Momentum Perekrutan; Akar Peradaban Kita



Momentum Perekrutan; Akar Peradaban Kita
M. Sadli Umasangaji
(Pengurus Wilayah KAMMI Maluku Utara Periode 2014-2016)

Dimuat di Malut Post Edisi 07 Agustus 2015




Kedatangan mahasiswa baru di kampus adalah hal yang menarik. Seharusnya tak kalah menarik dengan momentum pilkada serentak ataupun momentum hari kemerdekaan. Kedatangan mahasiswa baru menjadi menarik khususnya bagi berbagai organisasi kepemudaan. Dan seharusnya begitu. Karena inilah momentum perekrutan. Dan inilah akar peradaban kita.
Sehingga dengan ekspresif, Anies Baswedan pun katakan, “Masa mahasiswa adalah masa mengembangakan diri. Merugilah yang waktunya hanya dipakai di ruang kuliah saja”. Atau perkataan menantang seperti kata Chandra Hamzah, “Kuliah adalah hobby, aktivis itu wajib”.
Dan inilah akar, “Sesungguhnya kader adalah rahasia kehidupan umat dan motor penggerak kebangkitannya. Sejarah seluruh umat adalah sejarah para pemudanya yang cerdik, memiliki kekuatan jiwa, dan kebulatan tekad. Kuat atau lemahnya umat diukur dengan tingkat kesuburannya melahirkan kader-kader yang memenuhi syarat kesatria yang benar. Dan sejarah ‘membuktikan’ bahwa satu orang kader dapat membangun umat jika sifat kesatrianya benar. Juga mampu menghancurkan umat jika sifat kesatrianya di arahkan pada aspek penghancuran, bukan pembangunan”. Kiranya begitulah uraian Imam Hasan al-Banna.
Momentum perekrutan akan bertolak dari tantangan kekinian pada sebuah gerakan kepemudaan membutuhkan pembangunan jiwa, pengokohan akhlak, dan pembentukan kader-kadernya pada mentalitas kepemudaan yang benar sehingga tegar menghadapi berbagai tantangan dan mampu mengatasi berbagai kesulitan yang menghadang.

Transformasi Gerakan dan Komunitas
Ada dugaan bahwa pergerakan pemuda kini dalam masa yang stagnan. Atau disisi lain diasumsikan gerakan mahasiswa sedang bertransformasi dalam bentuk yang lain. Dalam diskusi Pusat Studi Globalisasi dan Gerakan mengamsusikan, jika memang bertransformasi, apakah itu akan menjadi pola gerakan baru yang bertahan dalam waktu panjang atau hanya tren sesaat yang akan padam dalam waktu dekat.
Pusat Studi Globalisasi dan Gerakan, membagi dalam 2 gerakan, gerakan modern dan gerakan post-modern. Gerakan modern diasumsikan organisasi formal baik intra kampus seperti BEM, HMJ, LDK maupun ekstra kampus seperti KAMMI, IMM, HMI, PMII, dan lainnya. Sedangkan gerakan post-modern, diasumsikan dengan ciri utama, tidak memiliki bentuk baku, struktur organisasi hampir tidak ada kecuali hanya struktur sederhana, tidak ada aturan yang mengikat, program kerja satu atau dua dan biasanya sangat aplikatif, sert jangka waktu yang fleksibel.
Mereka berasumsi bahwa jika ada yang berkata hari ini jumlah aktivis mahasiswa turun, bisa jadi itu kurang tepat. Bahkan mungkin jumlahnya bertambah. Yang berkurang adalah proporsi mahasiswa yang aktif di gerakan modern, dimana sebagian berpindah ke gerakan post-modern. Sedangkan yang awalnya sama sekali tidak terlibat, memutuskan bergabung ke gerakan post-modern. Sehingga jika parameternya hanya terlibat di gerakan modern memang terlihat sedikit, tapi kalau ditotal bisa lebih banyak.
Titik lain yang menarik dari diskusi Pusat Studi Globalisasi dan Gerakan adalah mereka yang tidak lagi membahas idelogi berarti ada dua kemungkinan, pertama dia memang sudah selesai masalah diskursus ideologi, bahkan sudah memilih sehingga sudah merasa tidak perlu lagi membahasnya. Atau kedua, dia tidak menyadari bahwa dirinya sedang berpijak pada ideologi tertentu dan memperkuatnya.

Kekuatan Kuantitatif
Dalam gerakan kepemudaan, kekuatan kuantitatif menjadi penting. Karena setidaknya kekuatan kuantitatif adalah bentukan pembuktian dari kekuatan kualitatif. Sederhananya semakin ‘berkesan’ sebuah gerakan kepemudaan seharusnya semakin banyak yang tertarik mengikutinya. Maka inilah momentum perekrutan. Karena faktor jumlah menjadi salah satu kekuatan strategis yang tidak dapat diabaikan. Islam sendiri membanggakan jumlah umatnya yang banyak pada hari akhir nanti. Sebab itu pengukuran kuantitatif menjadi niscaya bagi gerakan kepemudaan, sehingga proses representasi harus dilakukan melalui penyederhaan yang bersifat kuantitatif. Akan tetapi, selain itu juga terdapat sebuah kenyataan bahwa kekuatan kuantitatif pada saatnya dapat diubah menjadi kekuatan kualitatif. Kita dapat berkesimpulan bahwa gerakan kepemudaan ideologis adalah gerakan modern. Tapi dalam pola perekrutan dapat digunakan perspektif gerakan post-modern.
Maka yang dimaknai adalah paradigma keterbukaan. Hal ini sebagai pijakannya bahwa akar peradaban kita adalah bentuk ajakan untuk bergelut dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Karena itu kita terbuka kepada siapa saja untuk bergaul dengan mereka, dengan tetap menjaga ciri khas kita.

Imunitas Ideologi
Dunia gerakan kepemudaan adalah dunia gagasan, dunia ide-ide, dan dunia wacana. Muhammad Quthb mendefinisikan tarbiyah dalam satu kalimat sederhana, tarbiyah adalah seni menciptakan manusia. Maka gerakan kepemudaan adalah bagian dari itu, seni menciptakan manusia. Di lain sisi dapat kita sebut dengan seni menciptakan ulang. Bentuk upaya untuk membentuk bagaimana akal individu melebur dalam akal kolektif, semangat individu menyatu dalam semangat kolektif, dan kreativitas individu menjelma menjadi kreativitas koletif. Sehingga momentum perekrutan adalah akar proyek peradaban yang bertujuan menciptakan sebuah taman kehidupan, saat disana berbagai bunga kebaikan, kebenaran, dan keindahan tumbuh bersemi. Sekiranya seperti kata imajinasi Sayyid Qubth, “Teruntuk para pemuda yang aku raba dalam imajinasiku datang untuk memurnikan kembali ajaran agama ini seperti sedia kala. Mereka berjuang di jalan Allah”. Mari bergabung dalam gerakan mahasiswa Muslim.

Posting Komentar

0 Komentar