Ideasi Gerakan
Ideasi Gerakan KAMMI - Imagine Transformasi KAMMI
Imagine
Transformasi KAMMI
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)
Reideologisasi
dan Rekonstruksi
Pada dasarnya bagi saya, KAMMI bukan
sebuah gerakan mahasiswa orisinil. Dalam artian KAMMI tidak memiliki konsep
yang dari awal dirancangnya sendiri tapi KAMMI adalah gerakan mahasiswa peniru
(imitator). Imitasi yang akhirnya berinovasi, itulah yang tepat disematkan pada
KAMMI sebagai keorsinilannya. Pada dasarnya semua yang ada di dunia adalah peniru,
bukan orisinil atau lebih tepatnya pengembangan karena berbagai inovasi dimulai
dari sebuah peniruan (imitasi). Imitasi adalah meniru dengan membuat seperti
yang sudah ada. Sedangkan inovasi adalah pembaruan ataupun penemuan dari
sekumpulan hal yang sudah ada, tetapi memiliki nilai tambah. (Prof. Sidik dalam
Trim, 2011). Imitasi dibagi dalam tiga bagian, yaitu imitasi inferior, imitasi
mirip, dan imitasi superior. Imitasi inferior artinya produk yang dihasilkan
jauh mutunya dibandingkan produk yang ditiru. Imitasi mirip artinya produk yang
dihasilkan sama mutunya atau minimal mendekati mutu produk yang ditiru. Dan
imitasi superior artinya pada tingkatan ini imitator membuat produk lebih bagus
daripada produk yang ditiru.
KAMMI bila ditelisik, merupakan
bagian dari gerakan dakwah ideologis yang mengglobal yang mempunyai kekhasan.
Ini sebuah keniscayaan bagi KAMMI yang seharusnya dieksplor lebih jauh oleh
KAMMI di dalam tubuh KAMMI sendiri. Maka pada tataran ini adalah ranah reideologisasi.
Pendalaman pemahaman sebagai Gerakan Tarbiyah dan penguatan pemahaman sebagai
bagian dari pengembangan Ikhwanul Muslimin. Tapi dalam hal ini bukan membuat
KAMMI terjebak pada gerakan politik praktis tapi pada pendalaman pemikiran
harakah Islam.
Disini KAMMI akan menempatkan dirinya
sebagai basis gerakan massa politis (ekstra parlementer) atau sebagai mesin
ideologis atau peleburan keduanya, gerakan massa yang berideologi. Penempatan
ini karena KAMMI sebenarnya (atau butuh sebuah kesadaran) adalah sebuah cover dari harakah Islam tertentu dalam
gerakan ideologi yang lebih besar, sehingga posisinya sebagai klien secara
fisiologis dari gerakan ideologi itu sendiri. Maka bila ditempatkan sebagai
mesin ideologis minimal KAMMI harus menjadi imitasi mirip sedangkan dalam tindakannya
ia harus menjadi imitasi superior.
Dalam ranah ini, maka membutuhkan
rekonstruksi melalui fase-fase. Ikhwanul Muslimin misalkan memiliki fase-fase
yang terdiri dari fase pengenalan, fase pembentukan, dan fase pelaksanaan. Maka
KAMMI minimal memiliki fase-fase pula, saya berpikir terdiri dari Konseptual,
Transisi, Substansi, dan Transformasi.
Fase
Konseptual adalah fase memperkuat ranah ideologis melalui penguatan sistem
administrasi organisasi dan konsepsi-konsepsi organisasi maupun konsepsi
pengkaderan organisasi. Sejauh ini konsep-konsep organisasi yang terlembagakan
cenderung berubah setiap pergantian kepengurusan (baik tingkat pusat hingga
tingkat komisariat), budaya ini seharusnya diubah menjadi organisasi yang
bersifat keberlanjutan. Hampir yang tidak berubah adalah konsepsi “Muslim
Negarawan”. Tapi inipun multitafsir sebagai output pengkaderan KAMMI atau sebagai
sosok solusi kepemimpinan yang ditawarkan KAMMI untuk Indonesia. Begitu pula
tidak adanya patron yang ditawarkan KAMMI secara rill sebagai prototype. Walaupun memiliki kriteria
diantaranya memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan
pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan
problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada
upaya perbaikan. Maka langkah konseptual adalah melembagakan secara kontinyu
konsep-konsep dan membakukan sebagai panduan organisasi, misalkan dibukukan dan
seterusnya.
Fase
Transisi adalah fase try and error
dari Fase Konseptual. Fase percobaan dari konsep-konsep yang telah dibangun.
Maka pada fase ini terjadi proses perbaikan dan penyempurnaan yang disesuaikan
dengan realitas.
Fase
Substansi adalah fase yang mengokohkan dari fase transisi. Mengokohkan segala
konsep yang telah diperbaiki dan disempurnakan untuk selanjutnya melangkah
kepada fase berikut. Fase Transformasi yang merupakan fase penerapan atau
pelaksanaan berbagai konsep-konsep organisasi. Maka kini dalam fase
transformasi KAMMI memiliki dua konsepsi yang harus direalisasi yaitu Muslim
Negarawan dan Sipil Keummatan sehingga membutuhkan tafsiran yang dikonsepkan
secara jelas dan dibakukan.
Sama
halnya dengan perkataan Hasan Al-Banna bahwa seringkali ketiga fase (Ikhwanul
Muslimin, fase pengenalan, fase pembentukan, dan fase pelaksanaan) ini berjalan
secara bersamaan karena melihat kesatuan dakwah dan kuatnya keterkaitan antara
ketiga fase tersebut. Maka fase-fase KAMMI dapat dilalui secara bertahap tapi
dapat pula dijalani secara bersamaan. Dan dapat pula dilakukan reformulasi
sehingga sifatnya dinamis tapi tetap mengakar.
Transformasi Praktis
Dalam
transformasi praktis ini, saya membayangkannya terpatri dalam Paradigma Gerakan
KAMMI yang dapat diejawantahkan melalui program kerja. Pertama, Gerakan Dakwah Tauhid, dalam GBHO KAMMI didefinisikan
dalam beberapa pengertian, Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan pembebasan
manusia dari berbagai bentuk penghambaan terhadap materi, nalar, sesama manusia
dan lainnya, serta mengembalikan pada tempat yang sesungguhnya: Allah SWT. Gerakan
Da’wah Tauhid merupakan gerakan yang menyerukan deklarasi tata peradaban
kemanusiaan yang berdasar pada nilai-nilai universal wahyu ketuhanan
(Ilahiyyah) yang mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta (rahmatan lil
‘alamin). Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk
menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran (amar
ma’ruf nahi munkar).
Langkah
praktisnya tentu melalui perekrutan kader, penguatan pengevalusian
(pengkaderan, liqo), penyebaran gagasan dakwah. Disini KAMMI menguatkan dirinya
sebagai mesin ideologis untuk kadernya dan generasi muda Muslim. Ini dapat
dilakukan melalui daurah marhalah KAMMI, halaqah, kajian tematik, dan
kajian-kajian terbuka lainnya. Disini pula KAMMI harus mendeklarasikan diri
sebagai perbaikan gerakan moralitas. Gerakan moralitas ini bukan gerakan pressure group terhadap moral
pemerintah, tapi gerakan pengkaderan yang bersifat dalam waktu yang lama.
Sehingga pada hakikatnya KAMMI berperan dalam membentuk generasi muda Muslim
dalam membentuk identitas dirinya. Ustad Hilmi Aminudin menyampaikan beberapa
kriteria yang setidaknya baiknya dimiliki oleh individu-individu (pemuda)
ataupun kelompok (organisasi kepemudaan) ataupun paling tidak ada proses
pengkaderan yang secara sadar membentuk individu-individu ini sebagai identitas
dirinya, diantaranya, pertama, paling teguh sikapnya, kedua, paling lapang
dadanya, ketiga, paling dalam pikirannya, keempat, paling luas pandangannya,
kelima, paling giat kerjanya, keenam, paling kokoh tatanannya, ketujuh, paling
banyak memberi manfaat. KAMMI dapat
meneguhkan diri sebagai iron stock
moralitas kepemimpinan, dimana fokus pengkaderannya secara otomatis adalah
generasi muda Muslim dengan pembentukan identitas diri. Sekaligus sebagai
pembentukan karakter Muslim Negarawan dan langkah awal Gerakan Sipil Keummatan.
Kedua,
Gerakan Intelektual Profetik, dalam
GBHO KAMMI didefinisikan Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang
meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal. Gerakan
Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus
dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Gerakan
Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar
wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan
pemberdayaan manusia secara organik. Gerakan Intelektual Profetik adalah
gerakan pemikiran yang menjangkau realitas rakyat dan terlibat dalam
penyelesaian masalah rakyat.
Langkah
praktisnya adalah penguatan budaya membaca dan tradisi menulis di kalangan
kader. Sembari dalam tradisi menulisnya dan berwacana membawa misi-misi Islami.
Semakin banyak kader yang bergulat dalam merespon isu melalui gerakan opini di
media, berbagi gagasan dengan tokoh-tokoh (melalui silahturahim tokoh), mulai
menerbitkan gagasan dan buku dalam berbagai hal apapun. Maka pada ranah ini
adalah ranah pergulatan ide Muslim Negarawan dan wacana ide Gerakan Sipil
Keummatan.
Ketiga,
Gerakan Sosial Independen, dalam
GBHO KAMMI didefinisikan Gerakan Sosial Independen adalah gerakan kritis yang
menyerang sistem peradaban materialistik dan menyerukan peradaban manusia
berbasis tauhid. Gerakan Sosial Independen merupakan gerakan kultural yang
berdasarkan kesadaran dan kesukarelaan yang berakar pada nurani kerakyatan.
Gerakan Sosial Independen merupakan gerakan pembebasan yang tidak memiliki
ketergantungan pada hegemoni kekuasaan politik-ekonomi yang membatasi. Gerakan
Sosial Independen bertujuan menegakkan nilai sosial politik yang tidak
bergantung dengan institusi manapun, termasuk negara, partai maupun lembaga
donor.
Langkah
praktisnya adalah penguatan pemahaman pentingnya berkontribusi pada masyarakat
(melalui daurah ijtimai). Setelah itu kader turut berkontribusi melalui gerakan
sosial kemasyarakatan serta membangun mitra dengan berbagai lembaga-lembaga
sosial. Penguatan ke ranah-ranah pemberdayaan masyarakat. Sebagai bentuk
aplikasi Muslim Negarawan dan Sipil Keummatan.
Keempat,
Gerakan Politik Ekstraparlementer, dalam
GBHO KAMMI, Gerakan Politik Ekstraparlementer adalah gerakan perjuangan melawan
tirani dan menegakkan demokrasi yang egaliter. Gerakan Politik
Ekstraparlementer adalah gerakan sosial kultural dan struktural yang
berorientasi pada penguatan rakyat secara sistematis dengan melakukan pemberdayaan
institusi-institusi sosial/rakyat dalam mengontrol proses demokrasi formal.
Gerakan Ekstraparlementer berarti tidak menginduk pada institusi parlemen
maupun pembentuk parlemen (partai politik dan senator). Independensi sikap
politik bulat utuh tanpa intervensi partai apapun. Gerakan Ekstraparlementer
bergerak di luar parlemen dan partai politik, sebagai representasi rakyat
secara independen.
Langkah
praktisnya, parlemen jalanan. Aksi-aksi sebagai bentuk pressure group. Aksi sebagai langkah awal. Setelah itu ada
langkah-langkah lain yang perlu direncanakan seperti advokasi, pembentukan
opini publik melalui gagasan, bersilahturahim dengan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, menjadi mitra legislatif sehingga dapat bekerjasama dalam penawaran
bentuk regulasi.
Menurut
Edo Segara, Modifikasi Strategi KAMMI, meliputi, Pertama, gerakan moral
force ke political force. KAMMI tidak hanya menjadi pengkritik moral
pemerintah ketika sistem politik tidak pro rakyat tapi KAMMI mulai melakukan
langkah pro aktif dan turut andil dalam kerja-kerja politik dengan berbagai
unsur lain dalam menghadirkan perubahan.
Kedua,
pressure groups ke interest groups. KAMMI sudah bukan masanya
lagi sekedar menempatkan dirinya sebagai pressure groups yang
membelenggu KAMMI dalam ranah jalanan dan mengerdilkan daya intelektualitas dan
sikap kritis KAMMI. Konsep pressure group akan menempatkan KAMMI sebagai
pihak luar yang tidak banyak memiliki jangkauan atas proses perubahan yang
disuarakan. Maka tanpa meninggalkan peran pressure groups-nya, KAMMI
harus mulai meningkatkan intensitas peranannya sebagai interest groups. Konsep
interest groups akan membawa KAMMI untuk mengkonsep, merekayasa,
mengawal dan mengontrol proses perubahan. Perjuangan KAMMI akan menjadi
pergerakan yang sangat variatif—di mana pressure groups hanya akan
menjadi salah satu cara perjuangan KAMMI. Perubahan yang dihasilkan lebih
signifikan dan berjangka waktu lama. Maka dengan sendirinya rumusan perjuangan
bersifat lebih kompleks. KAMMI harus mampu menerjemahkan rumusan ideologis
kedalam tataran praktis, dari hal yang normatif kepada hal yang faktual, dari
tataran strategis sampai hal yang konseptual. KAMMI belajar untuk menempatkan
dirinya sebagai mitra pemerintah dan legislatif dalam penguatan data-data
advokasinya.
Ketiga,
aksi individual ke aksi jaringan. Pada awal kelahirannya, KAMMI telah
mampu membangun jaringan yang cukup mapan dan solid dengan berbagai elemen
pergerakan. Salah satu faktor kuncinya adalah kesamaan isu dan agenda, namun
kini hal itu sudah berubah. Maka sangat sulit membangun sinergi yang
konstruktif dengan elemen gerakan yang lain. Hal ini merupakan sesuatu yang
wajar karena gerakan ekstra kampus memiliki corak ideologi yang beragam.
Hasilnya KAMMI lebih sering tampil sendirian. Meskipun demikian hal ini membuat
publik menilai KAMMI sebagai salah satu gerakan mahasiswa yang konsisten
terhadap pergerakannya. Sudah saatnya KAMMI memperkuat aliansi-aliansi dan
front-front baik yang seideologis atau yang memiliki kesamaan isu.
Dan output lainnya dari gerakan
politik ekstraparlementer, melalui mesin ideologis yang terbentuk melalui
pengkaderan maka membangun mitra dengan partai politik se-ideologi. Dan
kalaupun ada kader yang berpotensi dan berkeinginan maka terlibat dalam partai
politik (paska KAMMI). Sebagaimana penjelasan GBHO mengenai Posisi KAMMI, salah
satunya KAMMI dan Partai Politik, maka KAMMI menyadari potensi politik KAMMI
sebagai gerakan mahasiswa. Ekspresi gerakan KAMMI adalah ekspresi moral yang
berdimensi politik, dan ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan
intelektual. Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, KAMMI tidaklah
berpolitik pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun
kadernya, tetapi konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan menyebabkan
KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang bekerja dalam ranah
politik praktis. Dalam bingkai independensinya, KAMMI akan siap bekerja sama
dengan mereka yang menurut KAMMI masih mengedepankan intelektualitas, nurani,
dan kepeduliannya pada rakyat dalam berpolitik.
Imagine
Output
Pada dasarnya bagi saya, konsepsi
Muslim Negarawan adalah kader yang bila ditakdirkan sebagai pemimpin maka ia
siap sebagai pemimpin tapi di satu sisi ia juga siap sebagai rakyat. Jadi
apapun kader KAMMI baik birokrat (PNS), politisi, akademisi, ilmuwan, pengusaha,
tenaga medis, guru, teknokrat, kepala daerah dan profesi apapun, penjual tempe
sekalipun, ia tetap memiliki karakter Muslim Negarawan, yakni memiliki basis
ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan,
idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan
bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.
Dengan
langkah-langkah sesuai dengan Unsur-Unsur Perjuangan KAMMI, pertama, bina
al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan
masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat
umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan
lain sebagainya. Kedua, bina al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis
operasional), yaitu membangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di
tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas
da’wah yang telah digariskan KAMMI. Ketiga, bina al-qo’idah al- fikriyah
(membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi
teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya,
yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada
bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi
kehidupan manusia. Keempat, bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis
kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan
arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.
Sehingga unsur-unsur perjuangan ini,
KAMMI dapat mencapai Gerakan Sipil Keummatan dengan Karakter Muslim Negarawan
yang terpatri dalam individu-individu kader-kader KAMMI dalam setiap generasi.
Seperti yang digambarkan Hasan
Al-Banna dalam aktivis Ikhwanul Muslimin, mungkin masyarakat melihat seorang
aktivis muslim tengah berdoa di mihrab dengan khusyu’, merendahkan diri, dan
menangis. Tidak seberapa lama aktivis tersebut menjadi pemberi nasihat dan guru
yang mengetuk telinga dengan nasihat-nasihat yang mengesankan. Tidak seberapa
lama ia terlihat sebagai seorang olahragawan tulen yang melempar bola, melatih
diri, dan berenang. Tidak seberapa lama ia telah berada di tempat usaha atau
pekerjaannya untuk melakukan aktivitas ekonominya dengan penuh amanah dan
ikhlas.
Penerapan nilai-nilai ke-Islaman
sebagai langkah dari pengkaderan ideologis KAMMI yang terpatri bukan hanya
dalam pemikiran dan akhlak tapi terpatri pula dalam tindakan-tindakan pekerjaan,
sehingga terjadi perpaduan nilai-nilai ke-islaman dalam pemikiran, akhlak, dan
pekerjaan.
Menurut Nurcholish Madjid, hal itu
berarti bahwa keagamaan harus relevan dengan kehidupan nyata. Dalam hubungannya
dengan hal ini, kita sering lupa bahwa dunia ini sebenarnya berkembang.
Sedangkan dalam setiap perkembangan, tentu berarti terdapat perubahan. Maka,
keagamaan harus mampu menampung perubahan masyarakat (sosial change).
Maka seperti konsepsi Ikhwanul
Muslimin, kita akan membina diri, sehingga setiap kita menjadi seorang muslim
sejati. Kita akan membina rumah tangga, sehingga menjadi rumah tangga muslim.
Kita akan membina bangsa kita, sehingga menjadi bangsa yang muslim. Kita akan
berada di tengah-tengah bangsa Muslim ini dan akan berjalan dengan langkah
pasti menuju akhir perjalanan, tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah bagi
kita, bukan tujuan yang kita tetapkan untuk diri kita. Dan, dengan izin dan
pertolongan Allah, kita akan sampai ke tujuan. Karena Allah SWT, tidak
menghendaki, kecuali menyempurnakan cahaya-Nya.
Harus ada kerja sama yang sempurna
antara bangsa-bangsa Muslim, menyangkut masalah wawasan, sosial, dan ekonomi.
Setelah itu membentuk perseketuan dan koalisi serta menyelenggarakan berbagai
pertemuan dan muktamar di antara negara-negara tersebut. Setelah itu membentuk
Perseketuan bangsa-bangsa Muslim. Jika hal itu bisa diwujudkan dengan sempurna,
akan dihasilkan sebuah kesepakatan untuk mengangkat imam yang satu, dimana ia
merupakan penengah, pemersatu, penenteram hati, dan naungan Allah di muka bumi.
Wallahu’alam.
Referensi:
Garis-Garis
Besar Haluan Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Hasil-Hasil Muktamar Kedelapan di Tanggerang
Selatan.
Al-Banna,
Hasan. 2012. Majmu’atur Rasail Jilid I
(Cetakan Kesepuluh). Penerbit Al-I’tishom. Jakarta.
Madjid,
Nurcholis. 2013. Islam, Kemodernan, dan
KeIndonesiaan (Edisi Baru, Edisi Kedua). Penerbit Mizan. Bandung.
Trim,
Bambang. 2011. The Art Of Stimulating
Idea. Penerbit Metagraf. Solo.
Segara,
Edo. 2013. Modifikasi Strategi Gerakan
KAMMI di Era Demokratisasi. http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/26/modifikasi-strategi-gerakan-kammi-di-era-demokratisasi/
Rahman,
Ardhi. 2013. Strategi Kebudayaan KAMMI:
Risalah Rekonstruksi Ideologi Gerakan KAMMI. http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-strategi-kebudayaan-kammi-risalah-rekonstruksi-ideologi-gerakan-kammi/
Posting Komentar
0 Komentar