Sastra Gerakan
Lelaki dan Peluru Idenya
Lelaki
dan Peluru Idenya
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)
“Tidak kau bukan manusia langit”
“Kau bukan orang suci dari langit”
“Kau bukan manusia dengan mukjizat”
Setelah
sholat maghrib yang Wahib tunaikan. Dia kembali ke rumahnya, masuk ke kamarnya.
Tumpukan buku menyertai kasurnya. Diantara tumpukan-tumpukan buku itu. Ada
bukumu. “Ya, kau bagiku adalah pria yang
dalam kesunyian meluncurkan peluru-peluru ide hingga waktumu usai”,lirih
Wahib dalam pikirannya sambil menatap buku-bukunya. Kau
telah mengerjakan pekerjaan keabadian dengan peluru idemu. Seperti katamu “Sebutir pelurumu yang menembus kepalaku
hanya akan membunuhku, tapi tulisan dan buah pikiranku menembus jutaan kepala
orang”. Mungkin Wahib adalah salah seorang yang mengagumi peluru idemu dan
tertembak kagum karena tembakan buah pikiranmu.
Kau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 di Musha, sebuah pedesaan yang
terletak di dekat kota Asyut, bagian selatan Mesir. Ayahmu seorang tuan tanah
yang kaya sekaligus aktivis politik lokal. Pada masa kecilmu kau sudah tertarik
dengan buku dan punya hobi membaca. Keaktifan ayahmu di salah satu partai
lokal, mungkinlah yang menanamkan pada dirimu kesadaran politik yang tinggi.
Saat
umurmu masih dua belas tahun, kau sudah punya perpustakaan pribadi dengan
mengoleksi 25 buah buku. Dari buku-buku itu kau mendapat pengetahuan lebih
dibanding dengan anak-anak lain yang sebaya. Masalah yang cukup menjadi
perhatian bagimu adalah masalah pendidikan wanita.
Perjalanan
intelektualmu dimulai dari desa di mana kau lahir dan dibesarkan. Bahkan kau
berhasil menghafal Al-Quran dalam usia relatif dini, 10 tahun. Menyadari bakat
tersebut, orangtuamu memindahkan keluarga ke Hilwan, daerah pinggiran Kairo,
agar kau memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziyah "Dar al-Ulum"
(nama lama dari Universitas Cairo).
#
Waktu itu sangat sedikit katamu,
yang kau ketahui tentang Ikhwanul Muslimin hingga kau berangkat ke Amerika pada
tahun 1948 sebagai salah satu utusan dari Kementerian Pendidikan, demikian
salah satu nama Kementerian di Mesir pada waktu itu. Kau berada di sana saat
pimpinan Ikhwan saat itu, Imam Hasan al-Banna terbunuh pada tahun 1949.
Peristiwa itulah yang menyita perhatianmu seiring pemberitaan yang gegap
gempita terurai dalam berita-berita di surat kabar Amerika, bahkan bukan hanya
di surat kabar Amerika tapi juga oleh surat kabar Inggris yang beredar di
Amerika. Para penghuni dunia Amerika itu sangat antusias dengan berita tentang
meninggalnya pimpinan Ikhwan, bahkan mereka terlihat bergembira dan senang akan
hal itu, karena bagi mereka Ikhwan akan terancam bubar karena terpukul akibat
terbunuhnya Imam Hasan al-Banna.
Hubunganmu mulai dekat dengan
gerakan ini. Ketika anak-anak muda gerakan ini memikat karyamu. Karyamu yang
berjudul “Keadilan Sosial dalam Islam”. Terselip kalimat darimu “Teruntuk para
pemuda yang aku raba dalam imajinasiku, datang untuk memurnikan kembali ajaran
agama ini seperti sedia kala. Mereka berjihad di jalan Allah tanpa rasa takut
dicaci maki sama sekali”. Para anak-anak muda gerakan ini bagimu, merasa bahwa
merekalah kalimat itu kau tujukan, padahal katamu bukan demikian maksudmu.
Namun, anak-anak muda gerakan ini tetap mengoleksi karyamu itu. Bahkan mereka
menganggap kau adalah bagian dari mereka, kau adalah sahabat mereka. Dan
anak-anak muda gerakan itu peduli pada pikiran-pikiranmu.
Ketika kau kembali pada tahun 1950,
anak-anaka muda ini menyambangimu. Berbicara tentang bukumu. Kedekatanmu
dengan mereka makin dekat. Kelompok itu kau anggap sebagai gerakan yang dapat
menjadi lahan subur bagi aktivitas keislaman secara luas di segenap kawasan,
yakni gerakan revivalisme dan kebangkitan secara menyeluruh. Kulminasinya
adalah kau bergabung dengan gerakan ini pada tahun 1953.
Kau mendapat sambutan hangat dari
gerakan ini. Kau bahkan dipercayakan untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan
dengan keilmuan dan itu berada di bawah Divisi Penyebaran Dakwah dan Pengajian
Selasa. Kau juga dipercaya untuk menjadi pimpinan redaksi sebuah majalah,
ditambah dengan rutin menulis tema-tema keislaman di berbagai risalah bulanan.
#
Kau telah menunaikan seperti katamu,
“Ketika kita hidup untuk
kepentingan pribadi, hidup ini tampak sangat pendek dan kerdil. Ia bermula saat
kita mengerti dan berakhir bersama berakhirnya usia kita yang terbatas. Tapi
apabila kita hidup untuk orang lain, yakni hidup untuk (memperjuangkan) sebuah
fikrah, maka kehidupan ini terasa panjang dan memiliki makna yang dalam. Ia
bermula bersama mulanya kehidupan manusia dan membentang beberapa masa setelah
kita berpisah dengan permukaan bumi”.
Bahkan
buah pikir yang memuat gagasan-gagasan yang kritis, kuat, menarik, kadang
lembut, mengharukan, menggerakan, progresif, berani, solid, dan kadang terasa
sangat radikal. Maka kau diimajinasikan dengan postur tubuh yang juga demikian,
seorang lelaki dengan tubuh kekar, besar, dan tinggi. Tapi ternyata kau
hanyalah pria dengan perawakan kurus, kecil, dan tidak kekar tentunya. Maka ku
suka dengan katamu yang kau urai dengan lembut, “Aku selamanya ingin menjadi bocah besar yang polos”. Tapi kau
menggelegar dengan emosi yang kau mainkan secara jujur dan ikhlas dalam buah
pikirmu.
Kau
adalah sastrawan yang piawai dengan untaian-untaian peluru-peluru idemu yang
kau uraikan dengan gaya bahasa seorang aktivis Muslim, dengan semangat dan
keterusterangan. Dalam setiap kalimatmu akan terasa semangat dan gerakan yang
memancar dari sela-sela ungkapan-ungkapanmu dan dalam tiap baris tulisanmu,
seolah-olah ia adalah rangkaian degup jantung dan detak hati.
Kau
menguraikan untuk berbicara kepada semua kalangan bukan dari kelompok tertentu,
entah kalangan cendikiawan atau spesialis di bidang-bidang keilmuan tertentu.
Kau uraikan peluru idemu untuk semua Muslim yang berwawasan tanpa memandang
spesialisasinya. Olehnya itu, tak ada yang menghalangi orang untuk memahami
pemikiranmu. Peluru idemu adalah mata air yang segar bagi pemuda-pemuda Muslim
kini dengan beragam pikirannya.
Kau
membuat kata-kata yang hidup, “Kalimat-kalimat
kita menjadi boneka lilin jika kita mati untuk mempertahankannya. Maka saat
itulah ruh merambahnya. Hingga kalimat-kalimat itu hidup selamanya”.
#
Dalam
Sirah Nabawiyah dituliskan “Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya bisa
hidup tenang dan santai. Tetapi engkau yang memanggul beban besar ini, mengapa
tidur-tiduran saja? Mengapa engkau santai-santai saja? Mengapa engkau masih
terlentang di atas tempat tidur yang nyaman dan tenang-tenang saja? Bangunlah
untuk menghadapi urusan besar yang sudah menantimu. Beban berat sudah menunggu
di hadapanmu. Bangunlah untuk berjihad dan berjuang. Bangunlah, karena waktu
tidur dan istirahat sudah habis. Sejak hari ini engkau harus siap untuk lebih
banyak berjaga pada malam hari dan perjuangan yang berat lagi panjang.
Bangunlah dan bersiaplah untuk semua itu”.
Jadi
hal-hal yang terangkum dalam dakwah Nubuwah meliputi; tauhid, iman kepada Hari
Akhirat, membersihkan jiwa dengan cara menjauhi kemungkaran dan kekejian,
menyerahkan semua urusan kepada Allah, semua itu dilakukan setelah beriman
kepada risalah Rasulullah, bernaung di bawah kepemimpinan dan bimbingan
Rasulullah yang lurus.
Rasulullah
SAW pun bersabda kepada pamannya, “Wahai
pamanku, demi Allah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan agama ini, hingga Allah
memenangkannya atau aku ikut binasa karenanya, maka aku tidak akan meninggalnya”.
#
Kau
dengan bijak katakan, “Pergerakan Islam harus berangkat dari pengertiannya
sebagai gerakan untuk menghunjamkan kembali akidah Islam ke dalam hati dan
pikiran setiap individu Muslim, serta melakukan pembinaan kepada siapapun yang
mau menerima dakwah dan pemahaman yang benar, dengan pola-pola pendidikan Islam
yang benar. Tanpa harus membuang-buang waktu berdebat soal peristiwa politik
yang tengah menjadi pembicaraan hangat”. Umat manusia secara umum sudah jauh
dari pemahaman dan pengertian tentang esensi dari nilai-nilai Islam itu
sendiri, tidak lagi sekedar jauh dari etika Islam, aturan Islam, dan syariat
Islam. Maka dari itu, gerakan Islam manapun wajib bertitik tolak dari dari
usahanya dalam memberikan pemahaman kepada umat tentang makna Islam dan esensi
akidah, yaitu mengabdi hanya kepada Allah semata, baik pada tataran keyakinan
(mengenai hak Allah sebagai satu-satunya tujuan ibadah) maupun pada tataran
praktis (menjalankan syiar-syiar peribadahan kepada-Nya, dan hanya tunduk dan patuh
terhadap hukum dan syariat-Nya). Pergerakan ini harus berangkat dengan misi
menyelamatkan masyarakat, rakyat, dan pemimpinnya secara bersama-sama, dari
pemahaman konvensional menuju pemahaman Islam yang benar, lalu membangun sebuah
fondasi (bila bagi masyarakat secara keseluruhan itu tidak mungkin, maka
setidaknya itu dapat dilakukan terhadap unsur-unsur dan sektor-sektor yang
memiliki kontrol dan pengaruh kuat di masyarakat).
Kau
juga mengkonsepkan “Membangun komunitas, harakah dan akidah dalam waktu bersamaan.
Pembangunan masyarakat dan harakah yang berakidah dan membangun akidah yang
memiliki masyarakat dan harakah. Akidah menjadi realitas masyarakat yang
berharakah dan menghendaki realitas masyarakat berharakah yang sebenarnya
menjadi entitas riil dari akidah”.
#
Kau
dengan teguh ungkapkan, “Termasuk
keniscayaan sejarah, kebenaran dan kebatilan selamanya tidak bisa hidup
berdampingan di bumi. Tatkala Islam telah melancarkan seruannya untuk
menegakkan kemahakuasaan Allah atas alam semesta dan membebaskan manusia dari
perbudakan terhadap sesamanya, niscaya pihak-pihak yang mengambil alih otoritas
di bumi akan menentangnya dan sama sekali enggan berdamai dengannya”.
Sejarah mu adalah sejarah perlawanan. Benturan antara diktator dan petarung,
tirani dan perlawanan sebagai tradisi perjuangan.
Akhirnya
karena peluru ide, buah pikirmu, jeruji menjadi teman hidupmu. Di penjara
militer, kau disebut sebagai para pengkhianat negara yang telah bekerja sama
dengan agen Zionis Yahudi. Ah, rasanya sedih, kau disebut begitu oleh mereka.
Padahal kau adalah pejuang yang ku kagumi. Kau pula mendapatkan siksaan yang
keji dari mereka, para penjaga jeruji, hanya untuk mengorek rahasia dari kau
dan kawan-kawanmu. Agar kau membuka mulut. Padahal mereka betul-betul keliru
padamu dan kawan-kawanmu.
Bahkan
tubuhmu dan kawan-kawanmu dibuat penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan
cambukan. Kau disebut para “pengkhianat keji”. Bahkan siksaan keji sudah
menjadi pandangan harian bagimu dan kawan-kawanmu.
Tapi
kau dan kawan-kawanmu memang teguh. Kalian adalah orang-orang biasa tapi bisa
dikata orang-orang terpilih yang berteman dengan kesunyian untuk menunaikan
pekerjaan-pekerjaan besar sampai waktu kehidupan usai bagi kalian. Para penjaga
jeruji itu menyaksikan kalian yang disebut para pengkhianat tapi senantiasa
berkhidmat kepada Allah, menjaga sholat kalian, bahkan di tengah malam yang
dingin dan dalam penjara kalian menghadap Allah, rindu di tengah malam,
Qiyamullail dalam keadaan apapun.
Terlebih-lebih
yang paling istimewa adalah ketika siksaan yang keji itu, ayunan cambuk mendera
tubuh kalian, kalian malah tersenyum indah, bibir melebar mewarnai wajah, tak
luput rindu untuk mengingat Allah. Rasa-rasanya berat bagi kami kini yang
meneguhkan jejak-jejak kalian.
Kau
teguhkan, “Sungguh
sempurna semua itu. Sementara orang-orang yang menegakkan agama ini dalam
konsep negara, peraturan, perundangan, dan hukum-hukum, sebelumnya mereka telah
menegakkannya di dalam sanubari dan kehidupan mereka dalam konsep akidah,
akhlak, ibadah, dan tingkah laku. Mereka mengejar satu janji ketika hendak
menegakkan agama Islam. Satu janji yang tidak bisa ditundukkan atau dikalahkan.
Hanya demi tegaknya agama Islam di tangan mereka. Satu janji yang tidak
berkaitan dengan apa pun di dunia ini. Satu janji itu adalah surga”.
Kau
kisahkan seperti kisah Ashhabul Ukhdud, kisah tentang jiwa-jiwa mukmin yang
tinggi lagi mulia ini, berdiri kekuatan-kekuatan yang bengis, kejam, jahat, dan
zalim. Pendirian mereka tidak lantas goyah meski di bawah penindasan para
penguasa yang kejam, juga tidak tercerabut dari agama Allah meski mereka
dibakar dengan bara api hingga mati.
“Biarlah Allah yang menentukan nasib dakwah
dan para dai sesuai kehendak-Nya. Yang penting, di tengah perjalanan yang
keras, yang penuh onak dan duri serta keringat dan darah, jangan sampai mereka
melenceng dari arah pertolongan dan kemenangan”. Kau selalu menguraikannya
dengan indah. Bagimu, kemenangan itu berupa ketentraman hati, perasaan bangga,
konsepsi yang indah, lepas dari segala ikatan dan daya tarik, serta kebebasan
dari rasa takut dan gelisah, dalam situasi apapun.
Maka
kau katakan “Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar
kehidupan dunia yang fana ini dengan akhirat yang abadi”. Sambil tersenyum
teduh terlukis di wajahmu. Dan dengan keyakinan yang teguh, “Selamat datang kematian di jalan Allah.
Sungguh Allah Maha Besar”.
Kau
telah memilih berkawan dengan tiang gantung karena keyakinanmu pada Islam. Maka
kau dengan peluru ide adalah kalimat-kalimat yang hidup dalam keabadian kini.
Peluru idemu telah menembak berbagai manusia di belahan dunia, peluru idemu kau
relakan bersama darahmu yang menyirami dakwah, peluru idemu menjadi bunga harapan
yang terawat dalam pemikiran-pemikiran kini, peluru idemu adalah kehidupan baru
bagi ide-ide kami kini. Bahkan peluru idemu hingga kini bahkan terjamaah
olehku, yang berada di sebuah desa kecil yang jauh dari desa kelahiranmu.
Sungguh, kau telah bekerja dalam dunia keabadian lewat peluru pemikiranmu.
Mengenangmu, Ustadz Sayyid Qutbh.
#
Peluru Ide Sayyid Qutbh
Tubuhmu
mungkin kecil
Kau
bukan pria kekar
Maka kau
bilang aku katakan
Selamanya
ingin menjadi bocah yang polos
Kau
bukan manusia langit
Kau bukan
orang suci yang turun ke Bumi
Kau
hanya pria biasa
Yang
memilih menulis dengan kerinduan
Kau
adalah perindu yang sunyi
Kau
memilih menembak dengan buah pikirmu
Peluru-peluru
idemu
Menembus
berbagai pikiran orang kini
Kau
adalah sastrawan yang piawai
Dengan
uraian buah kata yang indah
Kau
adalah aktivis harakah
Dengan
opini kejujuranmu kepada penguasa
Kau
dengan kopiah putihmu
Teguh
dibalik jeruji
Senyum
tipis menghiasi wajahmu
Kau
bekerja dalam keabadian
Buah
pikirmu adalah peluru keabadian
Buah pikirmu
adalah untaian cinta pada Islam
Buah
pikirmu adalah keikhlasan tentang konsepsi Islam
Buah
pikirmu membawa kau ke balik jeruji
Pelurumu
kini hidup dalam pikiran-pikiran kami
Kau
dengan kesunyianmu
Memilih
tiang gantung sebagai sahabat kematian
Karena
kau memilih meninggalkan yang fana
Selamat
datang kematian di jalan Allah
Katamu
dengan selalu tersenyum terlukis di wajah
Tidak
akan pernah menukar dengan yang fana
Kau
memang rindu akhirat yang abadi
Posting Komentar
0 Komentar