Dialog Politik Orang Muda


Dialog Politik Orang Muda






Riak-riak hujan, gerimis, meramaikan pagi itu. Pagi itu beberapa kader KAMMI Kota Ternate akan menghadiri agenda “Dialog Politik Orang Muda” di  Aula Bidadari Kantor Bupati Halmahera Barat yang bertajuk “Menimbang Masa Depan Demokrasi di Maluku Utara”.
            Sempat terbesik ketika melihat di Pelabuhan Speed Boat Dermaga Residen Swering, mungkin banyak di antara yang ikut adalah petinggi-petinggi organisasi kampus, turut-serta didalamnya adalah para pejuang organisasi kepemudaan, dan mungkin berbagai organisasi kepemudaan yang berkembang di Ternate, bertanya dalam diri sendiri, dimanakah position bargaining KAMMI kini diantara OKP lainnya? Dimana para ikhwan KAMMI’ers yang ‘gerpolek’ itu? Ataukah dimana ikhwan KAMMI’ers yang ‘berjiwa politisi dan berpikiran politik’? Dimana pula ‘Bunga-Bunga Haraki’ itu? Secara sederhana dimanakah posisi KAMMI (Kota Ternate) kini? Adakah yang mengatur fase-fase KAMMI (Kota Ternate) saat ini. Pikiran ini sempat terbesik ketika di dalam speed boat perjalanan ke Jailolo. Perjalanan KAMMI yang sangat kental pada kelahiran sebagai parlemen jalanan, terus pula bertranformasi ke Gerakan Sosial, dan mencoba-coba bertransformasi lagi ke Gerakan Intelektual ataupun Politik Peradaban. Transformasi itu (menurut penulis) belum sepenuhnya terejawantahkan di dalam KAMMI (Kota Ternate). Dan mungkin hampir punah untuk periode ini. Benih-benih itu hampir hilang, entahlah belum dipupuk lagi untuk tumbuh. Kalaupun secara sadar tidak bisa semua kader bertransformasi dalam konteks itu maka harusnya ada beberapa kader yang seperti itu. Dan keberagaman karakter kader KAMMI adalah sebuah keniscayaan. Sebuah keniscayaan yang berimplikasi pada sebuah sunatullah. KAMMI membutuhkan kader (dalam bahasa penulis) para ikhwan ‘gerpolek’ dan ‘Bunga-Bunga Haraki’, akhwat. Bahasa sederhananya, kader ikhwan maupun akhwat yang berkecenderungan ke politik. Tapi kecenderungan ini perlu ada budaya yang terejawantahkan dalam ruhnya untuk membudayakan budaya membaca dan semangat menghadiri agenda dialog-dialog politik, yang bukan saja bersumber dari induknya (jamaah). Keberagaman karakter kader itulah KAMMI (Kota Ternate) pada tataran rilnya. Hal inilah yang akan memperkuat bargaining position KAMMI (Kota Ternate) diantara Organisasi Kepemudaan lainnya. Agar KAMMI yang dikenal baik dalam gerakan moral mampu memperpadukan dengan gerakan intelektual yang menghasilkan politik peradaban. Karena terkadang gerakan moral yang didengungkan begitu banyak orang dan dirindukan sekarang, itu sebenarnya sudah dimiliki KAMMI diawal KAMMI berdiri, tapi gerakan moral yang dimiliki KAMMI (Kota Ternate) belum mampu digagas KAMMI (Kota Ternate) dalam bentuk perang gagasan, dipadukan dengan gerakan intelektualnya, sehingga KAMMI (Kota Ternate) hanya cenderung dipandang sebagai gerakan moral yang hanya untuk kalangannya, maksud penulis gerakan moral yang dimiliki KAMMI dan dirindukan semua kalangan belum mampu menentukan posisi strategis KAMMI (Kota Ternate) (diantara OKP lainnya). Disatu sisi ini akan menentukan KAMMI (Kota Ternate) untuk mengejar tuntutan zamannya dan mampu bergulat dengan tantangan zamannya.
            Pikiran tentang kondisi itu, berhenti. Ketika penulis tiba di Aula Bidadari Kantor Bupati Halmahera Barat. Dialog ini dengan pembicara diantaranya Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara (DR. Saiful Bahri Ruray, SH, M.Si), Rektor Unkhair Ternate (Prof. DR. Husen Alting, SH, MH), Aktifis Perempuan, Caleg DPR RI dari PDIP Dapil Maluku Utara (Irene Yusiana Roba Putri, S.Sos, M.Comn and MedSt), dan pembanding Pemimpin Redaksi Harian Malut Post (Muhammad Syadri). Sebelumnya agenda ini dilaporkan oleh Panitia Penyelenggara dari Bari Institut. Dan dibuka oleh Bupati Halmahera Barat.
            Dialog pertama dipaparkan oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara (DR. Saiful Bahri Ruray, SH, M.Si) dengan sub tema tentang “Prospek dan Tantangan Kaum Muda Maluku Utara dalam Kancah Politik Nasional”. Dinamika perubahan yang dialami suatu bangsa, negara atau masyarakat tidak lepas dari sebuah fenomena. Beliau juga mengutip konsep Soekarno tentang action dan character building, dan juga konsep moral man and social society. Gerakan peradaban masa lalu di mediterania, kemudian ke Eropa dan Amerika, dan sekarang hadir hansphere baru dunia yang semakin mengarah ke Asia, tandas beliau dalam pemaparan materi.
            Respon atas perubahan terdiri atas comunitarist movement dan pluralist movement, pluralist movement terbagi atas radicalist dan gradualist. Negara modern terdiri atas nation yang terdiri dari etnic, race, religion, class berimplikasi pada adat. Demokrasi gagal kalau tidak mampu merangkum segalanya menjadi Negara Modern. Didalamnya juga termasuk leadership factor. Beliau mencontohkan Angela Marker (Perdana Menteri Jerman).
Gunnar Myndal mengatakan Negara kuat dan Negara lemah. Negara kuat karena etikanya kuat dan sebaliknya. Perbedaan antara negara berkembang dan negara maju tidak tergantung dengan umur negara, tidak tergantung pula sumber daya alam dari suatu negara. Misalkan Swiss, negara pembuat coklat terbaik tapi bukan penghasil coklat.
Di satu sisi tidak ada perbedaan kecerdasan signifikan antara Indonesia dengan swiss. Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Perbedaannya adalah sikap dan perilaku masyarakatnya yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Prinsip dasar kehidupan: etika dalam kehidupan sehari-hari, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada banyak orang atau warga lain, cinta pada pekerjaan, berusaha keras untuk menabung dan investasi, mau bekerja keras, dan tepat waktu. Kita bukan terbelakang. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi dan negara. Dan perubahan dimulai dari diri kita sendiri, pemaparan beliau dalam materinya.
Membangun Maluku Utara kedepan membutuhkan paradigm kultural, lanjut beliau. Isu lokal tulis beliau diantaranya implementasi MP3SEI pada tataran lokal, lemahnya mobilitas vertical Malut di tingkat pusat pengambil kekuasaan, terjebak pada isu premodial (sukuisme, kampungisme, isu kelompok dan agama), lemahnya SDM berbanding dengan SDA. Kekurangan Malut sesungguhnya adalah peluang politik bagi elit yang mampu membaca peluang dan analisa (SWOT), tandas beliau.
Isu masa depan kaum muda. Sebuah partai tetap eksis jika memiliki generasi avant grant. Indonesia memiliki konsumen yang besar dan demographic kaum muda. Beliau menyimpulkan hakikat kekuatan politik adalah pada kelembutan, karena kelembutan adalah inti etika dan kebenaran, beliau mengutip dari Mahatma Gandhi. Indonesia butuh partai bersih dengan leadership yang kuat dan siap menjadi patronage politik baru untuk menjawab distruss ekspetasi kaum muda dalam demokrasi.
Pemaparan kedua dari Prof. DR. Husen Alting, SH, MH dengan sub tema tentang “Peran Dunia Kampus dalam Memproduksi Politisi Muda Berkualitas”. Beliau mengatakan kaum muda merupakan aset bangsa. Pemuda perlu mengasah kemampuan reflektif. Pendidikan merupakan faktor penting dan sangat diandalkan. Pemuda harus mampu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak.
Tugas pemuda ke depan, kata beliau, dituntut diharapkan dapat terjun ke arena politik dalam rangka kepentingan pembangunan. Bagaimana seharunya, kata beliau, perlu penguatan konsep, memiliki gagasan, pikiran dan solusi. Bagi beliau, fungsi Perguruan Tinggi adalah mengembangkan kemampuan, karakter, dan intelektual. Perguruan Tinggi didirikan bukan demi uang atau kuasa melainkan demi intelektual. Beliau mengutip Mahatma Gandhi, pendidikan tanpa basis karakter adalah salah satu dosa yang fatal. Adapun karakter itu adalah olah pikir, olah hati, olah raga, olah rasa atau karsa. Yaitu cerdas, jujur, tangguh, peduli, menghasilkan nilai-nilai luhur, tandas beliau.
Pembentukan karakter itu dimulai dari rumah, kata beliau. Perform character dan moral character. Perform character adalah komitmen untuk terus menerus meningkatkan mutu, menetapkan tujuan, etika kerja, determinasi, kepercayaan diri, semangat, dan kebanggan. Sedangkan moral character itu adalah saling menghormati, bertanggung jawab, rasa mencintai, kemanusiaan, integritas, keadilan, dan dorongan moral. Bagi beliau character education adalah tanggung jawab setiap orang.
Bagaimana kampus dalam tahun politik, kata beliau, kampus harus bersama pers dan masyarakat, berkontribusi regenerasi, dan multipikasi. Beliau berkesimpulan bahwa memiliki politisi muda yang berkualitas harus didasarkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasaskan pendidikan karakter. Beliau juga melanjutkan karakter bukan anugerah melainkan dibangun sedikit demi sedikit dengan pikiran, perbuatan, kebiasaan, keberanian, dan usaha keras.
Belanjut pada pemateri ketiga yaitu Irene Yusiana Roba Putri, S.Sos, M.Comn and MedSt. Sub tema yang dibawakan tentang “Peran Media Untuk Masa Depan Demokrasi”. Komunikasi politik menjadi salah satu hal yang penting. Berbicara tentang komunikasi politik dan Maluku Utara maka identik dengan demonstrasi. Padahal demonstrasi cenderung tidak efektif karena tidak terlalu didengar oleh para petinggi eksekutif dan legislatif daerah. Itu bukanlah komunikasi yang efektif, tandas Irene.
Unsur-unsur komunikasi politik diantaranya komunikasi politik merupakan sebuah proses. Peran dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan. Fungsi komunikasi politik, memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang terjadi, mendidik masyarakat mengenai signifikasi dan arti terhadap fakta yang ada, menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah, membuat publikasi terhadap pemerintah dan intitusi politik. Dimana media berperan sebagai watch dog dalam menciptakan good govermance.
Media massa dan sistem politik demokratis, pertama watch dog role media harus memonitor semua aktivitas dan berani mengungkapkan penyalahgunaan. Kedua, information and debate. Media massa mesti mampu memberikan saluran komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Ketiga voice of the people. Inipun terskema dalam political actor, media, and people.
Kebebasan pers dan public sphere, “the media are now probably the key instution of the public sphere and it’s quality will depend on the quality of media”. Jurnalisme publik. Demokrasi elektronik, pertama, percaya bahwa internet bisa merubah sistem politik, kedua, memiliki potensi untuk demokrasi langsung, tandas Irene.
Keterbatasn demokrasi langsung, pertama banyaknya informasi bukan berarti informasi yang lebih baik, kedua teknologi bisa mengurangi makna demokrasi, ketiga technology can serve the powerfull, ungkap Irene.
“Siapa yang menguasai media, maka ia menguasai dunia”, lanjut Irene. Media massa merupakan instrument atau saluran utama dalam proses komunikasi politik dimana media telah menciptakan public sphere.
Lanjutnya adalah pemateri dari pembanding, Pimpinan Redaksi Harian Malut Post (Muhammad Syadri). Saat materi ini, kami (akhuna Lasarudin dan akhuna Sadli) keluar sholat zdhuhur terlebih dahulu sehingga pembanding yang disampaikan tidak terlalu dicatat oleh penulis. Penulis hanya menyimak beberapa hal dari beliau, masyarakat menyadari pentingnya media dalam memberikan informasi. Fungsi media bukan hanya sebagai sarana penyampaian informasi tetapi juga sebagai sarana pendidikan. Keberadaan media bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam berbagai hal. Makanya posisi media menjadi penting dalam pembangunan demokrasi.
            Berlanjut pada sesi diskusi dan testimoni, banyak pertanyaan yang berkisar pada tataran bagaimana hubungan media dengan parpol, kinerja dan pembuktian (janji-janji) politik dari caleg, malut post sebagai estalasi konfilk dan politik terbesar dalam salah satu survey, tiga srikandi yang jadi patung dalam DPR-RI dapil Malut, bagaimana dengan kondisi caleg berikutnya (Irene), kampus sebagai produk predator, peran kampus dalam perpolitikan dan produk politisi muda, dan kedinastian politik antara Irene dan Bapaknya Bupati Halbar.
            Setelahnya dialog yang berlangsung kurang lebih 6 jam ini berakhir. Dialog ini dihadiri oleh berbagai organisasi kepemudaan, organisasi kampus, perwakilan pemuda tiap desa Halbar, OKK Halbar, jajaran pimpinan SKPD Halbar, masyarakat umum, caleg lain, dan beberapa legislatif Halbar, serta sebagian para akademisi Malut. Sekitar pukul 6, kembali dari Jailolo ke Ternate.

Posting Komentar

0 Komentar