Orang-Orang Sederhana - Lelaki dalam Bulan Mei dan Harapan

Orang-Orang Sederhana

M. Sadli Umasangaji




Lelaki dalam Bulan Mei dan Harapan

 

            Beberapa tahun lalu tertulis dalam bukunya Tuan A. Tuan A yang memimpin partai berhaluan kiri dalam usia muda, “Partai yang lahir pada bulan Mei tahun 1920. Dan kini telah berusia beberapa tahun, masuk tiga puluhan lima tahun. Lahirnya partai sebagai partai kelas buruh Indonesia. Perkembangan partai ini adalah partai yang kemudian memimpin kaum tani dan massa rakyat dalam perjuangan melawan imperialisme serta kaki tangannya. Dalam perjuangan untuk menumbangkan kekuasaan reaksioner dan mendirikan kekuasaan rakyat yang bersendikan persekutuan mayoriti daripada rakyat yaitu persekutuan kaum tani dan kaum buruh. Hanya kekuasaan rakyat inilah yang memungkinkan terciptanya Indonesia sosialis di kemudian hari”. Dan Tuan A dalam beberapa waktu, karena pergolakan politik, kalah dan terjatuh, terus hilang.

            Gifar adalah lelaki kelahiran bulan Mei. Seperti kelahiran gerakan yang berhaluan kiri di masa awal-awal. Mulai dari tokoh SMN yang terlibat Gerakan Serikat “I” Semarang. Permulaan abad kedua puluh merupakan salah satu periode yang dimana sekitar tahun-tahun itu terjadi perubahan-perubahan sosial yang besar di Indonesia. Pesatnya perkembangan pendidikan barat, pertambahan penduduk yang meningkat cepat dan mulai digunakan teknologi modern, hal-hal ini membawa perubahan sosial di Indonesia.

            Nilai-nilai tradisional yang telah mengakar di masyarakat Indonesia, tiba-tiba mendapatkan konfrontrasi dengan budaya-budaya lain. Maka budaya-budaya tradisional berbaur hidup dengan yang lain. Sebagian mereka mencari berjalan seiringan dalam pemikiran dan gerakan Islam. Sebagian yang lain menggali kembali dari perbendaharaan lama untuk diselaraskan dengan kondisi modern. Sebagian yang lain mentautkan diri dalam alam pemikiran Barat.

Tapi memang mula-mula sebenarnya, terbentang dalam pemikiran yang jauh sebagai permulaan pemikiran. Tuan O, Tuan C dan Tuan F di Barat sana dengan pemikirannya, “Tidak ada kekurangan, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan, tidak ada penyakit atau ketidakpedulian di dunia, semua orang bekerja untuk kemajuan bagi semua umat manusia, bukan bagi kekayaan diri sendiri”. Pemikiran ini menurut Tuan M terlalu utopis.

Tuan M berasumsi bahwa sekarang ini terlalu banyak struktur yang tidak imbang dengan berbentuk piramida. Level paling bawah adalah para pekerja. Mereka yang bekerja. Mereka berkata, “Kami yang bekerja, kami yang bertani, kami yang beternak, kami yang melaut, kami yang bekerja di pabrik, kami yang kasih makan semua orang”.

Tapi hasil dari mereka yang bekerja dinikmati oleh para borjuasi. Dan yang melanggengkan struktur ini, yang menjaga agar kaum terbawah tidak melawan, maka menjadi tugas Militer agar kaum borjuasi aman. Dan yang turut untuk mempertahankan kemapanan kaum borjuasi dengan kata-kata pelenaan adalah kaum agamawan. Semua struktur puncak menjadi langgeng yang mengatur semuanya adalah kaum kuasa, pemerintah. Maka struktur ini terus berada dalam kemapanan. Tuan M marah, bahwa kalau begini terus maka yang sengsara akan semakin sengsara.

Bulan Mei, 1917. Kembali ke kondisi saat itu masih Hindia Belanda. Kepemimpinan gerakan Serikat “I” Semarang beralih ke kepemimpinan Bung SMN. Para pendukung gerakan SI (Semarang) juga berubah dari kalangan kaum menengah dan pegawai berubah menjadi kaum buruh dan rakyat kecil. Ini menjadi hal yang penting karena ia adalah cikal bakal haluan kiri di Indonesia. Atau gerakan awal kaum Tuan M-isme di Indonesia.

Proses itu terjadi karena dipengaruhi kondisi Semarang dan Hindia Belanda saat itu. Pemerintah Hindia Belanda membuat beberapa peraturan baru yang mengubah dari sistem jajahan ala VOC menjadi sistem yang lebih liberal. Perkebunan yang sebelumnya dimonopoli pemerintah, kini boleh diusahakan modal-modal swasta. Sistem kerja paksa dan rodi berubah ke sistem kerja upah secara bebas. Sejak itu, modal-modal asing bergerak masuk ke Hindia Belanda. Mereka menggarap pertambangan, perkebunan dan pabrik-pabrik.

Di seberang sana terjadi revolusi Negara R, berita-berita revolusi itu menyebar hingga ke Hindia Belanda. Di Hindia Belanda telah berdiri Gerakan Buruh, Sosial Demokratik, ISDV yang digerakkan oleh Tuan SNV. Bagian dari kemestian gerakan. Imperialisme adalah eksploitasi yang tidak kenal malu. Tujuan dari eksploitasi adalah untuk memperoleh keuntungan segala-galanya. Akan tetapi karena proses eksploitasi itu maka dibangun jalan-jalan kereta api, pabrik dan perusahaan. Terciptanya pusat-pusat industri dan perdagangan. Timbullah satu kelas, kaum proletar, muncul intelegensia bumiputera, bangunnya kesadaran nasional, memicunya gerakan kemerdekaan. Ini adalah hal yang tidak dapat dihindari dari politik ini. Pertumbuhan dari gerakan revolusioner di semua koloni dan negeri. Keadilan ini penting bagi kaum proletar. Karena kaum proletarlah yang melemahkan posisi kaum kapitalis.

Tuan SMN menyukai gagasan Tuan SNV. Tertulis: “Apakah suara-suara bungah masuk dalam kota desa dalam negeri ini? Di sini hiduplah suatu rakyat dalam negeri yang kaya sendiri. Di sini hiduplah suatu rakyat yang miskin dan bodoh. Di sini hidup suatu rakyat mengeluarkan kekayaan yang sudah bertahun mengalir ke kantong-kantong bangsa yang memerintah, kantong-kantong di Eropa Barat, terutama pada negeri kecil yang ada di sini yang memegang kekuasaan politik. Di sini hiduplah suatu rakyat yang menurut saja dengan lembek. Kumpulan politik dilarang, pertimbangan kritik dalam surat kabar diancam oleh keadilan yang berat sebelah. Sebab itulah keadilan kepunyaan yang memerintah saja. Upaya bergerak dilawan dengan kebiasaan pembuangan. Pergerakan politik diperkenankan bila itu pergerakan kepunyaan yang memerintah saja sebagai bagian dari bikin malu rakyat, seumpama ada pergerakan yang memperkuat balatentara buat melindungi tanah air. Tanah air yang mana sudah diambil tangannya rakyat oleh pemerintah asing. Di sini hiduplah suatu rakyat yang sabar, suka menurut bertahun-tahun saja”.

Di balik kejadian-kejadian itu, Bung SMN mulai menggerakan SI ke jalan sosialis revolusioner dengan kondisi sosial yang turut serta telah mewadahi untuk mendukung terjadinya kondisional itu. Persoalan tanah dan kemiskinan membuat Bung SMN mendapat dukungan. Suatu yang menarik dari konsesi-konsesi “Kaum Tuan M-Isme” ini maka jelas terbayangnya tendensi-tendensi. Mereka sadar bahwa untuk melawan penindasan, kalau perlu menjalankan gerakan-gerakan bawah tanah. Rakyat dan buruh hanya dapat dipersatukan manakala mereka sadar akan keperluannya. Dan selama mereka belum sadar, semua usaha akan gagal. Paska-paska itu Bung SMN membuat gerakan, menulis, memimpin redaksi media, menyadarkan rakyat, membina rakyat, menolak perwakilan rakyat dan berlawan. Berusaha menyebarkan pemikiran sosialis dalam kongres SI.

Bung SMN dalam kongres SI itu berusaha menyebarkan gagasan-gagasan sosialis, perdebatan-perdebatan terjadi. Dari tentang Indie Weerbar, soal nasionalisme hingga kapitalisme bumiputera. Dan hingga mosi pemecatan Bung SMN dari SI. Tapi dalam program-program SI, kaum SI berhaluan kiri menang, mereka memperjuangkan nasionalisasi perusahaan-perusahaan besar atau yang mendapat keuntungan besar. Kemudian bertuliskanlah, “SI sekarang sudah bernada sosialis”. Tak lama, Lelaki dalam pelukan Mei itu lepas dari SI, dan bergerak bebas dengan haluan kiri. Dan lahir PK-Hindia, tak lama berubah menjadi PK-Indonesia.

#

            Gifar masih mencermati perjalanan gerakan bermula pada Bulan Mei ini. Di belahan tempat dan juga waktu yang lain, terjadi pergulatan dalam garis politik dan metode perjuangan yang ditawarkan serta strategi-taktik untuk mencapai terwujudnya sosialisme abad keduapuluh satu. Dalam rangka mewujudkan ‘Jalan’, terjadi perdebatan sengit antara dua kubu gerakan Kiri, yakni kubu Radikal yang mengikuti garis Leninis dan kubu Moderat yang terinspirasi pada Antonio Gramsci. Konteks utama yang menjadi pergulatan diskursus oleh kedua kubu ini berpusar pada pertanyaan: “Bagaimana seharusnya kita memandang peran Negara dalam hubungannya dengan pembangunan masyarakat sosialis?”.

Tapi mereka masih sama-sama terus bergerak. Bagi kubu Radikal, untuk bisa mewujudkan masyarakat sosialis maka, seperti Lenin, tidak ada cara lain untuk menghadapi Negara kecuali dengan menghancurkannya. Bagi mereka, antara constituent power (gerakan sosial dan rakyat secara umum) dan constituted power (birokrasi negara dan pemimpin partai politik) pasti akan selalu bertentangan kepentingannya. Kedua kekuatan ini tidak mungkin bersatu bahu membahu dalam mewujudkan masyarakat sosialis. Salah satunya pasti berwatak progresif revolusioner dan yang lain berwatak konservatif-reaksioner. Mereka tidak percaya bahwa Negara, dalam hal ini Negara Bolivarian yang merupakan warisan dari Negara lama, akan sanggup memfasilitasi dan mempromosikan sebagai ‘Demokrasi berbasis-masyarakat atau social-base democracy’. Dan berdasarkan pembacaan mereka atas kondisi subjektif rakyat, mereka berkesimpulan bahwa kesadaran rakyat sudah matang untuk mengambilalih kekuasaan Negara ke dalam tangannya secara revolusioner. Tetapi metode perjuangan kaum Radikal ini dikritik secara mendasar oleh kalangan Moderat. Mereka berpendapat bahwa penilaian dan kesimpulan kaum Radikal bahwa kesadaran rakyat sudah matang untuk merebut kekuasaan Negara secara revolusioner adalah terburu-buru. Seharusnya dipahami bahwa pencapaian-pencapaian menakjubkan yang diperoleh kelompok ‘Chavista’ adalah buah dari perjuangan elektoral, bukan hasil dari perjuangan gerilya bersenjata yang telah terbukti gagal. Karena itu, strategi yang tepat dalam hubungannya dengan Negara adalah melakukan apa yang disebut Gramsci sebagai ‘Perang Posisi,’ yakni kaum revolusioner harus menduduki ruang lama dan baru yang tersedia dalam ruang publik. Dengan strategi ini, maka berbeda dengan kaum Radikal yang menghendaki agar kalangan revolusioner harus menghancurkan kekuasaan Negara, maka kaum Moderat ini mengusulkan strategi mentransformasi kekuasaan Negara.

Gifar dalam pelukan gerakan bulan Mei itu, masih menaruh harapan pada diskursus gerakan awal dalam pelukan bulan Mei ini bahwa “Golongan kiri harus mengerti bahwa perannya adalah memberi orientasi, memfasilitasi, dan berjalan bersama, tetapi bukan menggantikan, gerakan-gerakan ini, dan bahwa sikap ‘vertikalis’ yang merusak inisiatif rakyat harus dilenyapkan. Sekarang dimengerti bahwa gerakan kiri harus belajar untuk mendengarkan, untuk membuat diagnosis yang tepat mengenai tahap-tahap pikiran rakyat, dan mendengar secara teliti solusi-solusi yang disampaikan oleh rakyat. Golongan kiri juga harus menyadari bahwa, untuk membantu rakyat menjadi, dan merasa bahwa mereka adalah pelaku, golongan kiri harus meninggalkan gaya pemimpin militer vertikalis menuju pendidik rakyat, yang mampu untuk mengerahkan kekuatan semua kearifan yang telah dikumpulkan rakyat”. Sebagaimana Nyonya MH dengan haluan kiri moderatnya. Menuju pendidik rakyat.

Karena kesadaran-kesadaran ini, Gifar mengharapkan pada Negara Kesejahteraan seperti negera-negara Skandinavia. Sebagai keharusan dimana konsep pemerintahan dalam negara memainkan peran kunci dalam menjaga dan memajukan kesejahteraan ekonomi dan sosial warganya. Konsep ini terdiri atas prinsip persamaan kesempatan, prinsip pemerataan pendapatan, dan tanggung jawab publik terhadap mereka yang tidak mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan minimum untuk bisa hidup layak. Kelas sosial ekonomi terpenting adalah antara proletar dan elit. Di posisi tengah dan paling bisa memainkan peran penting adalah kelas menengah. Maka negara Kesejahteraan merupakan rumah bagi semua kelas, sementara kaum sosdem berada pada posisi mengupayakan kesejahteraan bagi semua dan merupakan upaya gerakan untuk mengintegrasikan kelas proletar, kelas pekerja dan kelas menengah dalam masyarakat.

Eksistensi model ekonomi Nordik berawal ketika masa pra-industrial dimana negara-negara Skandinavia dengan tiga struktur yakni kelas atas, kelas pekerja, dan kelompok petani. Seiring berjalannya waktu struktur masyarakat ekonomi semi-feodal perlahan bertransformasi menjadi affluent welfare-states dengan kondisi dimana jarak antar kelas perlahan semakin melebur. Salah satu faktor yang menyertai munculnya model ekonomi Nordik adalah dominasi kaum-kaum sosdem yang mengakomodir kesatuan pekerja, masyarakat kooperatif, serta perluasan hak sosial terhadap seluruh masyarakat. Dasar ini kemudian menghadirkan bentuk ekonomi yang mengkombinasikan antara efisiensi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi serta adanya harmonisasi pasar tenaga kerja dan pemerataan distribusi pendapatan. Konsep ini memiliki distingsi tersendiri, bahwa di tengah perkembangan kapitalisme dan neoliberalisme perekonomian global, prinsip sosialisme dan kolektivisme ekonomi mampu bertahan. Bahkan penerapan konsep ini telah menempatkan negara-negara itu sebagai negara kesejahteraan dengan pendapatan tinggi diikuti adanya perlindungan sosial ekonomi dan distribusi berbasis egalitarian bagi masyarakatnya.

Perkembangan intelektual kelas proletar seharusnya timbul dari aksi bersama dan diskursus. Kejadian-kejadian perjuangan dan berganti-ganti kalah menang, perjuangan itu sendiri melawan kapital, kemenangan dan lebih-lebihnya lagi kekalahan-kekalahan, tidak boleh melunturkan manusia akan tidak cukupnya berbagai obat yang mereka dapati dan mempersiapkan jalan untuk memperoleh pandangan yang lebih sempurna tentang syarat-syarat yang sesungguhnya dari pembebasan kelas buruh. Seperti kaum Tuan M-Isme, lelaki dalam Mei itu mendekap kata-katanya.

Posting Komentar

0 Komentar