Personal Literatur
Aku, Hujan, dan Menulis
Aku, Hujan, dan Menulis
M. Sadli Umasangaji
(pixabay dot com)
Tulisan ini saya tulis ketika di kampus dan saat itu hujan. Pertama saya membuat sebuah puisi. Beginilah puisinya;
Aku, Hujan, dan MenulisAku ingin seperti hujanMembasahi bumi tanpa alasanAku ingin menulisMenulis tanpa alasanAku ingin seperti hujanMenguraikan air dari langitAku ingin menulisMenguraikan kata dari pikiranAku ingin seperti hujanAir-air jatuh dan tergenangAku ingin menulisKata-kata tersusun dan menjadi kalimatAku ingin seperti hujanTurun dengan deras membasahi siapapunAku ingin menulisDengan semangat memberi tulisan kepada siapapun
Setelah membuat sebuah puisi itu, saya berlanjut membuat sebuah tulisan pendek. 27 Desember 2011. Saat saya mengganggu orang lain, disaat hujan sejenak membasahi bumi, setelah mengganggu teman-teman, saya memilih menulis !
Di luar masih hujan, dari tadi hujan tak berhenti-henti untuk membasahi bumi, ‘apa hujan tidak lelah’, tanyaku pada diriku. Tak kalah ramai di kelas suara hujan pun kalah dari suaranya, dia adalah si suara besar di kelas ini, Ramla.
Di sela-sela keras dan derasnya hujan, saya melihat ada yang masih serius memandangi sebuah layar yang terbuat dari besi. Mereka itu Anty, Resky, Masita dan Herlin, mereka serius menatap laptop, mereka serius membuat tugas, mungkin.
Di saat yang lain serius membuat tugas, saya lihat juga ada yang diam, senyum-senyum sendiri dengan layar kecil, handphone. Mereka memainkan handphone, mereka itu Magfirsyah, Yunita, Harmiati, Nanik, Suharni. Mereka asyik memainkan benda itu.
Di luar masih terlihat hujan masih deras, air semakin banyak yang tergenang di halaman kampus. Terdengar suara “Nita, nha ada pulsa ? (Kamu ada pulsa (jual)?” Magfrisyah bertanya karena ada yang mau membeli pulsa. Nita menjawab “tha tarada pulsa (saya tidak ada pulsa)”. Kelihatannya dia (Nita) tak benar-benar tak punya pulsa.
Lelaki ini sejenak mendengar percakapan itu, dia melanjutkan untuk menulis kembali. Lelaki ini sudah tak tahu mau menulis apa lagi. Terdengar suara “Caly, nha p motor jatuh! (Caly, motormu jatuh!)”. Suara ini benar-benar mengganggu.
Saya tak tahu ini hanya candaan belaka. Saya menjawab dalam hati “Biarlah motor saya jatuh, dia pasti berdiri kembali. Kemarin sudah saya ajarin untuk berdiri, berenang, dan mandi. Saat ini hujan cukup deras, dia pasti menikmati indahnya mandi sore, hehehe”. Saya tak gubris kata-kata mereka tapi sejenak coba saya lihat motor saya, hehehe. Saya lihat dia masih tetap berdiri.
Kayaknya lelaki ini coba untuk diganggu secara dia sering mengganggu teman-temannya. Tadi saja saat teman-teman lagi serius membuat tugas, dia malah iseng mengirim sms untuk mengganggu, hehehe.
Bukan hanya mengganggu ! Dia malah sampai sok gabung, ikut mendengar pembicaraan khusus wanita dari teman-temannya, dan yang pasti teman-temannya hanya bisa bilang “Karlota” (suka ikut campur) !
Begitulah lelaki ini ia kadang suka mengganggu, entahlah apa menghibur atau malah membuat teman-temannya merasa garing dengan candaannya, lelaki ini terkadang terlihat bego ! Tapi begitulah dia, menganggu hanya karena keisengannya saja, hehehe.
Di luar masih hujan, “Kapan bisa pulang ya ? Sudah bisa pulang ?” Lelaki ini bertanya pada dirinya. Air masih saja jatuh, jatuh, dan jatuh dari langit, handphone-ku masih setia menemani telingaku. Kali ini “Padi-Semua Tak Sama” menghiasi telingaku.
“...Tak ada satupun yang dapat menjadi sepertimu...”, Lirik lagu Padi. “...Coba tuk melawan detir yang terus bergetar meresap dalam relung sukmaku...”, “...Semua tak sama tak pernah sama....”. Saya kayaknya mulai larut dengan lagu ini, hehehe.
Saya menulis di bawah kertas saya lihat buku berwarna merah muda dan ada bergambar wanita memegang pensil, sepertinya buku untuk wanita, hehehe. Bukan itu buku milik saya “Daripada Bete, Nulis Aja!” itu judulnya. Buku yang tadi saya baca dan sekarang saya tutup.
Disamping saya terdengar suara, “Caly, minta data lagi ka ? (Caly, minta data lagi, bisa ?)” Nita yang berbicara, tetangga tempat duduk saya. Saya melihat, hening, kembali menghadap ke kertas, kembali menulis, hehehe.
Pikiran ‘bego’ lelaki ini mulai berimajinasi saat teman-temannya bilang “Lahar dingin turun di kampus, kayaknya air yang tergenang di luar bisa segar kalau kalian minum”.
Hujan mulai reda, tapi ternyata kembali deras. “Motor tenggelam, Sadli, nha p motor tenggelam (motormu tenggelam)”. Saya mendengar Putri lagi berbicara. Nita kembali bicara juga “Caly, tha minta data dumping syndrome ka ? (Caly, saya minta data dumping syndrome, boleh ?)” Lelaki ini menjawab dengan santai “Tha tra bawa laptop, data tha tra bawa (Saya tidak bawa laptop, data saya tidak bawa)”.
Lelaki ini kembali mengambil kertas lagi dari tasnya, hujan kelihatannya kembali deras, lagu di handphone saya, “Padi-Ternyata Cinta”.
“... Dan rasakan keharuman, engkau yang mencintaiku...”, “...Dan ternyata cinta yang menguatkan aku, dan ternyata cinta tulus membasuhku... Dan ternyata cinta”.
Lelaki ini kembali lihat suasana kelas, ada yang masih serius menatap laptop, ada yang mulai bergegas mau pulang. Jam sudah menunjukkan setengah lima sore, 16:35.
Hujan kayaknya makin deras, lelaki ini kembali air yang turun dari langit itu. “Aku tersanjung dengan hujan, turun terurai membasahi bumi, aku ingin masalahku seperti hujan, turun dan terurai”, lelaki ini berpikir.
“Memang ada masalah ya ?” Lelaki ini menyadarkan dirinya. Hujan tambah deras ! Kayaknya semakin lama, tak bisa pulang ! Motorku semakin tergenang dengan air ! Lelaki ini berpikir.
Lelaki ini hanya ingin menulis, menulis apa yang ingin dia tulis, menulis apa yang dia lihat, apa yang dia pikirkan, menulis apa yang dia rasakan.
Ia hanya ingin menulis !
Hujan makin deras !
“Aku ingin menulis seperti hujan dengan deras membasahi bumi, aku ingin menulis memaknai diriku sendiri”, lelaki ini berpikir.
Lelaki ini merasa segar, bebas ! Hujan masih setia membasahi bumi, lelaki ini masih menulis. Ia ingin bisa terus menulis, menghasilkan karyanya sendiri, Lelaki itu saya.
Buku merah muda bergambar wanita memegang pensil dengan judul “Daripada Bete, Nulis Aja!” terjemahan dari buku Caryn Mirriam-Golberg, Ph. D. Lelaki ini memilih membacanya, dan di luar masih hujan.
“...Sudah terlalu lama kita terlelap...” Lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda-Pee Wee Gaskins”. Lagu dari handphone saya masih menghiasi telinga saya.
“Caly, motor tenggelam” Sapa teman-temanku, hehehe
Posting Komentar
0 Komentar