Perseteruan dan Nasib

Serial Penjelajah Cerita
M. Sadli Umasangaji

Perseteruan dan Nasib














Kita akan terus menerus bertanya, “Apa guna manusia ada?”

Baik dalam riuh, diam, tenang, gembira, bahagia, sedih, sesak nafas, bahkan ketika tak mampu. Dan terdengar lirih, “Siapakah kita ini? Manusia?”. Tapi Nursi, ya, Nursi. Dia masih terus menjadi pencatat. Nursi adalah pencatat, penjelajah, pengimajinasi, sekaligus kadang-kadang menjadi perenung. Nursi adalah penjelajah kisah sekaligus cerita. Penjelajah kisah dan cerita yang kemudian ia tuangkan menjadi catatan. Catatan-catatannya itu bisa sangat mendalam atau sebaliknya akan dipandang terlalu usang.

Nursi memahami bahwa semua memang bermula dari kata. Kata-kata, kisah, cerita dan catatan. Kata-kata dalam lintasan pikiran merupakan abstraksi yang menggerakan setiap kreativitas manusia baik pemikiran, tindakan, perilaku atau bahkan kegiatan.

Dan adagium yang terlintas, “maa kaifa tufakkir, anda akan menjadi seperti apa yang anda pikirkan”. Setiap realitas yang terjadi di alam kenyataan, sebelumnya merupakan realitas di alam pemikiran. Sebaliknya realitas yang tidak pernah ada di alam pemikiran maka tidak akan pernah pula menjadi realitas di alam nyata. Berarti kita ini dituntun, digerakkan dan diwarnai oleh cara berpikir kita.

Penjelajah cerita dan catatan itu melampaui ruang dan waktu. Nursi telah memaknai berbagai ruang dan waktu, ia menjelajah sebagai penjelajah cerita. Rentang sejarah telah menunjukkan dinamika perubahan sosial meliputi interaksi-interaksi dari manusia, ide, ruang dan waktu. Manusia merupakan pusat perubahan, ia adalah pelaku dimana ruang dan waktu adalah panggung pertunjukkannya. Ide menjadi penggerak manusia dalam seluruh ruang dan waktu. Perubahan-perubahan penting dalam ide-ide manusia menjadi pemicu dalam perubahan-perubahan besar dalam kehidupan manusia.

Nursi termenung, “Manusia bergerak dalam ruang dan waktu secara dialektis antara tantangan dan respon terhadap tantangan. Ide yang membentuk gagasan memenuhi benak manusia merupakan manifestasi dari dinamika dialektis itu. Hidup manusia bergerak dan terus bertumbuh karena adanya respon tantangan di sekelilingnya. Hasil respon baru itu selanjutnya melahirkan tantangan-tangan baru yang menuntut respon-respon baru.”

Nursi telah melakukan penjelajahan di Kerajaan Golojo. Entah mengapa Nursi sebagai pemuda dari sebuah pulau kecil malah terdampar lagi ke sebuah pulau besar. Sebuah pulau besar yang dikenal dengan sebutan pandangan terujung. Orang-orang di pulau ini dahulu kala adalah orang-orang pesisir, etnis yang mendiami pesisir selatan. Etnis yang disebut berjiwa penakluk dan pemberani. Gemar berperang di lautan. Mereka dapat hidup berlama-lama di tengah laut. Bahkan mereka dikenal hingga ke pulau Kanguru. Sumber-sumber dahulu menyebutkan pulau ini dengan sebutan Macacar. Sudah lama pulau ini ditetapkan sebagai sebuah ibu kota kerajaan di masa lampau. Bagian-bagian kerajaan sebagai serpihan-serpihan pulau. Kemudian diartikan sebagai tampak, timbul, wujud, nyata, jelas, mulia besar, jujur, berterus terang. Tersebutlah pandangan terujung. Masa-masa lampau sebelum menjadi serpihan dari Kerajaan Golojo, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan dengan kekuatan armada laut yang besar bahkan dapat disebut sebagai imperium yang bernafaskan Islam. Sekarang di pulau besar peninggalan-peninggalan seperti itu hanya akan menjadi cerita atau bahkan museum. Museum itu sekarang terbuat dari bahan kayu jati bercorak arsitektur tradisional.

Awal mula Nursi datang ke sini adalah untuk belajar, melanjutkan studi. Pulau besar ini merupakan pulau dengan kemajuan yang pesat, menjadi tempat pemuda-pemuda Timur melanjutkan studi baik semasa menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas atau melanjutkan studi pada jenjang Pascasarjana. Ciri-ciri Pulau Besar adalah suatu daerah dengan perkotaan yang besar memiliki adanya konsentrasi jumlah penduduk yang sangat tinggi, dapat dikatakan jumlah penduduk yang dihuni minimal lebih dari satu juta penduduk. Berbagai kegiatan industri perdagangan, perbankan, ekonomi juga tumbuh sangat pesat. Bukan cumin pendidikan, Pulau Besar juga biasanya menjadi tempat bagi orang-orang dalam mencari pekerjaan. Urbanisasi yang tinggi menimbulkan kepadatan penghuni, lalu lintas terasa macet dan padat, bahkan hingga polusi udara juga bersamai. Kebisingan akan tentu menyertai Pulau Besar. Nikmatnya adalah ia tempat orang menempuh belajar, melanjutkan studi.

Nursi terlempar dalam sebuah kelas dalam Pulau Besar sebagai tempat ia studi. Nursi belajar tentang bagaimana makanan untuk kesehatan. Upaya untuk mencapai, mempertahankan dan memperbaiki kesehatan melalui makanan. Sejak zaman dahulu, manusia menyadari pentingnya makanan untuk kelangsungan hidup. Dahulu makanan bisa menjadi tabu, kekuatan magis atau dijadikan sebagai nilai-nilai penyembuhan. Nursi merenung, “Apa tujuan ia belajar tentang makanan?”



“Hingga kesadarannya menjelma bahwa Hippocrates menyebutkan bahwa makanan itu sebagai energi bagi manusia”



Nursi masih merenung, “Atau kesadaran bahwa Tuhan telah mentitahkan bahwa “Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian darinya kamu makan.” (QS Al-Mu’minun (23) : 21)”



Saat ini ilmu yang dipelajari Nursi dan teman-teman di kelas telah berkembang. Secara klasik ilmu itu hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (sebagai sumber energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, dan juga sebagai zat pengatur dalam tubuh). Kini ilmu itu berkembang selain untuk kesehatan, ia juga menjadi kaitan dengan potensi ekonomi, atau masalah-masalah realitas sosial yang mempengaruhi. Nursi telah belajar tentang kerangka penyebab anak kurus dan juga pendek. Faktor penyebab tidak langsung dan akar masalahnya adalah berkaitan dengan intervensi negara dan bangsa. Ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, yang tercermin dari rendahnya konsumsi makanan. Oleh karena itu, ilmu yang ia pelajari merupakan salah satu tumpuan penting dalam pembangunan ekonomi, politik, dan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan.



#



Bukan hanya soal ilmu yang dipelajari. Sebagai penjelajah cerita, Nursi melihat perseteruan dalam kelas studinya. Perseteruan itu terbentuk karena kelompok-kelompok dalam kelas studinya.



Kelompok pertama dipimpin oleh Pria bertubuh gemuk. Pria ini sangatlah malas. “Apakah orang gemuk akan cenderung malas?”. Tapi tidak, gemuk hanyalah identitas fisik saja. Malas atau tidaknya seseorang tergantung minat dan inisiatif pribadinya.



Kelompok kedua dipimpin oleh Pria berkacamata. Pria ini sangatlah rajin. “Apakah orang berkacamata identik dengan kecerdasan?”. Ternyata tidak, kacamata adalah pelengkap bagi orang yang telah memiliki mata minus. Kecerdasan bertumbuh karena keminatan seseorang yang kuat akan sesuatu.



Padahal mula-mula kedua pria ini berada pada ruang pekerjaan yang sama. Pria berkacamatalah yang mengajak Pria gemuk itu sama-sama melanjutkan studi. Desas desus memang semasa di ruang pekerjaan mereka kadang berseteru. Dengan asumsi-asumsi kamu malas, kamu terlalu rajin. Pada waktu sebuah jam pelajaran kelas, pria berkacamata itu menyebutkan kepada seorang teman di kelas, “Bisa-bisanya kamu berteman dengan orang malas seperti itu.”



“Apakah perseteruan orang-orang itu akan berkisar pada tingkat kemalasan dan tingkat kecerdasan?”, Nursi merenung. Ia pemalas tapi kadang-kadang merasa perlu rajin. Entahlah. Ia sebagai Penjelajah Cerita selalu memilih berada di tengah. Berada di tengah itu kadang menyulitkan, tapi kadang juga membebaskan. Nursi sekali waktu bisa berbincang panjang tentang teori-teori sebab akibat anak-anak menjadi pendek dengan pria berkacamata. Tapi di lain waktu bisa makan sambil tertawa dengan pria gemuk.



Pria gemuk itu berkelompok dengan teman-temannya yang memiliki minat yang sama, sama-sama tidak terlalu suka tugas studi, sama-sama suka pusing ketika studi, bahkan minat soal diskusi itu bagi mereka membosankan. Tapi entahlah, “Mengapa mereka juga memilih melanjutkan studi? Apakah mereka terlanjur ingin memusingkan diri? Atau terjebak saja dalam perebutan-perebutan gelar mentereng selepas nama?”



Pria berkacamata dengan teman-teman kelompoknya, mereka adalah orang-orang yang merasa atau dapat disebut berlebihan rajin, bahkan terlalu rajin dalam membuat tugas-tugas studi. Entah mereka memerlukan gelar-gelar mentereng atau tidak.



Tapi jangan tanya soal nasib dan keberuntungan apalagi harta. Soal nasib orang-orang sejenis pria gemuk adalah yang bernasib baik, memiliki harta berlimpah dan terlanjut memiliki keberuntungan. Sementera orang-orang sejenis pria berkacamata kadang-kadang akan hidup dalam harta yang terlampau tipis, kadang-kadang bisa jadi ia bernasib baik tapi di lain waktu keberuntungan kadang tidak sudi untuk mendatangi.



#



Perseteruan itu bisa jadi seperti perseteruan klan-klan. Seperti dalam kisah-kisah anime. Anime memang seperti sastra. Seperti novel. Berpanjang-panjang dengan alur cerita maju mundur. Anime dan sastra memang bagian dari serpihan-serpihan yang dinikmati Penjelajah Cerita. Kejadian itu bermula dari era peperangan dan pertumpahan darah yang tanpa henti. Saat itu belum terciptanya desa-desa yang diorganisir. Perseteruan itu merupakan perseteruan klan. Klan bermata jernih dan klan kayu. Bertahun-tahun perseteruan itu terus terjadi.



Pada masa kecil, mereka berdua bertemu mula-mula di pinggir sungai. “Kali ini, pasti bisa sampai di seberang”, Pria bermata jernih berkepribadian penuh ambisi itu sedang melatih diri melempar batu hingga bisa melewati seberang sungai.



Datanglah Pria kayu berkepribadian riuh, “Kau harus melemparnya sedikit lebih tinggi agar sampai di seberang”. Dan lemparan melewati seberang sungai.



Mereka berbincang kemudian sama-sama menyadari bahwa mereka adalah shinobi. “Sampai jumpa. Jangan pernah menyebutkan nama belakangmu”, kata pria kayu ketika masih kecil pada pria bermata jernih.

“Itu hukum dasar shinobi”, kata pria bermata jernih



“Sudah ku duga kau juga shinobi”, kata pria kayu



Pria kayu lirih berkata, “Kepribadian kami berlawanan. Tapi aku merasakan hubungan misterius yang aneh dengannya”



Pria kayu adalah pria yang bersemangat, kadang suka gugup sendiri ketika masa kecil, tapi tingkahnya selalu riuh. Ia senang bertemu dengan orang-orang baru, menyukai kompetisi persahabatan. Kadang bisa depresi karena orang lain, keras kepala dan sering impulsif. Seperti tokoh-tokoh anime dalam peran utama, kadang kelihatan penuh kebodohan tapi selalu memiliki semangat yang tinggi.

Pria bermata jernih adalah pria yang penuh dengan tekad, masa kecil terlihat juga ceroboh tapi sikap tegas dan ambisinya sangat kuat. Ia seperti tokoh anime pendamping peran utama, selalu berambisi, kelihatan cerdas, dan sangat kuat. Memiliki kekuatan yang sulit dikalahkan.



Mereka berdua hidup dalam masa peperangan tapi menjalin pertemanan yang kuat dengan kepribadian yang berlawanan. Semasa kecil walaupun berbeda klan mereka berdua terus berlatih bersama di pinggir sungai. Bertahun-tahun pula kedua klan terus bertarung hingga keduanya dewasa. Mereka memiliki perasaan yang sama soal peperangan dan kematian saudara-saudaranya. Kemudian pria kayu kecil berkata, “Sudah ku putuskan akan ku bangun desa gabungan klan disini. Kita akan membuat sekolah di mana anak-anak akan belajar dan tumbuh kuat”.



Hari demi hari mereka jalani dengan pertarungan, sampai mereka menjadi pemimpin Klan mereka masing-masing dan melupakan impian mereka dahulu. Dalam sebuah pertempuran klan pria kayu memenangkan pertempuran dan klan pria mata jernih terjepit kekalahan. Pria kayu menawarkan gencatan senjata karena masih menginginkan impiannya di masa lalu terwujud, namun Pria bermata jernih tidak setuju. Waktu pertempuran terus berjalan. Pria bermata jernih tetap selalu tidak mempercayai pria kayu. Hingga keputusan pria kayu untuk perdamaian klan, ia memilih membunuh dirinya sendiri tetapi kemudian pria bermata jernih membatalkan hal itu. Kedua klan jadi berdamai. Mendirikan sebuah desa dengan impian lama yang terucap oleh pria kayu kepada pria bermata jernih.



Waktu terus menerus berjalan. Pria kayu ingin Pria bermata jernih yang lebih pantas menjadi pemimpin mereka, namun semua orang bahkan Klan Pria bermata jernih sendiri lebih memilih Pria kayu yang menjadi pemimpin mereka. Ketika saat itu, Pria bermata jernih mulai berpikir bahwa seorang klan Pria kayu ketika menjadi pemimpin akan menindas klan bermata jernih. Pria bermata jernih mengajak seluruh anggota klannya meninggalkan desa namun tidak ada yang mendengarkannya. Pria bermata jernih memutuskan untuk meninggalkan Desa dan saat itulah ia berubah menjadi jahat.



Perenungan Nursi kembali, “Apakah perseteruan orang-orang itu akan berkisar pada tingkat kemalasan dan tingkat kecerdasan? Pada sikap ambisi dan sikap ramah riang?”



“Begitukah kehidupan?”, Nursi dengan kesenangan anime seperti kisah Madara dengan Hashirama atau Indra dengan Ashura.



#



Soal nasib, dalam suatu ujian terkait kompetensi, ternyata teman-teman Pria Gemuk banyak lulus, Pria Gemuk sendiri yang dipikir bakal tidak lulus, ternyata lulus. Nasib mereka adalah orang-orang beruntung. Pria Gemuk riang begitu rupa. Sementara teman-teman Pria berkacamata, ada satu diantaranya yang tidak lulus. Padahal seperti umumnya teman-teman dari Pria berkacamata adalah orang-orang yang dipikir dijamin lulus. Tapi nasib memang berkata lain. “Kadang duduk di kelas berdiam-diam mendengar dengung-dengung pelajaran di kelas adalah baik. Tapi menikmati skala di luar kelas adalah kenikmatan tersendiri. Kemalasan di dalam kelas adalah perilaku kurang menikmati kelas, kadang dapat disebut buruk. Kadang pintar di kelas adalah nasib baik, tapi pintar di kelas bisa kalah dengan orang-orang kurang menikmati kelas dengan nasib beruntung. Nasib”, Nursi masih termenung. Ruang yang megah itu kemudian memberikan kesempatan pada orang-orang yang belajar dalam kelas studi itu menikmati hari-hari terakhir dalam studinya. Bisa jadi indah, bisa jadi mengenang, bisa jadi terlampau biasa saja.



Gaudeamus igitur

Juvenes dum sumus

Post icundum iuventutem

Post molestam senectutem

Nos habebit humus



Post jucundam juventutem

Post molestam senectutem

Nos habebit humus

Nos habebit humus



Vivat academia!

Vivant professores!

Vivat academia!

Vivant professores!



Lagu dan musik terngiang-ngiang dalam ruangan yang megah itu. Tanda Nursi dan teman-teman kelasnya akan kembali pada habitat.



Panjang umur akademi!

Panjang umur para pengajar!

Panjang umur akademi!

Panjang umur para pengajar!

Posting Komentar

0 Komentar