangan Kaum Muda Maluku Utara dalam Kancah Politik
Nasional”. Dinamika perubahan yang dialami suatu bangsa, negara atau masyarakat
tidak lepas dari sebuah fenomena. Beliau juga mengutip konsep Soekarno tentang
action dan character building, dan juga konsep moral man and social society.
Gerakan peradaban masa lalu di mediterania, kemudian ke Eropa dan Amerika, dan sekarang
hadir hansphere baru dunia yang semakin mengarah ke Asia, tandas beliau dalam
pemaparan materi.
Respon atas perubahan terdiri atas
comunitarist movement dan pluralist movement, pluralist movement terbagi atas
radicalist dan gradualist. Negara modern terdiri atas nation yang terdiri dari
etnic, race, religion, class berimplikasi pada adat. Demokrasi gagal kalau
tidak mampu merangkum segalanya menjadi Negara Modern. Didalamnya juga termasuk
leadership factor. Beliau mencontohkan Angela Marker (Perdana Menteri Jerman).
Gunnar Myndal mengatakan Negara
kuat dan Negara lemah. Negara kuat karena etikanya kuat dan sebaliknya. Perbedaan antara negara berkembang dan negara
maju tidak tergantung dengan umur negara, tidak tergantung pula sumber daya
alam dari suatu negara. Misalkan Swiss, negara pembuat coklat terbaik tapi
bukan penghasil coklat.
Di satu
sisi tidak ada perbedaan kecerdasan signifikan antara Indonesia dengan swiss.
Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Perbedaannya adalah sikap dan
perilaku masyarakatnya yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan
dan pendidikan. Prinsip dasar kehidupan: etika dalam kehidupan sehari-hari,
kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan dan hukum
masyarakat, hormat pada banyak orang atau warga lain, cinta pada pekerjaan,
berusaha keras untuk menabung dan investasi, mau bekerja keras, dan tepat
waktu. Kita bukan terbelakang. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan
mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita
pantas membangun masyarakat, ekonomi dan negara. Dan perubahan dimulai dari
diri kita sendiri, pemaparan beliau dalam materinya.
Membangun
Maluku Utara kedepan membutuhkan paradigma kultural, lanjut beliau. Isu lokal
tulis beliau diantaranya implementasi MP3SEI pada tataran lokal, lemahnya
mobilitas vertical Malut di tingkat pusat pengambil kekuasaan, terjebak pada
isu premodial (sukuisme, kampungisme, isu kelompok dan agama), lemahnya SDM
berbanding dengan SDA. Kekurangan Malut sesungguhnya adalah peluang politik
bagi elit yang mampu membaca peluang dan analisa (SWOT), tandas beliau.
Isu masa
depan kaum muda. Sebuah partai tetap eksis jika memiliki generasi avant grant.
Indonesia memiliki konsumen yang besar dan demographic kaum muda. Beliau menyimpulkan
hakikat kekuatan politik adalah pada kelembutan, karena kelembutan adalah inti
etika dan kebenaran, beliau mengutip dari Mahatma Gandhi. Indonesia butuh
partai bersih dengan leadership yang kuat dan siap menjadi patronage politik
baru untuk menjawab distruss ekspetasi kaum muda dalam demokrasi.
Pemaparan
kedua dari Prof. DR. Husen Alting, SH, MH dengan sub tema tentang “Peran Dunia
Kampus dalam Memproduksi Politisi Muda Berkualitas”. Beliau mengatakan kaum
muda merupakan aset bangsa. Pemuda perlu mengasah kemampuan reflektif.
Pendidikan merupakan faktor penting dan sangat diandalkan. Pemuda harus mampu
melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak.
Tugas
pemuda ke depan, kata beliau, dituntut diharapkan dapat terjun ke arena politik
dalam rangka kepentingan pembangunan. Bagaimana seharunya, kata beliau, perlu
penguatan konsep, memiliki gagasan, pikiran dan solusi. Bagi beliau, fungsi
Perguruan Tinggi adalah mengembangkan kemampuan, karakter, dan intelektual.
Perguruan Tinggi didirikan bukan demi uang atau kuasa melainkan demi
intelektual. Beliau mengutip Mahatma Gandhi, pendidikan tanpa basis karakter
adalah salah satu dosa yang fatal. Adapun karakter itu adalah olah pikir, olah
hati, olah raga, olah rasa atau karsa. Yaitu cerdas, jujur, tangguh, peduli,
menghasilkan nilai-nilai luhur, tandas beliau.
Pembentukan
karakter itu dimulai dari rumah, kata beliau. Perform character dan moral
character. Perform character adalah komitmen untuk terus menerus meningkatkan
mutu, menetapkan tujuan, etika kerja, determinasi, kepercayaan diri, semangat,
dan kebanggan. Sedangkan moral character itu adalah saling menghormati,
bertanggung jawab, rasa mencintai, kemanusiaan, integritas, keadilan, dan
dorongan moral. Bagi beliau character education adalah tanggung jawab setiap
orang.
Bagaimana
kampus dalam tahun politik, kata beliau, kampus harus bersama pers dan
masyarakat, berkontribusi regenerasi, dan multipikasi. Beliau berkesimpulan
bahwa memiliki politisi muda yang berkualitas harus didasarkan pada penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasaskan pendidikan karakter. Beliau juga
melanjutkan karakter bukan anugerah melainkan dibangun sedikit demi sedikit
dengan pikiran, perbuatan, kebiasaan, keberanian, dan usaha keras.
Belanjut
pada pemateri ketiga yaitu Irene Yusiana Roba Putri, S.Sos, M.Comn and MedSt.
Sub tema yang dibawakan tentang “Peran Media Untuk Masa Depan Demokrasi”.
Komunikasi politik menjadi salah satu hal yang penting. Berbicara tentang
komunikasi politik dan Maluku Utara maka identik dengan demonstrasi. Padahal
demonstrasi cenderung tidak efektif karena tidak terlalu didengar oleh para
petinggi eksekutif dan legislatif daerah. Itu bukanlah komunikasi yang efektif,
tandas Irene.
Unsur-unsur
komunikasi politik diantaranya komunikasi politik merupakan sebuah proses.
Peran dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan. Fungsi
komunikasi politik, memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang
terjadi, mendidik masyarakat mengenai signifikasi dan arti terhadap fakta yang
ada, menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah, membuat
publikasi terhadap pemerintah dan intitusi politik. Dimana media berperan
sebagai watch dog dalam menciptakan good govermance.
Media
massa dan sistem politik demokratis, pertama watch dog role media harus
memonitor semua aktivitas dan berani mengungkapkan penyalahgunaan. Kedua,
information and debate. Media massa mesti mampu memberikan saluran komunikasi
antara pemerintah dan rakyat. Ketiga voice of the people. Inipun terskema dalam
political actor, media, and people.
Kebebasan
pers dan public sphere, “the media are now probably the key instution of the
public sphere and it’s quality will depend on the quality of media”. Jurnalisme
publik. Demokrasi elektronik, pertama, percaya bahwa internet bisa merubah
sistem politik, kedua, memiliki potensi untuk demokrasi langsung, tandas Irene.
Keterbatasn
demokrasi langsung, pertama banyaknya informasi bukan berarti informasi yang
lebih baik, kedua teknologi bisa mengurangi makna demokrasi, ketiga technology
can serve the powerfull, ungkap Irene.
“Siapa
yang menguasai media, maka ia menguasai dunia”, lanjut Irene. Media massa
merupakan instrument atau saluran utama dalam proses komunikasi politik dimana
media telah menciptakan public sphere.
Lanjutnya
adalah pemateri dari pembanding, Pimpinan Redaksi Harian Malut Post (Muhammad
Syadri). Saat materi ini, kami keluar sholat zdhuhur terlebih dahulu sehingga
pembanding yang disampaikan tidak terlalu dicatat olehku. Wahib hanya menyimak
beberapa hal dari beliau, masyarakat menyadari pentingnya media dalam
memberikan informasi. Fungsi media bukan hanya sebagai sarana penyampaian
informasi tetapi juga sebagai sarana pendidikan. Keberadaan media bisa
memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam berbagai hal. Makanya posisi
media menjadi penting dalam pembangunan demokrasi.
Berlanjut pada sesi diskusi dan testimoni, banyak
pertanyaan yang berkisar pada tataran bagaimana hubungan media dengan parpol,
kinerja dan pembuktian (janji-janji) politik dari caleg, Malut Post sebagai
estalasi konfilk dan politik terbesar dalam salah satu survey, tiga srikandi
yang jadi patung dalam DPR-RI dapil Malut, bagaimana dengan kondisi caleg
berikutnya (Irene), kampus sebagai produk predator, peran kampus dalam
perpolitikan dan produk politisi muda, dan kedinastian politik antara Irene dan
Bapaknya Bupati Halbar.
Setelahnya dialog yang berlangsung kurang lebih 6 jam ini
berakhir. Dialog ini dihadiri oleh berbagai organisasi kepemudaan, organisasi
kampus, perwakilan pemuda tiap desa Halbar, OKK Halbar, jajaran pimpinan SKPD
Halbar, masyarakat umum, caleg lain, dan beberapa legislatif Halbar, serta
sebagian para akademisi Malut. Sekitar pukul 6, Wahib dan Wawan kembali dari
Jailolo ke Ternate.
#
Wahib dan Wawan memang suka sekali bergelut dalam
berbagai diskusi. Kali ini kami kembali hadiri diskusi tentang Demokrasi.
Pembicaraan terkait Demokrasi mulai marak dibicarakan menjelang momen-momen
politik ini. Hal ini pula yang dilakukan oleh Jaringan Muda Maluku Utara (JMMU)
dengan tema terkait “Masa Depan Demokrasi Maluku Utara (Sepenggal Gagasan
Menjelang Pemilihan Legislatif 2014)”. Wahib memang senang untuk mencatat
beberapa hasil diskusi, sedang Wawan adalah penikmat (pembaca) catatan Wahib.
Pemateri dalam di dialog ini
diantaranya; Samsul Rijal (DPP KNPI), Sofyan Daud (DPRD Tikep), Boki Nita
(Keterwakilan Perempuan, Caleg Demokrat), Aziz Hasyim (Akademisi). Pemateri
pertama yang memaparkan gagasannya adalah Samsul Rijal (DPP KNPI). Dalam
pemaparan materinya, ia mengatakan implementasi dari demokrasi cenderung
seperti langit dan bumi. Demokrasi berasal dari kata demos dan cratos.
Demokrasi bukan semata pada demokrasi politik tapi juga dalam demokrasi
pemerintahan. Bahkan demokrasi yang diusung Plato, sudah dilakukan oleh
Rasulullah yaitu “Culture Madani”, tandas Samsul. Ia melanjutkan dalam konteks
kepemimpinan Maluku Utara, maka dalam 2 periode ini, kepemimpinan itu illegal.
Maluku Utara, daerah dengan inflasi yang tinggi dengan perputaran uang yang
rendah. Maka dimana peran pemerintah dalam men-drive ini. Maluku Utara harus
punya grand design, role mode untuk men-drive bentuk pemerintahan.
Maluku Utara cenderung politisasi
hukum. Secara historital, mengenai tata kota kemarin. Anak daerah harus bangga
dengan kearifan lokal. Contoh Jepang walaupun endosentris tapi punya kaisar,
Belanda yang maju tapi memiliki raja. Begitu juga Inggris, Malaysia, dan
lainnya. Mereka membangun character building, lanjut beliau.
NKRI lahir dari kesepakatan
raja-raja. NKRI buka hanya peran-peran Soekarno tapi juga ada Natsir yang ingin
membentuk Negara-Agamais, kata beliau. Pemda perlu melihat secara obejektivitas
terhadap permasalahan sosial dan hukum dalam membentuk kontitusional, lanjut
Samsul. Dalam konteks politik demokrasi, rakyat Malut, bagaimana anak sekolah
ketika bangun berpikir langsung ke sekolah, begitu juga nelayan, petani, ketika
bangun berpikir ke laut dan ke kebun. Ini sekarang kan semua membicarakan
politik, lanjut Samsul.
Materi kedua yang dipaparkan dalam
dialog ini adalah Sofyan Daud. Peristiwa demokrasi terakhir Malut adalah hasil
Makhamah Konstitusi beberapa hari yang lalu (pilkada). Ini menunjukkan bahwa
masyarakat Maluku Utara lebih cerdas dari periode-periode pemilihan sebelumnya,
beliau mengawali materinya. Tema ini juga membuat kita menjadi manusia yang
memiliki komitmen terhadap demokrasi. Intitusi pendidikan, organisasi
kepemudaan, organisasi masyarakat hingga partai politik adalah penguji
demokrasi. Menghasilkan kader-kader politik yang baik, lanjut Sofyan.
Orang-orang cerdas itu harus
mencerdaskan masyarakat. Rakyat itu sebenarnya bisa memiliki tapi mereka tidak
memilih. Demokrasi memberikan kesempatan hingga orang brengsek pun harus
memilih. Bahkan dalam konteks, bagaiman kalau orang brengsek memilih orang
brengsek, kata beliau.
Pemateri ketiga dalam dialog ini
adalah Boki Nita. Membicarakan demokrasi itu sangat luas. Bisa saja tatanan
pemerintahan, ekonomi, dan politik, tandas Boki Nita. Boki Nita yang menjadi
pemateri sebagai keterwakilan perempuan mengatakan MDG’s sebagai isu-isu
perempuan. Keterwakilan perempuan dalam pemilu. Bahkan ini aturan KPU terkait
30% keterwakilan perempuan. Kalau perempuan-perempuan memilih perempuan maka
perempuan bisa menjadi perwakilan rakyat, gagas Nita.
Jumlah yang berbeda dalam legislatif
antara Manado dengan Maluku Utara. Manado, perempuan cukup banyak dalam
legislatif. Perempuanlah yang paling mengerti perempuan, lanjut Nita.
Yang namanya politisi itu do something for partai politik, tandas
Nita. Di Ubezkistan itu seluruh pembiayaan politik dibiayai negara. Di
Australia itu 50%-50%. Dan di Indonesia hampir hanya sedikit pembiayaan
politik. Hal ini membuat menjadi sulit untuk pendidikan politik. Debat politik
harus mengatasi masalah golput, lanjut Boki Nita.
Pemateri keempat dalam dialog ini adalah
Aziz Hasyim. Aziz lebih mengerucut dalam mengupas tentang “Potret Pemuda dalam
Pileg 2014”. Teman-teman kalau di kampus disebut civitas akademika maka malam
ini teman-teman disebut civitas pergerakan, ungkap Aziz dalam memulai pemaparan
materinya.
Pembicaraan tentang demokrai atau
apapun bahasanya. Maka demokrasi cenderung membicarakan visi dan gagasan.
Pertama, pemilih dan memilih, kedua, eleksetrend, keitga karakter pemilih.
Inilah ikhtiar demokrasi. 1995-1999 adalah trend demokrasi karena transisi.
Ikhtiar demokrasi. Rumusannya cenderung membuat ketidakkeyakinan karena kuat
ditambah kekuasaan sama dengan menang, tandas Aziz.
Hampir kita lihat tidak visi dan
gagasan. Misalkan slogan pemilih cerdas pemilu berkualitas. Hal ini harusnya
menyentuh kesadaran. Bagaimana pemilu berkualitas kalau penyelenggara tidak
berkualitas, tandas Aziz. Prancis mendorong demokrasi, bukan tanpa darah. Dan
itu merupakan desain kekaisaran. Begitu juga halnya dengan Amerika. Grand
design untuk membalikkan citra Amerika untuk menyatakan mereke adalah democrat.
Dengan terpilihnya Presiden Obama, lanjut Aziz.
Apakah jalan menuju demokrasi harus
berdarah-darah? Demokrasi harusnya bisa dicapai dengan martabat. Syaratnya
adalah penyelenggara yang lebih baik. Parpol melakukan deal politik dan money
politik, lanjut Aziz. Demokrasi memang identik dengan visi. Maka perlu melihat
perjalanan sejarah-sejarah demokrasi. Kalau kita sepakat demokrasi itu terkait
visi maka kita perlu melihat demokrasi di Maluku Utara dalam potret yang lalu,
tandas Aziz.
Maka penyelenggara yang cerdas harus
menghasilkan pemilih yang cerdas. Jangan lagi berharap demokrasi kalau rakyat
menangis. Demokrasi pada akhirnya akan melahirkan pemimpin yang dungu. Pemilih
cerdas, penyelenggara bobrok maka pemilu bobrok. Jadinya money politik tambah kekuasaan sama dengan beli suara di KPU,
lanjut Aziz.
Setelahnya berlangsung diskusi yang
alot, banyak penanya yang bertanya tentang kondisi demokrasi kini hingga
kinerja (Boki Nita dan Sofyan Daud) selaku perwakilan DPR-RI Maluku Utara dan
Anggota DPRD Tikep serta sedang mencalonkan diri lagi.
Wahib dan Wawan berpikir, sayangnya
diskusi ini tidak berorientasi dan tidak menentukan indikator untuk kemajuan
demokrasi secara umum yang mampu dipertanggungjawaban pemateri yang sebagian
sebagai anggota DPRD dan DPR-RI dan sedang mencalonkan diri lagi, begitu juga
dengan akademisi, dan kaum muda. Semisal kita menyadari bahwa demokrasi itu
membutuhkan rasionalitas, moralitas, dan etika yang kuat. Maka yang diperlukan
adalah perbaikan kualitas manusia bukan semata pembangunan infrastruktur.
Demokrasi sebagai instrumen dalam misi yang ideal untuk membentuk masyarakat
madani dengan indikator yang mirip dengan masyarakat madani di masa Rasulullah,
syura (musyarawarah), al-adalah (keadilan), al-amanah (kepercayaan),
al-masuliyah (bertanggung jawab), al-hurriyah (kebebasan), dan al-musawah
(kesejajaran). Kalau dalam sistem Islam pastinya suara ulama berbeda dengan
suara seorang pemabuk. Tapi bagaimana kita kedepankan kedemokrasian islam bukan
islam demokrasi. Demokrasi memang akan terpaut pada orang brengsek memilih
orang brengsek, orang baik memilih orang brengsek, orang brengsek memilih orang
baik dan orang baik memilih orang baik. Maka bagaimana kita mengatur demokrasi
agar hanya terpaut pada orang “brengsek” memilih orang baik dan orang baik
memilih orang baik. Maka perlu kaderisasi partai politik yang menciptakan orang
baik.
Posting Komentar
0 Komentar