Hakikat Pemuda dan Organisasi Kepemudaan Kini


Hakikat Pemuda dan Organisasi Kepemudaan Kini
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)




            Bagaimana gambaran generasi pemuda kini? Kalau mungkin digambarkan secara umum, maka dapat dibagi dalam beberapa kriteria pemuda, pertama, pemuda yang salah artikan hidup dalam transisi demokrasi yang kecenderungan liberal. Dengan demokrasi yang cenderung disalah-artikan sebagai bentuk kebebasan terutama dalam hak individual, dengan alasan itu cenderung berimbas pada kebebasan yang tak bertanggung jawab, efeknya salah satunya immoralitas, semakin bergaya barat. Terlihat dengan adanya tawuran, aksi-aksi kekerasan (tak terkontrol), pengguna narkoba, perokok (usia muda), free sex, hedonisme dan lainnya. Kedua, pemuda yang mengalami degradasi rasa nasionalisme ataupun dapat disebut nasionalisme karbitan. Walaupun tidak bisa disebut semua tapi ‘kebanyakan’ telah mengalami degradasi rasa nasionalisme, ditambah arus globalisasi, membuat banyak ‘anak-anak muda’ tertarik dengan budaya-budaya negara lain seperti Eropa, Amerika ataupun Korea (yang kadang malah aneh-aneh), ataupun tidak mampu memaknai dan tidak tercurah bentuk aplikatif dari tumbuhnya rasa nasionalisme, ini bisa dikatakan imbas dari kondisi sosial-politik negara. Ketiga, pemuda dengan paradigma hidup mendekati individualisme, dengan semangat terfokus kepada akademik, pekerjaan, ingin kaya dan lainnya. Keempat, pemuda dengan rasa sosial atau yang terlibat dalam organisasi kepemudaan.
            Imam Hasan Al-Banna, menggambarkan kondisi pemuda, terkadang seorang pemuda tumbuh di tengah umat yang sejahtera dan tenang, kekuasaannya kuat, dan kemakmuran meluas, akhirnya ia lebih banyak memperhatikan dirinya daripada memperhatikan umatnya, bersenang-senang, dan hura-hura dengan perasaan lega dan hati tenang (tanpa merasa berdosa). Ada juga pemuda yang tumbuh di tengah umat yang berjuang dan bekerja keras karena dijajah bangsa lain dan urusannya dikendalikan secara zhalim oleh musuhnya. Umat ini berjuang semampunya untuk mengembalikan hak yang dirampas, tanah air yang terjajah, kebebasan yang hilang, kemuliaan yang tinggi, serta idealisme yang luhur. Pada saat itu, kewajiban mendasar bagi pemuda tersebut adalah memberikan perhatian lebih besar kepada umatnya daripada kepada dirinya sendiri.
Imam Hasan Al-Banna juga menggambarkan tugas pemuda, dengan demikian kewajiban kalian (pemuda) sangat banyak, tanggung jawab kalian sangat besar, hak umat yang harus kalian tunaikan semakin berlipat, dan amanat yang terpikul di pundak kalian semakin berat. Karena itu, kalian harus berpikir panjang, beramal banyak, menentukkan sikap, maju untuk menjadi penyelamat, dan menunaikan hak-hak umat dari pemuda dengan sempurna.
Pada dasarnya setiap pemuda memiliki masa yang berbeda, kondisi yang berbeda, maka tantangan yang juga berbeda. Tapi kita (pemuda) tetap penting mengambil pelajaran dari pemuda-pemuda sebelumnya. Termasuk sejarah sumpah pemuda, yang terjadi selang 86 tahun lalu. Dan menjelang memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2014. Pada dasarnya kita tahu bahwa pemuda-pemuda (sejarah sumpah pemuda) itu tergabung dalam simpul-simpulnya masing-masing (organisasi kepemudaan) kemudian menggabungkan diri dalam simpul yang besar (Kongres Pemuda). Mereka mensejarahkan momentum mereka.
Maka pelajaran pertama yang kita petik, adalah menemukan momentum, mengenal momentum, menyiapkan momentum, kalau tidak ya menciptakan momentum. Anis Matta, menuliskan “seseorang tidak menjadi pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai momentumnya. Ada potongan waktu tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir kepahlawanan menyatu padu. Saat itulah ia tersejarahkan”. Dan Imam Hasan Al-Banna menegaskan “Setiap masa ada pemudanya, setiap pemuda ada masanya dan yang terbaik adalah mereka yang mengetahui masanya”.
Kedua, mengutamakan pusat keunggulan atau kompetensi inti. Anis Matta menuliskan “Para pahlawan mengajarkan sebuah kaidah kepada kita, seseorang hanya akan menjadi besar dan meledak sebagai pahlawan, jika ia bekerja secara optimal pada kompetensi intinya”. Kompetensi inti atau pusat keunggulan itu menurut Anis Matta biasanya dicirikan oleh beberapa hal. Misalnya, adanya minat yang tinggi terhadap suatu bidang, kemampuan penguasaan yang cepat dalam bidang itu, kegembiraan natural saat menjalaninya, optimisme pada kemampuan pengembangan lebih jauh.
Ketiga, menyatu dalam simpul besar dari simpul-simpul kecil. Imam Hasan Al-Banna, menuliskan “Wahai para pemuda, perbaharuilah iman dan tentukan tujuan serta sasaran kalian. Sebab kekuatan pertama adalah iman, buah dari iman ini adalah kesatuan, dan konsekuensi logis kesatuan adalah kemenangan yang gilang gemilang. Oleh karenanya, berimanlah kalian, eratkanlah ukhuwah, dan bekerjalah”.
Olehnya itu, pada hakikatnya pemuda harus membentuk identitas dirinya, Hilmi Aminudin menyampaikan beberapa kriteria yang setidaknya perlu dimiliki oleh individu-individu (pemuda) ataupun kelompok (organisasi kepemudaan) ataupun paling tidak ada proses pengkaderan yang secara sadar membentuk individu-individu ini sebagai identitas dirinya, diantaranya, pertama, paling teguh sikapnya, kedua, paling lapang dadanya, ketiga, paling dalam pikirannya, keempat, paling luas pandangannya, kelima, paling giat kerjanya, keenam, paling kokoh tatanannya, ketujuh, paling banyak memberi manfaat.
Dan bila kita telaah periodisasi gerakan kepemudaan di Indonesia, dari tahun 1908 (Budi Utomo), 1928 (Sumpah Pemuda), 1945 (Kemerdekaan), 1966 (Peruntuhan Orde Lama), 1998 (Peruntuhan Orde Baru), dan kini Era Reformasi. 1908 dan 1928 terjadi pergulatan pemikiran dengan pembentukan organisasi kepemudaan serta kongres sebagai momentum. Dan 1966 dan 1998 adalah gerakan massa dan aksi demonstrasi sebagai momentum. Maka setidaknya kita dapat melihat ini sesuai kata Anis Matta, jika kecemasan merupakan kekuatan utama yang menggerakan para pahlawan kebangkitan, maka kekuatan apakah yang paling agresif menggerakkan para pahlawan di jaman kejayaan? Jawabannya adalah obsesi kesempurnaan. Penjelasannya seperti ini, pada zaman kejayaan suatu peradaban, kondisi kehidupan masyarakat sudah relatif stabil, ada pemerintahan yang kuat, ada pertahanan dan keamanan yang stabil, ada kemakmuran yang merata secara relatif, ada tingkat kesehatan dan pendidikan yang baik, dan seterusnya. Semua itu dalam tataran relatif. Karena itu, ada ketenangan, dan dalam ketenangan itu muncul kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan spiritual.
            Dengan ini kita patut mencerna selang waktu di luar periodisasi momentum pemuda. Misalkan tahun 1970-an dan 1980-an. Pada konteks itu maka kita dapat merumuskan sama halnya untuk trend gerakan kepemudaan era Reformasi yang momentumnya bukan lagi aksi demonstrasi dan gerakan massa untuk meruntuhkan rezim. Tapi trend gerakan kepemudaan kini adalah berafiliasi dalam pengkaderan yang berbasis moralitas (moral force), sosial kemasyarakatan, dan sinergi pergulatan pemikiran tanpa mengabaikan gerakan ekstraparlementernya, yang semua itu implikasinya adalah ledakan karya. Sehingga ledakan karya itu menyatukan kekuatan pemuda dari simpul-simpul kecil ke simpul besar dengan mengutamakan pusat keunggulannya dan meledakkannya pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.

Posting Komentar

0 Komentar