Hari Kartini


Hari Kartini

(IDN Times)



Hari Kartini. Saat itu saya sebenarnya hanya ingin memprintkan surat untuk silahturahim tokoh. Melihat surat untuk dialog Hari Kartini yang diselenggarakan oleh BEM FKIP Unkhair yang tertempel di mading KAMMI Daerah Kota Ternate menjadi tertarik untuk menghadirinya. Ternyata dialognya hari itu juga. Ana pun sms Ketum untuk menanyakan siapa yang menghadiri. Tanpa melihat isi surat lebih detail, ana pun menghadiri agenda ini.
            Setiba disana ana mengajak akhi Surahman yang kebetulan ada di kampus dan merupakan mahasiswa Unkhair juga. Ana dan akhi Surahman pun mengikuti dialog ini. Dialognya pun baru dimulai, kita tidak ikut acara pembukaan kegiatan ini. Dalam acara ini pun diundang berbagai OKP dan organisasi internal kampus lainnya. Dalam dialog ini juga ternyata telah hadiri dua kader akhwat KAMMI, ukhti Margianti dan ukhti Siti. Tema dialog ini adalah “Representasi dan Peran Perempuan dalam Menentukan Masa Depan Bangsa”.
            Pembicara pertama adalah Dharmawaty M Taher dengan tema pembicaraan “Peran Perempuan dalam Dunia Pendidikan”. Ibu Dharmawaty yang juga merupakan Dosen Biologi FKIP Unkhair ini, pertama-tama beliau menontonkan sebuah video tentang proses perjalanan pembentukan janin hingga menjadi bayi dalam rahim ibu. Lantas setelahnya beliau mengatakan ibu sebagai pendidik utama untuk anaknya. Pemaparan materinya, beliau menguraikan kaum perempuan yang merupakan salah satu bagian dari potensi bangsa berpeluang memajukan dan memberikan kontribusinya bagi bangsa dan negara. Langkah perjuangan perempuan untuk setara berperan dengan laki-laki sudah dimulai sejak dulu. Salah satu pejuang bagi perempuan adalah R.A Kartini. Wanita Jawa yang besar dalam lingkungan keraton adalah perintis.
            Apakah yang diperjuangkan perempuan masa lalu sama dengan perempuan masa kini? Peran perempuan masa lalu adalah lebih fokus pada upaya mendapatkan hak untuk sekolah dan berupaya untuk terlibat secara langsung atau tidak langsung pada proses perjuangan bangsa meraih kemerdekaan. Peran perempuan masa kini adalah masih memperjuangkan hak-haknya agar setara dengan kaum laki-laki. Hak memperoleh pendidikan yang layak, hak memperoleh penghasilan, hak bekerja, hak untuk memperoleh perlindungan hukum, hak untuk menentukan masa depan keluarga, bangsa dan negara.
            Pendekatan pembangunan, pembicara juga membaginya dalam beberapa aspek diantaranya; pendekatan kesejahteraan, pendekatan keadilan, pendekatan anti kemiskinan, pendekatan efisiensi. Setelahnya pembicara juga memaparkan terkait pendekatan politik dan perlindungan perempuan. Pembicara juga mengatakan permasalahan perempuan, terdapat dua aspek yang sangat penting untuk memberdayakan kehidupan perempuan yaitu pendidikan dan ekonomi/sosial.
            Dalam tengah dialog, akh Surahman izin kepada ana untuk tidak temani ana mengikuti dialog hingga selesai karena mau menyelesaikan tugas kampusnya. Sembari itu ukhti Margianti juga bertanya, “mengapa antum hadir di agenda ini, bukannya yang diundang Departemen Keahwatan?”. Ana tidak terpikirkan saat itu, dan tidak membaca undangannya dengan baik-baik, serta fokus dengan dialog di depan. Ukhti Siti juga menyapa “KAMMI juga diundang kah?”. Mungkin yang dia maksud adalah apa ikhwan KAMMI juga diundang. Melihat agenda ini yang hampir sedikit laki-laki yang hadir.
            Pembicara kedua adalah Fatum Abubakar, S.Ag, M.Ag. Beliau merupakan dosen STAIN dan UMMU. Pembicara kedua ini menyampaikan pemaparan materi tanpa menggunakan slide dan nada bicara jelas terlihat bahwa beliau mungkin semasa mahasiswa aktif dalam berorganisasi. Beliau juga menyampaikan bahwa agenda (dialog) seperti ini baiknya laki-laki yang hadir lebih banyak dibandingkan perempuan, itu lebih baik. Beliau memaparkan laki-laki dan perempuan seharusnya berjalan bersama. Beliau juga menguraikan beberapa teori tentang kesetaraan ini. Teori nature (alam) sebuah teori pemikiran yunani, teori yahudi, begitulah kata pembicara ini. Teori ini mengungkapkan bahwa laki-laki dan perempuan seperti teori kosmositan. Berlanjut teori berikut adalah teori identitas, Plato berpandangan bahwa perempuan adalah laki-laki yang rendah dan pengecut. Sedangkan perempuan adalah biang kejahatan adalah dogma agama. Selanjutnya pembicara juga menjelaskan tentang teori dikotomi dan teori kodrati. Dalam penyampaian pemateri juga mengungkap beberapa perempuan-perempuan muslim yang hebat. Beliau juga menguraikan tentang kisah Michael Obama, yang mengatakan kepada Barack Obama pada sebuah acara makan di restoran, yang bertemu dengan mantan kekasih Michael Obama, dan Barack Obama bertanya mengapa engkau tak menikahinya, bukankah kalau engkau menikahinya maka engkau menjadi nyonya pemilik restoran terkaya? Lantas Michael Obama, kalau aku menikahinya maka ia akan menjadi presiden bukan pemilik restoran. Pernyataan ini dimaksudkan oleh pemateri bahwa perempuan selalu punya adil dan punya pengaruh dalam kehebatan seorang lelaki.
            Pembicara kedua ini juga mengungkap terkait posisi perempuan di DPR yang telah mendapat kuota 30%. Pembicara juga menguraikan terkait perempuan dengan ASI Eksklusif dan masa cuti sebagai PNS.
            Pada sesi diskusi pertama hanya diberikan kesempatan khusus kepada peserta dialog perempuan. Yang ku ingat sekitar tiga penanya yang bertanya. Penanya pertama yang kuingat, mungkin salah satu kader OKP, mengungkap pernyataan yang mencengangkan bahwa kalau R.A Kartini bukan berasal dari keluarga keraton (menengah - keatas) maka kemungkinan besar ia tidak tercatat sebagai pahlawan. Bukannya banyak pahlawan perempuan lain. Penanya ini yang ku ingat bertanya tentang bagaimana strategi perempuan dalam memperebutkan kuota 30% di kursi DPR dan posisi perempuan dalam ruang publik. Penanya kedua, bertanya terkait diskriminasi perempuan, dan tak lebihnya penanya ketiga juga bertanya sekitar itu. Masih tentang emansipasi wanita dan fenisme. Diskusi pun terjalin. Menurut pembicara, perempuan terkadang tidak siap dengan posisinya untuk bergerak ke publik, buktinya kuota 30% bahkan menjadi pengganjal untuk beberapa partai politik. Diskusinya masih tentang bagaimana strategi kesetaraan untuk perempuan.
            Berlanjut kepada sesi dikusi kedua, diberikan kesempatan kepada penanya laki-laki. Penanya pertama dan penanya kedua adalah laki-laki, dan penanya ketiga adalah perempuan. Aku sendiri tak terlalu konsen dengan pertanyaan mereka, tapi masih berkisar tentang kesetaraan perempuan, emansipasi wanita.
            Sempat menyuruh akhwat KAMMI untuk bertanya melihat penanya perempuan yang lebih ditunjuk, yang ada disitu hanya ukhti Siti yang baru ternyata baru antar ukhti Margianti pulang. Entahlah. Sempat bertanya pula ke ukhti Siti apa yang mau ditanyakan, ia mau bertanya tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan yang dalam Al-Qur’an sebenarnya berbeda, dalam surat Q.S. An-Nisa ayat 34, Ar-rijalu qawwa mu’na a’lan nisai’, (laki-laki itu pelindung bagi perempuan). Terpikir kalau akhwat KAMMI saja berpikir seperti ini, bagaimana dengan ikhwan KAMMI ya?
            Ana sendiri berpikir untuk bertanya tentang bagaimana peran perempuan masa kini, yang berpikir tentang kesetaraan tapi lupa akan hal-hal mendasar, seperti mereka berpikir tentang emansipasi wanita tapi lupa untuk mendidik anaknya, tidak mau menyusui anaknya, menjadi perempuan sederhana yang tidak bergerak ke publik tapi mampu mengurusi anak dan suaminya ataukah perempuan yang bergelar tinggi tapi lupa kepada hal-hal mendasar dari tugas perempuan? Ana juga berpikir kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam Islam sebenarnya tidak ada perbedaan, misalnya mungkin tidak ada ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa perempuan berbuat dosa dan laki-laki berbuat dosa tetapi perempuan yang dapat dosanya lebih banyak, kan tidak ada. Dalam surat An-Nur juga Allah menegaskan bahwa bukan hanya perempuan yang menjaga pandang akan tetapi laki-laki juga menjaga pandangan. Allah juga menegaskan bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, dan sebaliknya. Ini menggambar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebenarnya sama di mata Allah. Hanya ada kodrati yang tidak bisa dilewati perempuan, misalnya dalam kepemimpinan selama masih ada laki-laki yang layak, maka laki-laki layak untuk memimpin, dalam hal sebagai imam, dan tidak ada perempuan sebagai Nabi.
            Akhirnya yang diberikan kesempatan terakhir untuk bertanya adalah ana. Pertanyaan seperti yang ana uraikan di atas, menantang pemikiran kiri yang salah akan emansipasi wanita dan feminisme.
            Diskusi untuk sesi kedua berlanjut, pembicara entah mengapa menjawab pertanyaan ku terlebih dahulu dengan alasan yang lebih ditangkap dan yang berbeda dengan penanya-penanya sebelumnya. Berselang dengan diskusi ini, kumandang adzan dhuhur terkumandangkan. Pembicara berhenti sebentar. Dan ana bergegas untuk sholat, meminta ukhti Siti saja yang melanjutkan mendengarkan diskusi ini, melihat di ruang hanya beberapa laki-laki yang bergerak untuk sholat, diskusinya pasti berlanjut setelah adzan.
            Sehabis sholat, dan kembali pada aula Unkhair, tempat dialog ini berlanjut. Diskusinya sudah berlanjut jauh. Ana tidak berharap dilibatkan dalam lanjutan diskusinya karena sudah menyadari telah jauh diskusinya. Ana pun hanya masuk dan mau duduk. Entahlah, salah satu pembicara mengatakan, oh ini penanya sudah datang sembari mengatakan diskusi kita sudah berlanjut jauh, tiba-tiba beliau bertanya, menurut anda siapa yang bertugas untuk memasak?  Ana tercengang dan dengan serta merta menjawab, perempuan! Beliaupun mengatakan pemikiran seperti inilah yang harus diubah. Ana pun mencoba membantahnya, dengan sedikit labil mengatakan tentang Q.S An-Nisa ayat 34, “Laki-laki itu pelindung bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya”. Pembicaranya bertanya lagi tapi bukannya dalam ayat itu tidak menjelaskan secara langsung bahwa tugas perempuan adalah memasak? Ia menggunakan tafsir Quraysihab, katanya. Dalam hal ini ana mengungkapkan bahwa tugas perempuan adalah memasak karena ia melayani suaminya. Dalam hal lain misalnya perempuan tidak mau menyusui secara ASI Eksklusif. Dalam beberapa penelitian menunjukkan itu terjadi kepada wanita karir. Beliau kembali bertanya lantas kalau dalam keadaan hamil, setujukan kamu bahwa tugas perempuan masih tetap memasak? Untuk masalah ASI Eksklusif beliau mengatakan itu masalah budaya. Dan ana pun menjawab untuk hal itu (dalam keadaan hamil), jelas tugas memasak bukan tugas perempuan. Pembicara ini juga sempat bertanya mahasiswa apa? FKIP? Ah, pertanyaan memalaskan bagiku membuatku tersendak, hehehe, mahasiswa apa? Diskusi panjang lebar, dan aku hanya menjawab, mahasiswa gizi, hehehe. Akhir diskusi pun berakhir. Disimpulkan terkadang perempuan memang belum siap dengan posisinya  ke ruang publik sembari tidak melupakan hal-hal mendasar dalam kehidupannya. Perempuan harus cerdas, terampil, berkarakter, dan berakhlak mulia.
            Dan malamnya, ana baru menyadari setelah melihat undangannya kembali bahwa undangan yang diberikan untuk KAMMI Daerah Kota Ternate, ditujukan untuk Departemen Pemberdayaan Perempuan. Ah, ana menghadiri agenda khusus perempuan, hehehe. Walaupun begitu bukannya pemateri juga mengatakan agenda seperti ini baiknya laki-laki yang hadir lebih banyak. Begitupun dalam dialog ini ada juga peserta laki-laki lain, walaupun tidak terlalu banyak. Kesalahan menghadiri agenda khusus keperempuan, setidaknya ada tambahan pengetahuan tentang keperempuan, Hari Kartini, hehehe.

Posting Komentar

0 Komentar