Dalam Sebuah Pencarian - Dua Kutub
Novel Dalam Sebuah Pencarian
Dua Kutub
Di sini, iman menjalankan fungsinya secara maksimal
sebagai unsur perekat baru. Keragaman yang ada tidaklah hilang sama sekali,
tapi wilayah kesamaan iman dan tujuan hidup menempatkan perbedaan-perbedaan itu
seperti riak-riak kecil yang menambah keindahan lautan. Proyek persaudaraan itu
telah menciptakan keharuman yang sangat mendalam, membangun cinta yang kuat
dari kesamaan cita-cita. Dalam cinta dan keharuan itulah kita berharap
menimbulkan cerita-cerita persaudaraan yang abadi. Dalam hal itu, ikatan darah
dan tanah menjadi sekunder dan karenanya setiap orang menemukan posisi dan
fungsinya berdasarkan bakat dan potensi individunya. Di sini,
keunggulan-keunggulan individual menemukan tempatnya yang terhormat dalam
susunan yang ditata sedemikian rupa untuk meledakkan potensi-potensi besar dari
setiap individu.
Jamaah
adalah alat yang diberikan islam bagi umatnya untuk menghimpun daun-daun yang
berhamburan, supaya kekuatan setiap orang shalih, orang hebat atau satu potensi
bertemu padu dengan kekuatan saudaranya yang lain, yang sama shalihnya, yang
sama hebatnya, yang sama potensinya.
Jamaah
merupakan cara yang paling tepat untuk menyederhanakan perbedaan-perbedaan pada
individu. Di dalam satu jamaah, individu-individu yang mempunyai kemiripan
disatukan dalam sebuah simpul.
Ikatan
akidah. Orang-orang yang bergabung dalam jamaah itu disatukan oleh ikatan
akidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan islam. Maka,
jalan panjang menuju kebangkitan kembali, harus dimulai dari menghimpun
daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali cinta di antara mereka,
menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian meledakkannya pada momentum
sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.
Bagi Wahib, di KAMMI, telah membuat ia bisa
bertemu dengan orang yang bisa dibilang punya karakter yang hanif, ruhiyah yang
lebih dominan, sholat sunnahnya terjaga, punya kebiasaan baik (amalan
sunnahnya), hafalannya lumayan, tilawahnya terjaga, shaumnya rutin. Salah satunya
menurutku adalah
akhuna Yusuf. Walaupun
terkadang Yusuf juga suka
mendiskusikan terkait tokoh-tokoh intelektual sekuler.
Di satu sisi ia juga bisa bertemu dengan orang yang siyasinya kuat, suka
berdebat, mudah diajak diskusi, sering bangun ekspansi dengan organisasi
sekuler dan berhaluan kiri, organisasi sosialis, buku-bukunya kebanyakan
buku-buku gerakan, sekuler. Dan pikir
Wahib, salah satunya akhuna Wawan. Walaupun
terkadang akh Wawan juga
membaca buku seperti Hadits Arbain.
Di
KAMMI, ia bertemu
dengan sesuatu yang telah lama ia rindukan,
sesuatu yang membuatnya merasa
bahwa ia hidup,
meresapi sari-sari kehidupan. Sosok-sosok yang tak lazim baginya, yang pernah iapikir
orang-orang seperti mereka tak ada, sulit ditemui. Tapi ia menemui mereka, mereka yang
telah lama ia rindukan,
di KAMMI.
Di
KAMMI, ia bisa
berdiskusi, setiap ketemu yang ada hanya terkadang berdiskusi, bahkan pada
obrolan-obrolan yang membuat kita sering berdebat. Membudayakan budaya membaca.
Menggelorakan budaya menulis.
Malam
itu, lebaran kedua. Wahib, akh Yusuf, akh Wawan, dan KakFauzan
silahturahim dengan qiyadah. Pertama, kita ke rumahnya Ustad Ridwan. Setiba
disana, Ustad berbagi cerita tentang masa kuliahnya di Yaman. Ustad Ridwan
kuliahnya di Yaman, di salah satu Universitas milik partai Al-Islah, salah satu
Universitas Ikhwan. Di Yaman, salah satu negara yang masih rawan konfilk.
Ikhwan-ikhwannya pegang senjata. Bahkan akhwatnya pun punya senjata. Kata Ustad
Ridwan, ini berawal ketika sekitar tahun 80-an, Yaman yang saat itu menganut
sistem monarki, kerajaaan. Dan saat itu ada pengaruh kuat dari invasi Rusia,
kaum komunis yang akhirnya mengambil alih Yaman Selatan. Di Yaman Selatan
terdapat daerah-daerah yang indah. Pada saat itu berbagai para Ulama berkumpul
untuk mengatasi masalah ini, melawan komunis, dan menyarankan kepada
pemerintah, yang saat itu adalah kerajaan. Tapi pada saat itu kerajaan tidak
menerima usulan para Ulama dengan alasan kekuatan Rusia yang lebih kuat.
Akhirnya para Ulama berjihad sendiri dengan para santri-santrinya. Setelah lama
berjihad, akhirnya mereka berhasil merebut Yaman Selatan. Hasil ghanimahnya,
rampasan perang yang berupa senjata itu dibagi-bagi ke semua lembaga
pendidikan. Milikilah setiap senjata. Bahkan di Yaman, setiap warga wajib militer.
Selain bercerita tentang Yaman dan sedikit masa kuliah Ustad. Ustad juga
berbagi pandangan tentang perlu adanya Universitas kita sendiri dengan minimal
tiga fakultas. Ustad juga menerangkan terkait peluang menang tiga besar dan
kemenangan pilgub di Maluku Utara.
Setelah cukup lama bersilahturahim di rumah Ustad
Ridwan, kita pamit dan ke rumah Pak Zulkifli. Pak Zulkifli sedikit berbagi
tentang tesis kuliahnya yang tentang Pengaruh Jalur Tranportasi dengan Masalah
Stagnasi Kota Tidore. Kota Tidore yang jauh perkembangannya dengan Kota
Ternate, apakah masalah transportasi salah satu penyebabnya. Selain sedikit
mengungkit terkait tentang peluang menang dalam pilgub Maluku Utara. Pak Zul
juga bercerita sedikit tentang masa-masa kuliah. Menjadi hal menarik mendengar
cerita-cerita dan berdiskusi dengan para qiyadah.
Di KAMMI, sudah seperti Wahib katakan bahwaia akan
bertemu dengan orang-orang yang selalu mengingatkan kita dengan masalah
ruhiyah, bisa seperti salaf bahkan bertingkah seperti sufi. Salah satu kader
yang sering mengingatkan Wahib masalah ruhiyah, suka mengkritisi sifat kader
KAMMI yang sering acuh dengan masalah sepeleh tentang ruhiyah, bahkan sering
berdiskusi dengan masalah ruhiyah, ya akh Yusuf.
Hari ini ia,
Wahib jalan sama akh Yusuf ke toko
buku. Akh Yusuf kembali
mengingatkan masalah ruhiyah padanya, masalah
ruhiyah kader KAMMI, dan berdiskusi tentang masalah ruhiyah. Kadang-kadang ia juga
berpikir kita masih jauh ruhiyahnya dengan Salafi ataupun Sufi. Wahib merasa
perlu perenungan panjang masalah ruhiyah. Wahib merasa sedikit tidak
produktif, jarang tilawah, buku pun belum ada yang dituntaskan lagi. Buku yang
meningkatkan masalah ruhiyah pun jarang ana baca. Pengetahuan tentang masalah
ruhiyah pun sangat minim.
Akh Yusuf yang
menceritakan bahwa di lingkungannya ada mantan seorang preman yang akhirnya
tidak pernah meninggalkan sholat fardhunya bahkan hampir tidak pernah terlambat
sholat fardhunya, menjaga sholat tahajudnya. Akh Yusuf juga mengatakan Imam Hasan Al-Banna itu
tidak pernah tinggalkan dan mengamalkan doa-doa seperti masuk masjid, keluar
rumah, doa-doa yang mungkin sepeleh bagi kita, dan berzikir. Siapa yang harus
kita ikuti kalau bukan para pendiri Jamaah Ikhwan? Akh Yusuf juga menganjurkan bahwa
antum, kita sebagai kader KAMMI (khusus PD KAMMI Kota Ternate) rasanya perlu
membaca buku-buku tentang akhlak Rasulullah. Dakwah yang dilakukan Rasulullah
itu yang membuatnya berkembang adalah akhlak Rasulullah. Siapa yang akan
menjadi teladan kita kalau bukan Rasulullah? Kader-kader KAMMI yang menurut akh
Yusuf terkadang
berpikir untuk hal-hal yang dengan konteks yang besar tapi terkadang lupa
belajar memahami dan mengamalkan hal-hal yang dalam konteks kecil. Akh Yusuf kembali
mengatakan iman itu ketika kita merasa cinta kepada Allah, merasa takut kepada
Allah, merasa hina dihadapan Allah. Kader-kader KAMMI mungkin merasa cinta
kepada Allah tapi rasa takutnya kepada Allah belum menyeluruh.
Awalnya ke toko buku, Wahib ingin beli Biografinya
Einstein, tapi tak jadi membelinya. Karena berpikir banyak buku mantuba yang
belum ia baca. Dan
akh Yusuf membeli
mushaf, yang ada tajwid, agar memperbaiki tajwidnya, meningkatkan hafalannya. Wahib merasa
senang, Allah merekayasakannya,
memberikan kesempatan bertemu dengan orang-orang seperti ini.
Walaupun terkadang Wahib juga bingung memposisikan
diri seperti apa. Haruskan menjadi kader yang benar-benar condong ke
ruhiyahnya, ataukah
menjadi kader yang kuat siyasinya, padahal Wahib juga tidak
punya pemahaman yang baik tentang pergerakan. Wahib pernah berpikir untuk
memperkuat sisi fikriyahnya. Pernah berpikir dan merencanakan untuk membangun
dari sisi kompetensi, dan keilimiahan. Mencoba mengislamisasi ilmu pengetahuan
berdasarkan basik-nya.
Wahib berpikir bagaimana mengkonsepkan kaderisasi KAMMI,
agar kader KAMMI mengenal komposisi kadernya. Ruhiyah, Fikriyah dan Siyasi.
Kader harus mampu mengenal dirinya, agar mampu menentukan persentase komposisi
dirinya. “Aku juga pernah berpikir, walaupun agak sekuler, bahwa kader KAMMI itu
harus kental fikrahnya, jadi tidak masalah, penampilan kader KAMMI (ikhwan) itu
agak urakan tapi yang penting fikrahnya jelas. Ketika ia beretorika,
mengungkapkan gagasannya, ide, cara pandangan, paradigmanya, tilawahnya, maka
orang tahu bahwa dia itu kader KAMMI walaupun afwan jiddan, celananya pakai
celana barter, kaki celananya kaki botol, rambutnya gondrong.
Ide ini pasti tidak disetujui oleh Departemen
Kaderisasi KAMMI”, pikir Wahib sambil tersenyum
sendiri.
Untuk masalah proporsional kaderisasi, untungnya Ustad Fathi Yakan dalam bukunya juga
menjelaskan terkait itu. Fathi Yakan mengatakan sebab-sebab fenomena berjatuhan
di jalan dakwah diantaranya dari pergerakan, dari personal itu sendiri, dan
dari tekanan kondisi dan situasi. Dan sebab-sebab yang bersumber dari
pergerakan, salah satunya adalah tidak proporsional dalam memposisikan anggota.
Problem ini selalu mengantar pada kegagalan aktivitas dan berguguran sebagian
aktivis. Pergerakan yang profesional dan matang adalah pergerakan yang
mengetahui kemampuan, kecenderungan, dan bakat para kadernya. Juga, mengenal
titik-titik kekuatan dan kelemahan mereka. Dengan begitu lembaga ini dapat
menempatkan setiap kader pada posisi sesuai dengan kemampuan, kecenderungan,
watak dan levelnya.
Menurut Fathi Yakan, lembaga Harakah Islamiyah wajib
mengklasifikasikan potensi seluruh anggotanya menurut spesialisasi dan pretasi
kadernya. Sebuah lembaga pergerakan harus menentukan langkah sebanding dengan
potensi yang dimiliki. Bila tidak, maka kendali akan terlepas, perjalanan tidak
terkontrol, dan wadah ini tidak mampu menempatkan anggota pada aktivitasnya
yang sesuai kapasitasnya. Dalam kondisi seperti ini lembaga ini mirip dengan
kendaraan yang rusak setirnya, hingga berjalan tanpa arah yang jelas.
Walaupun masalah proposional kader penting tapi yang
paling utama dalam KAMMI adalah masalah ruhiyah. Fathi Yakan pun menuliskan
lemahnya aspek tarbiyah sebagai sebab pertama dalam sebab-sebab yang bersumber
dari pergerakan yang menyebabkan fenomena berjatuhan di jalan dakwah.
Dan masalah ruhiyah itu tidak perlu disikapi secara
ekstrim dan berlebihan atapun harus memandang remehnya. Tapi yang dituliskan
Fathi Yakan, sesungguhnya jiwa manusia itu lemah. Mungkin ia mampu memikul
kewajiban di satu waktu, tetapi tidak mampu memikulnya dalam semua waktu.
Terkadang secara bertahap ia mampu memikulnya, tetapi tidak akan mampu
memikulnya sekaligus. Kemampuan manusia tidak sama, sesuatu yang mampu
dilakukan oleh si Fulan, misalnya terkadang tidak mampu dilakukan oleh lainnya.
Karena itu, di dalam syariat terdapat kewajiban-kewajiban yang tidak dapat
ditawar (‘azimah) dan beberapa keringanan (rukhshah). Hal ini merupakan suatu
ciri kesempurnaan dan realitasnya manhaj Islam. Setelah sholat Ashar, dan duduk
di belakang masjid Al-Munawwar, sambil membaca buku “Yang Berjatuhan di Jalan
Dakwah” karya Fathi Yakan, Wahib merenung
masalah ruhiyah.
#
Lagi-lagi, kondisi (KAMMI Kota Ternate) yang semakin
kritis, tidak masifnya dalam perekrutan kader, carut marutnya agenda-agendanya,
program kerjanya yang macet sana-sini, kerja-kerja yang tidak struktural,
kondisi struktural pengurus yang entahlah. Adakah diantara kita yang mau
merenung?
Entahlah
Wahib yang
senang berbicara, berdiskusi, dan berdebat hal-hal yang “dianggap” tidak
bermanfaat ataukah hanya kebiasaan belaka atau mungkin kemajemukan dalam
dirilah yang membuat ana senang berbicara. Lagi-lagi teman bicaranya adalah
akhuna Wawan. Wawan adalah
kader KAMMI yang lebih sering membaca dan mengoleksi buku-buku sosialis-agama
dan cenderung penulisnya adalah penulis barat (buku terjemahan), buku-buku
sejenis Samuel Huntington, “Benturan Peradaban”, salah satu buku miliknya yang
berjudul “Relasi Antar Agama-Agama Sosial Kontemporer”. Bahkan anehnya, Wawan adalah
salah satu kader yang katanya jarang membaca buku mantuba KAMMI atau buku-buku
ruhiyah lainnya. Tapi bukan berarti ia tak pernah membaca atau tak memiliki
buku-buku Islami lainnya, bahkan ia pun membaca buku Sufi Pinggiran, Ibadah
dalam Islam karya Yusuf Qardhawi, Syarah Hadits Arbain, dan lainnya. Kita
sering berbicara tentang kondisi (KAMMI Kota Ternate), kekritisan kader-kader
KAMMI Kota Ternate, kondisi kepemimpinan KAMMI (Kota Ternate) hingga buku-buku
yang kita baca, dan pikiran-pikiran yang cenderung lebih ke “sosialis-Islam”
dibandingkan “Islami dalam pandangan KAMMI”. Walaupun secara pribadi Wahib merasa bahwa ia cenderung
tidak terlalu membaca dan mengoleksi buku-buku sosialis-agama apalagi yang
dituliskan oleh penulis barat. Wahib lebih
cenderung membaca buku-buku yang ditulis oleh penulis Indonesia. Dan bahkan
cenderung membaca buku mantuba KAMMI. Atau lebih cenderung membaca novel, buku
biografi dan buku populer.
Di
satu sisi, Wahib berpikir
bahwa kader-kader KAMMI memang tetap membutuhkan kader yang cenderung membaca
buku-buku sosialis-agama dan ada pula kader yang cenderung mengonsumsi
buku-buku ruhiyah-Islami, ‘radikal-Islami’. Dan
mungkin hal yang wajar sebagai dinamika di dalam KAMMI (Kota Ternate) dalam
setiap periodenya. Ada kader yang cenderung kritis dan ada kader yang cenderung
hanif (pendiam). Dinamika yang unik dalam setiap periode KAMMI Kota Ternate
atau bahkan di setiap KAMMI di daerah lain di seluruh Indonesia. Walaupun di
periode KAMMI Kota Ternate kali ini, dikatakan oleh salah seorang ikhwan, yang
katanya dari “qiyadah”, bahwa periode ini adalah generasi yang baik ruhiyahnya
dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, entahlah.
#
Beberapa waktu yang lalu dalam momen perekrutan saat
ini, gerakan KAMMI (Kota Ternate) yang cenderung tidak masif dalam merekrut,
dan kondisi komisariat yang dalam kondisi kritis. Di KAMMI Daerah Kota Ternate
memiliki empat komisariat saat ini, diantaranya PK KAMMI Unkhair, PK KAMMI IAIN
Ternate, PK KAMMI UMMU, dan PK KAMMI STKIP Kie Raha. Kondisi PK KAMMI Unkhair
dianggap yang cukup baik saat ini. Kondisi ini terjadi menurut Akh Budi, yang
sekarang selaku Ketua Pengembangan Komisariat PD KAMMI Kota Ternate, karena
komisariat tidak memiliki kader-kader AB2, dan kader-kader cenderung manja
dibanding dengan kader-kader komisariat sebelumnya.
Kader-kader
komisariat yang masih betah berada di masa liburannya di kampung halamannya. PK
KAMMI UMMU, PK KAMMI IAIN, PK KAMMI STKIP kader-kadernya semakin minim.
Beberapa waktu yang lalu dalam perekrutan di PK KAMMI IAIN Ternate, diantara
stand-stand kampus ada berbagai organisasi mahasiswa ekstra lain yang membuat
stand semisal HMI, PMII, dan Pembebasan sedangkan KAMMI tidak ada. Kondisi
inilah yang membuat kita berasumsi KAMMI hampir mati, kondisi PK KAMMI yang
tidak masif.
Hal
ini terjadi karena, beberapa kader berasumsi bahwa lemahnya kepemimpinan PD
KAMMI Kota Ternate saat ini, KAMMI yang cenderung dikaitkan dengan salah satu
partai politik, ataupun kader-kader KAMMI (Kota Ternate) yang tidak mampu
memposisikan dirinya dalam jamaah, terlalu sibuk dengan keterlibatan
agenda-agenda jamaah secara masif dibandingkan agenda wajiha, (kebetulan saat
ini lagi diadakan pemilihan gubernur Maluku Utara), kader-kader yang sibuk
dengan agenda pribadinya, kurangnya rasa memiliki terhadap KAMMI.
Wahib dan Wawan, mereka merenungi
posisi mereka di KAMMI.
Mengapa mereka berada di
KAMMI. Wawan yang risih
melihat kondisi KAMMI Kota Ternate yang dalam kondisi seperti ini. Wawan sendiri
juga masuk ke KAMMI karena sebelumnya terinspirasi ketika membaca majalah
tarbawi. Dia sendiri
memang cenderung senang dengan aktivitas sosial, dan aktivitas organisasi,
sejak kecil ia sering melihat bapaknya
aktif dalam kegiatan kepramukaan dan aktif dalam kegiatan sosial di kampung.
Hal inilah yang membuat ia senang dengan kegiatan organisasi. Semenara Wahib sendiri
secara pribadi memang senang dengan kegiatan beroganisasi, waktu di kampus
senang dengan kegiatan organisasi kampus. Jadi, merekamengambil
kesimpulan keaktifan mereka di KAMMI
adalah karena
mereka senang berorganisasi. Mereka bukan
kader yang semata-mata “hanif” atau berasal dari keluarga yang Islami atau yang
awalnya masuk ke KAMMI untuk belajar Islam. Tapi hal ini pula yang membuat mereka peduli
kepada KAMMI. “Kita merasa kita yang membutuhkan KAMMI bukan semata-mata KAMMI yang
membutuhkan kita. Kita merasa risih, gelisah dengan kondisi KAMMI (Kota
Ternate) saat ini, mungkin kader-kader yang lain juga sama”, pikir mereka berdua yang
saling senyum saat berbincang. Masing-masing dengan cara berpikirnya sendiri.
Diantara pilihan kita memilih “berpikir untuk diam” atau “diam untuk berpikir”,
kata Wawan.
Belajar mencintai KAMMI. Rasa cintalah yang membuat
KAMMI itu terlihat indah. Walaupun mungkin tak sesempurna pandangan mata, tapi
bertahan untuk itu adalah segala pesona yang terselimuti. Bergabung di KAMMI
bukan semata pilihan yang rasional, tapi mungkin lebih identik dengan
emosional. KAMMI memiliki cita-cita tinggi yang hendak diwujudkan dan
dipertaruhkan. Dan ternyata cinta dan cita-cita tinggilah yang membuat kita
bertahan dan membuat kita kuat. Tanpa rasa cinta yang mendalam terhadap
organisasi yang kita tekuni, kita tidak punya kemauan dan ketulusan untuk
memberi dan berkorban. Pengorbanan bukanlah ‘ritual’ kewajiban sebagai anggota
organisasi. Pengorbanan di KAMMI adalah bagian romansa cinta keorganisasian.
Cinta yang terasa hidup dan menghidupi sebuah gerakan untuk berkorban tanpa
keterpaksaan.
Ketika tidak ada apa-apa di KAMMI, tidak ada
pengkaderan yang lahir dari rahim KAMMI, tidak ada kontribusi KAMMI pada
masyarakat, maka kemungkinan yang terjadi adalah kehampaan cinta di dalam
KAMMI. Semuanya mungkin akan terlihat gersang. Dan semuanya yang terjalin
sekedar menjalani ritual kewajiban keanggotaan organisasi. Tanpa kegairahan
berorganisasi. Kehilangan kegairahan “bermain-main”, berkontribusi di KAMMI.
Gelora benih cinta kepada KAMMI perlu ditumbuhkan. Cinta terhadap KAMMI
merupakan ungkapan perasaan. Tapi cinta terhadap KAMMI bukanlah kefanaan
terhadap fatamorgana cinta. Maka pemaknaaan cinta terhadap KAMMI adalah
implementasi keikhlasan dari "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya dan orang-orang mukmin dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan” (Q.S
At-Taubah (9:105).
Mengapa kita tidak mulai belajar mencintai KAMMI.
Menjadi pendamping KAMMI dan berkorban untuk KAMMI agar mencapai cita-citanya.
Mungkin bukan tugas kita mencetak kader pemimpin bangsa. Dan itu tugas mulia
yang dibebankan kepada KAMMI. Tugas kita sebagai perindu, hanyalah membantu
KAMMI menggapai cita-citanya menjadi “Wadah perjuangan permanen yang akan
melahirkan kader-kader pemimpin bangsa masa depan yang tangguh dalam upaya
mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia”. Kita belajar untuk mulai mencintai
KAMMI, agar peran apapun yang kita mainkan akan kita rasakan manfaatnya, agar kita
merasakan keindahan cinta terhadap KAMMI. Setiap aktivitas dan kegiatan akan
terasa menyenangkan. Bahkan tanpa “amanah” pun kita masih bisa berbuat untuk
KAMMI. Keaktifan di KAMMI bukan sekedar amanah tapi rasa cinta, rasa memiliki,
yang entahlah mungkin sulit untuk diuraikan. Terlebih-lebih peneguhan sebagai “Wahai orang-orang yang beriman! Jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu” (Q.S. Muhammad [47]: 7).
#
Bagi Wahib berdiskusi memang akan menjadi hal yang
menarik. Walaupun terkadang ada yang menghindarinya. Setelah beberapa kali ia
melakukan obrolan ringan dengan beberapa kader, akhi Wawan, akhi Yusuf, akhi
Umar. Dan sempat juga melakukan obrolan ringan dengan murabbinya dulu, Kak
Fauzan.
Obrolan ringan tentang beragam hal,
mengenai ketidakaktifan kader, penurunan partisipasi kader, ketidakefektifan
agenda, ketidaktegasan kepemimpinan dalam organisasi, ketidaksolidan, hingga
pada perbedaan, dan bisa dibilang ‘amanah lain’. Yang Wahib sebut dengan
fenomena gerakan KAMMI Kota Ternate.
Fenomena yang dialami KAMMI Kota
Ternate tentang entahlah mungkin ia sendiri menyadari bahwa ia tidak
berwewenang untuk terlalu banyak beragumen namun yang ia lihat adalah bisa
dikatakan ketidaktegasan kepemimpinan dan ketergantungan terhadap kepemimpinan.
Hampir semua departemen agak macet kerja-kerjanya. Entahlah disisi lain pula
pemimpin kita cukup sibuk dengan ‘amanah lain’. Yang membuat ‘amanah lain’ ini
sudah lebih terang-terang ke dalam amanah utama, hingga segelintir kader merasa
‘amanah lain’ seharusnya bisa diposisikan tanpa harus dimasukan secara
berlebihan dalam ‘amanah utama’. Setidaknya ada posisi dimana ‘amanah lain’ dan
ada posisi untuk ‘amanah utama’, tidak campur-adukan. Atau tidak seharusnya
kita memilih atau tidak maksimal dalam menjaganya, tapi tetap memposisikan
keduanya agar terjalin dengan baik, dan tetap tidak dicampur-adukan.
Tentang mereka, Wahib sadari bahwa dua kutub dalam
KAMMI. Pertama, kutub dengan rasa keyakinan yang taat dalam keyakinan mereka
hingga mereka pun tidak terlalu terpengaruh dengan fenomena-fenomena KAMMI Kota
Ternate. Kedua, kutub yan dengan keikhtiaran yang terus menebarkan keikhtiaran
dalam bentuk argumen-argumen tegas yang menyebabkan mereka dianggap memiliki
argumen yang menyebabkan perbedaan. Kedua kutub yang unik. Seharusnya kedua
kutub ini mampu mendompleng kerja-kerja KAMMI, mampu mempertegaskan kepemimpinan
pemimpin KAMMI Kota Ternate sekarang ini.
Obrolan singkat lainnya, menurut Kak Fauzan sendiri,
ini terjadi karena kurangnya agenda KAMMI dan kurangnya partisipasi kader
KAMMI, keduanya saling melengkapi, saling mengisi. Dan yang harus mendompleng ini
adalah Departemen Kaderisasi dan Departemen Pengembangan Komisariat. Kedua
departemen inilah yang membangun partisipasi kader.
Walaupun akhirnya Wahib juga pahami bahwa adanya
amanah lain yang dilakukan akh Fatih adalah bagian dari rasa cintanya kepada
KAMMI, mungkin dalam konteks finansial KAMMI. “Aku sungguh yakin bahwa semua kader KAMMI mencintai KAMMI”, lirih
Wahib dalam hatinya.
#
Jamaah merupakan cara yang paling
tepat untuk menyederhanakan perbedaan-perbedaan pada individu. Di dalam satu
jamaah, individu-individu yang mempunyai kemiripan disatukan dalam sebuah
simpul. Berorientasi pada karya, bukan pada posisi. Jebakan terbesar yang dapat
merumuskan kita dalam kehidupan berjamaah adalah posisi struktural. Jamaah
hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka, kita harus selalu berorientasi
pada amal dan karya.
Bekerjasama walaupun berbeda.
Perbedaan adalah tabiat kehidupan yang tidak dapat dimatikan oleh jamaah. Maka,
menjadi hal yang salah jika berharap bisa hidup dalam sebuah jamaah yang bebas dari
perbedaan. Yang harus kita tumbuhkan adalah kemampuan jiwa dan kelapangan dada
untuk tetap bekerjasama ditengah berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama
dengan perpecahan dank arena itu tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.
Mengelola perbedaan, bukan
mematikannya. Jamaah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi
sumber kreativitas kolektifnya dan itu dilakukan melalui mekanisme syura yang
dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus.
Posting Komentar
1 Komentar
Bet365 Casino & Promos 2021 - JTM Hub
BalasHapusFull list of Bet365 Casino & Promos · Up to £100 in Bet https://febcasino.com/review/merit-casino/ Credits worrione.com for new customers at bet365. Min deposit £5. Bet Credits available for 출장안마 use upon settlement of bets 바카라사이트 to value of 도레미시디 출장샵