Semua Serba Tak Terduga, Hal yang Wajar

Semua Serba Tak Terduga, Hal yang Wajar
M. Sadli Umasangaji







Semua serba tak terduga dan begitulah kehidupan. Saya mengatakan seperti itu karena semua yang saya lalui hingga saat ini tak pernah terbayang sebelumnya, ya tak pernah ada di dalam pikiran saya sebelumnya hingga kehidupan saya berlanjut saat ini. Tapi begitulah kehidupan bukankah semua telah diatur dan kita tinggal menjalani alurnya. Ya, kita tinggal menjalani alur skenario yang telah dibuat Tuhan tapi dengan ikhlasnya Tuhan juga memberikan kita kebebasan untuk kita menentukan bagaimana kita menjalani alurnya. Seperti selalu saya tangkap kita memilih menjadi baik atau memilih ke jalur yang tidak baik. Entahlah terkadang seperti kata bijak “Sesuatu yang baik, belum tentu benar. Sesuatu yang benar, belum tentu baik. Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga. Sesuatu yang berharga/berguna, belum tentu bagus”. Sampai pada titik ini saya masih merasa bingung tapi saya percaya alur skenario yang ditetapkan Tuhan adalah sebuah kebenaran.

Setelah seminggu yang lalu balik dari praktek MAGK di Malang, waktu terasa begitu cepat. Saya merasa kalau saya ini baru lulus SMA, dan saya baru selesai kuliah semester I, hehehe. Dan tak terasa pula umur saya sudah capai 20 tahun. Padahal saya merasa saya belum layak berumur seperti ini, umur 20 tahun bagi saya sudah memasuki masa dewasa dan sudah selayaknya berpikir dewasa, hehehe. Saya pernah berpikir saya senang belajar mendewasakan pikiran saya tapi saya tidak suka ketika diposisikan sebagai orang dewasa, hehehe, begitulah saya mungkin belum siap diposisikan sebagai sosok dewasa.

Minggu ini kita bakal melanjutkan dinas di salah satu Rumah Sakit di Ternate lagi. Saya bakal dinas di Minggu ini di Instalasi Gizi. Di hari pertama dinas di Rumah Sakit ini tanpa sadar atau karena hujan atau karena malas atau karena hal lain sebagian besar dari kita terlambat saat dinas di hari pertama itu. Saya termasuk di dalamnya tapi parahnya ada yang lebih terlambat dari itu. Tapi sudahlah saya tak mau bicara soal terlambat karena terlambat adalah hobby saya, hahaha.

Di hari pertama dinas itu dan keterlambatan itu sudah jelas, kita pasti kena marah sama CI kita. Tapi sudahlah itu hal wajar bagi saya. Terkadang entah karena apa saya mulai merubah persepsi saya terhadap hal yang wajar, sebelumnya saya selalu berpikir kalau banyak hal yang tak wajar. Contohnya seorang pemimpin boleh ini boleh itu dan bawahan tidak boleh ini tidak boleh itu, saya berpikir ini bukan hal yang wajar dan selalu mengkritisi hal seperti ini tapi sekarang entah mengapa saya berpikir hal seperti itu wajar dengan alasan memang sudah selayaknya seperti itu. Contoh lagi seperti orang dengan strata tertentu bisa ini bisa itu sedangkan orang yang tidak memiliki strata tertentu tidak bisa ini bisa itu. Intinya bagi saya sekarang hal yang wajar sudah selayaknya wajar mungkin dulu saya berpikir dalam konteks tertentu semua orang punya wewenang yang sama. Sekarang saya sudah mulai memilah mana hal yang wajar dan memang sudah selayaknya wajar. Contohnya lagi seperti ketika sebuah penerbit menerima naskah seorang penulis ternama dibandingkan penulis baru bagi saya hal itu wajar tetapi dulu saya selalu berpikir kalau hal itu tidak wajar seharusnya tak ada pembeda antara penulis ternama dengan penulis baru. Dan padahal ini saya selaku orang yang baru belajar menulis dan lebih jauhnya senang menulis bukan penulis, tulisannya belum pernah menang ataupun lolos dalam suatu audisi menulis, huh bego, hehehe.

Intinya sekarang mungkin persepsi saya terhadap hal yang wajar adalah salah satu bentuk bahwa saya sadar saya memiliki hal yang tidak bisa saya lakukan dan ada hal yang bisa saya lakukan. Dengan begitulah manusia. Bukankah seorang yang dikatakan ahli bukan karena dia mengetahui dan menggeluti semua bidang tapi karena dia fokus terhadap apa yang digelutinya. Intinya dalam hidup ini kita tidak bisa menggapai semua hal sekaligus. Dan bukankah kita butuh latihan selama sepuluh ribu jam untuk memperoleh keahlian yang dibutuhkan demi menjadi seorang ahli kelas dunia. Uhm intinya lagi Einstein belum tentu menang main pingpong melawan Ma Long dan Einstein belum tentu bisa menulis pelit sekocak Raditya Dika, benarkan ? hehehe.

Ternyata saya sudah menguraikan sepanjang itu untuk hal yang wajar, hehehe, semua serba tak terduga mungkin itu alur pikiran saya mungkin itulah alur tulisan saya. Sudahlah pada dinas hari pertama di Instalasi itu kita melakukan penerimaan bahan makanan, menimbang dan melihat spesifikasi. Setelah itu diluar dugaan kita ditanya-tanya oleh CI kita, ‘Apa tujuan kalian dinas disini ? Apa kompetensi yang harus kalian capai ?’, teman-teman saya yang lain menjawab ini itu, dan CI bilang lagi ‘hanya itu saya rasa kompetensi yang harus dicapai masih banyak lagi’. Beeh satu-satu dari kita buka panduan baca lagi, huh bego, hehehe.

Setelah baca panduan walau setengah paham kita langsung dibagi dua unit kegiatan, hehehe. Dan saya dan teman-teman kelompok 2 di bagian unit pengolahan. Mereka itu Yunita, Citra, dan Aslinda sedangkan yang kelompok I di bagian unit manajemen, mereka itu Nanik, Aryati, Dian, dan Dewi.

Selama dinas juga saya harus berkutak-atik dengan laporan. Dan saya sempat berdebat antara pikiran saya yang egois dan pikiran saya yang sok mulia. Beginilah perdebatannya setelah mulai bosan dan pasrah terhadap laporan praktikum yang sudah dari zaman dahulu ini tetapi belum selesai hingga zaman sekarang ini, dan ini tugas kelompok dan teman kelompok saya hanya menyelesaikan sepintas dan setelah mereka semua sakit dan yang lain entahlah sikap mereka yang tidak peduli.

Pikiran egois : “buat apa catat nama mereka di tugas ini, apa mereka peduli ketika kamu begadang semalam menyelesaikan itu laporan dan besok waktu dinas kau harus berbagi mengantuk dan mereka dengan muka yang fresh ?”

Pikiran sok mulia : “sudahlah catat saja nanti kau dibilang egois oleh temanmu itu.”

Pikiran egois : “sebenarnya siapa yang egois kamu atau mereka ? mereka juga tidak pernah berpikir tentang dirimu kan ? kamu yang begadang tiap malam menyelesaikan laporan, apa mereka berpikir tentang itu ? pada konteks itu siapa yang egois ? mereka atau kamu ? mereka tidak peduli seharusnya kamu juga tidak perlu peduli !”

Pikiran sok mulia : “sudahlah catat namanya saja. Buat apa harus berdebat bukan seperti biasa kamu malas menghadapi orang lain ? jadi buat apa harus mencari banyak alasan”

Akhirnya namanya dicatat setelah laporan selesai dibuat. Satu hal yang saya pikirkan saat itu tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah ketika kita berada pada persepsi yang berbeda, mereka berpikir dengan taraf seperti itu dan saya berpikir dengan taraf seperti ini, mereka maunya seperti itu dan saya maunya seperti ini, tidak akan ada yang benar dan tidak akan ada yang salah. Ini juga menjadi jawaban ketika saya mulai berpikir tentang hal yang wajar, seseorang yang rajin seharusnya sudah sewajarnya dia mendapatkan apa yang dia lakukan, hanya itu sederhana. Saya juga merasa lucu ketika mereka berbicara tentang egois tanpa melihat dari berbagai pihak, tanpa memaknai keegoisan. Terkadang orang egois karena memang sudah sewajarnya dia egois. Saya sekarang sudah mulai berpikir seperti hal yang sudah sewajarnya.

Pada masa dinas di Instalasi itu diluar waktu dinas saya menemukan suatu hal unik, terkadang semakin kita mengenal seseorang semakin itu pula kita akan mengetahui sisi buruk mereka dan mungkin semakin menipis juga eratnya pertemanan yang dijalani. Saya bingung dengan hal seperti itu tapi itu manusiawi dan itu sudah sewajarnya, mungkinkah ? Disisi lain saat itu saya ingin mengubah hal yang bersifat manusiawi dan hal yang dianggap wajar ! saya semakin bingung, malas dan bego, hehehe.

Saya membuka kembali buku “Menjadi Manusia Pembelajar” dan mengutip sebuah kalimat untuk menjawab hal itu “Kita akan belajar, bahwa sebaiknya-baiknya sahabat dan pasangan itu, mereka pasti pernah melukai perasaan kita dan untuk itu kita harus belajar memaafkannya”. Mungkin tapi tak sesederhana itu seperti mau menyelesaikan laporan studi kasus, tinggal membuat tinggalkan rasa malas, ya memang begitu sederhana, simpel, tapi sulit, hehehe.

Selama dinas di Instalasi banyak yang kita analisis dan lakukan mulai dari penerimaan bahan makanan (menimbang dan melihat spesifikasi), penyaluran bahan makanan, mengamati tempat penyimpanan, mengamati proses persiapan, pengolahan hingga distribusi, melihat ketentuan standar porsi, menganalisis pembuangan sampah, melihat waktu pemasakan dan suhu, dan lain sebagainya, huh bego, hehehe. Dan selama dinas mungkin saya rasa yang paling pasti para leveransir mengatakan ‘aduh, anak-anak ini cepatlah selesai dinas, tidak lain tidak bukan busuk, rusak, apa ini ? hehehe . Besok bawa kursi dari rumah ya ? (kekurangan kursi akut di ruangan tempat praktek) sederhana, klasik, huhuhu.

Selain itu pembicaraan serba tak terduga dilakukan, mulai dari kembali bercerita tentang masa ini masa itu hingga tiba-tiba bisa kuliah di Gizi hingga saat itu dinas di Instalasi hingga mungkin nanti Insya Allah bisa wisuda. Ya semuanya serba tak terduga. Mulai dari waktu SD bercita-cita jadi pemain pingpong, waktu SMP bercita-cita bercita-cita jadi ahli Fisika (tapi nilai Fisika hancur melulu), waktu SMA bercita-cita jadi ahli Informatika, hingga lulus kuliah di Gizi, dan sekarang mulai suka menulis walaupun belum tentu jadi penulis, hanya senang menulis tapi tetap bermimpi bisa jadi Ahli Gizi hingga kuliah S3, beeh bego, hehehe. Ya, sederhana, semua serba tak terduga, hehehe. Begitu juga teman-teman yang lain ada yang mau jadi Perawat, mau jadi Bidan, mau kuliah Farmasi, sampai pada tidak tahu mau jadi apa, hehehe. Semua serba tak terduga hingga tanpa terasa sudah kuliah semester akhir di jurusan Gizi.

Dalam minggu itu juga ternyata ada salah satu pengumuman audisi menulis yang saya ikuti yang awalnya bakal diumumkan tanggal 21 Februari jadinya dimajukan tanggal 11 Februari dan saya baru lihat di tanggal 13 Februari. Walaupun ini pengumuman untuk lolos naskah revisi dan saya masuk pada naskah yang direvisi, saya juga sudah mengirim naskah saya pada saat pengumuman pertama dan saya dinyatakan revisi. Saya merevisi naskah saya itu waktu perjalanan praktek MAGK di Malang dan saya mengirimnya saat itu. Hasilnya nama saya tidak ada di naskah yang lolos dan naskah yang tidak lolos, huh miris memang, hehehe. Saya sempat malas, kecewa, mau nangis dan ini berlebihan, hehehe. Dan saya mengutip kata-kata dari hasil pengumuman naskah revisi itu “Tidak ada yang namanya kegagalan. Yang ada adalah proses belajar. Kegagalan adalah peluang berharga untuk belajar meningkatkan kualitas tulisan-tulisan kita di masa mendatang”. Dan terjadilah perdebatan bego antara pikiran saya tak berbakat dengan pikiran saya yang penuh minat.

Pikiran tak berbakat : “Sudah sekian kali kamu gagal dalam lomba menulis dan audisi menulis, jangan-jangan kamu memang tak berbakat untuk menulis ?”
Pikiran penuh minat : “Biarlah saya tak menang lomba dan tak lolos audisi menulis dan mungkin saya tak berbakat untuk menulis, tapi saya hanya senang menulis, hehehe”.
Pikiran tak berbakat : “Tulisanmu jelek, tak bermutu, tak berkualitas, mampus”
Pikiran penuh minat : “hihihi, menangis. Ada audisi menulis lagi ? hah, ikutlah, hehehe”.

Dan akhirnya saya ikut lagi lomba menulis dari kesekian kalinya gagal tapi selalu berharap menang dan naskahnya lolos audisi. Kali ini saya ikut audisi menulis Proyek Antologi Komedi Cinta ke-3 Kerjasama Blogfam dot com dengan Gradien Mediatama. Dengan tema : Cinta Bikin Galau. Kisah yang ditulis bisa berupa kisah patah hati, ditolak, diputusin, dan lain-lain. Pokoknya yang bikin galau deh, tapi tetap harus diutarakan dengan gaya komedi dan bisa membuat pembacanya ngakak-ngikik-ngukuk. Ya, Pelit komedi cinta, dan saya akhir-akhir ini senang sekali membaca buku pelit komedi, hehehe. Begitulah lomba menulis yang saya ikut kali ini, hehehe, tetap berharap naskah bisa lolos, huhuhu.

Ya, begitulah semuanya serba tak terduga. Saya senang menulis walaupun tak jadi penulis dengan itupun ternyata saya sudah berhasil yang saya anggap sebagai sebuah naskah buku dengan judul “Jari Jemari Catatanku: Simfoni Menulis Mahasiswa Gizi” sebanyak 93 halaman, spasi 1 tulisan Times New Roman dan satu naskah lagi yang masih ditulis termasuk tulisan ini sebanyak 86 halaman spasi 1 tulisan Times New Roman, dan masih akan dilanjutkan hingga tak tahu kapan selesai, hehehe, dengan judul “Makhluk Bego Belajar Menulis ‘Konyol’ “ yang saya tulis mulai dari kuliah semester V ini. Promosi dan pamer, hehehe, inilah cara klasiknya. Dan ternyata benar tulisan saya tak bermutu, tak berkualitas, tulisan “Makhluk Bego, Mahasiswa Kupu-kupu, dan Manusia Robot”.

Kembali dalam seminggu itu, ada hal unik juga teman Facebook saya yang juga mahasiswa gizi tapi dari kampus lain. Saya obrolan sama dia. Dan ternyata karena foto profil saya waktu itu gambar anime, gambar Kuoshiro “Izzy” Izumi dengan Tentomon, tokoh dalam film anime Digimon Adventure I. Dia mengira saya itu cewek, beeh. Semua serba tak terduga.
Dan tulisan inipun saya tulisan dengan serba tak terduga, awalnya waktu berpikir menulis seperti itu jadinya seperti ini. Melalui kebiasaan saya menulis dalam pikiran dan ketika berhadapan dengan laptop untuk menulis saya hanya tinggal menyalinnya saja dari beberapa kali mengubah ceritanya dalam pikiran.

Dan ternyata pikiran saya ini saya juga dapatkan dalam buku “Daripada Bete, Nulis Aja”, dalam buku itu menguraikan “Menjadi penulis, berpikir seperti penulis, berarti menggabungkan proses kreatif ke seluruh hidupmu. Penulis Jamaica, Kincaid mengatakan bahwa dia selalu menulis dalam pikiran, terutama saat sedang berkebun. Jadi, ketika benar-benar meletakkan pena di atas kertas, dia sudah mengubah ceritanya berkali-kali di kepalanya. Joyce Carol Oates, penulis kontemporer yang lain, meyakini, apa pun atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kamu tetap bisa menulis. Oleh karena itu, menulis adalah proses amati, berpikir, menciptakan, merenungkan, lalu menuliskan semua itu.”

Dilanjutkan diuraikan juga dalam buku itu “Dan untuk menjadi penulis, kamu harus menulis. Oleh karena itu, menulislah. Walaupun kamu merasa takut. Walaupun kamu yakin akan menulis ‘sampah’. Semakin sering menulis, semakin sering kamu memandang dirimu sebagai seorang penulis”. Dan hanya cara itulah, kamu benar-benar menjadi seorang penulis.Sudahlah dan begitulah tulisan saya ini, semua serba tak terduga bagi saya dan hanya bentuk dari kesadaran saya untuk hal yang wajar. Sudahlah ngeblog saja, dimuat dan diterbitkan, hehehe.

Posting Komentar

0 Komentar