Kaderisasi Kehumasan; Ciptakan Kader yang Senang Menulis


Kaderisasi Kehumasan; Ciptakan Kader yang Senang Menulis
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)




“Sebuah tulisan dan sebuah mimpi mampu membawa Anda ke mana saja”
(J. Meyer)

Humas merupakan seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu atau organisasi. Peran humas dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Dalam riset tentang kegiatan humas (public relations), ada dua peran besar yang secara konsisten muncul dalam kegiatan humas yaitu peran sebagai teknisi dan manajemen. Peran sebagai teknisi mewakili seni dari humas seperti menulis, mengedit, mengambil foto, menangani produksi komunikasi, membuat event spesial, dan melakukan kontak telepon dengan media.
Kehumasan sebagai departemen dianalogikan sebagai media organisasi, pusat informasi ke luar dan ke dalam (menangani pers, mengelola media, majalah, mendokumentasikan kegiatan-kegiatan organisasi), kepanjangan tangan pimpinan dalam hal komunikasi, dan sebagainya. Departemen kehumasan secara logika harus jelas pengorganisasiannya. Pengorganisasian berbicara tentang struktur organisasi, deskripsi kerja, tanggung jawab dan wewenangnya serta sistem kerjanya.
Kehumasan sebagai organisasi kepemudaan perlu adanya kaderisasi kehumasan. Dalam hal ini saya mencoba membentuk kehumasan dalam perannya sebagai organisasi kepemudaan, maka peran kehumasan harusnya dikokohkan dan difungsikan pada konteks sebagai komunikasi, menulis, dan publikasi.
Menurut Rhenald Kasali, kegiatan kehumasan didominasi oleh aktivitas tulis menulis dibanding kegiatan-kegiatan lainnya. Sekitar 70 persen kegiatan humas merupakan aktivitas tulis menulis, selebihnya merupakan aktivitas-aktivitas lainnya.
Dominannya kegiatan tulis menulis dalam aktivitas kehumasan setidaknya terlihat dari beragamnya produk tertulis kehumasan yang ditujukan untuk meningkatkan citra organisasi. Sebut saja bulletin, majalah internal, newsletter, opini, artikel.
Mengingat kebutuhannya yang sangat tinggi, tentunya profesionalisme sumber daya kehumasan dituntut untuk menguasai kemampuan tulis menulis dalam jurnalistik dan kepenulisan. Dengan begitu, fungsi kehumasan menjadi lebih efektif karena tujuan dan sasaran serta kinerja organisasi dapat terinformasikan dengan baik.
Keterbatasan kemampuan sumber daya manusia akan mengakibatkan tidak efektifnya fungsi kehumasan dalam bidang jurnalistik. Untuk mendukung kegiatan kehumasan, sudah seharusnya setiap sumber daya manusia kehumasan perlu dibekali  pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam bidang jurnalistik dan kepenulisan. Dengan mempunyai kemampuan tulis menulis diharapkan sumber daya manusia kehumasan dapat mendukung kegiatan kehumasan institusi seperti mampu menulis siaran pers, newsletter, majalah internal, opini, artikel hingga company profile.

Pentingnya Menulis Bagi Kader
            Menurut Edo Segara, seorang kader (humas) gerakan mahasiswa sudah selayaknya menguasai teknik-teknik kepenulisan seperti press release, news letter maupun berita. Sebab mau tidak mau urusan tersebut selalu melekat dan pasti dilakukan oleh seorang praktisi kehumasan.
            Menjadi humas gerakan merupakan kesempatan berharga untuk mengaktualisasi potensi kecendekiawan. Humas harus terlatih untuk menuliskan reportase, statemen (pernyataan sikap gerakan), ulasan kasus, wawancara Ketua Umum dan Sekretaris Umum atau departemen-departemen terkait dan ide-ide brilian bagi gerakan. Sosialisasi gagasan atau wacana yang dimiliki gerakan akan lebih dinamis jika ditopang oleh humas yang terlatih meramu gagasan menjadi tulisan yang dapat dibaca orang lain (Segara, 2010).
            Menulis pada dasarnya merupakan ungkapan hati penulisnya dengan mengekspresikan kepada orang yang membacanya, apa yang dilihat, diamati, diteliti serta dipikirkan untuk dituangkan dalam bahasa penulisan. Menulis adalah mengomunikasikan secara sistematis apa yang ada dalam pikiran dan akhirnya dituangkan dalam sebuah kertas. Ketika kita berbicara tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, kita olah ke dalam otak kita implementasikan ke dalam tulisan berarti itu menulis.
            Menulis merupakan suatu tradisi baik untuk mahasiswa, pegawai kantor, wiraswasta, dan pengusaha karena dengan adanya tulisan sendi kehidupan akan terus berlangsung. Bukankah Pramoedya Ananta Toer mengatakan “Menulislah selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan dari pusaran sejarah”.
            Menulis juga berarti mengasah ketajaman otak dan menyeimbangkan dengan tangan sehingga menghasilkan sebuah karya. Menulis merupakan proses kreatif seseorang dalam mencari jati diri. Menulis akan memberi kekuatan pikiran menjadi segar dan bersemangat. Dengan mengekspresikan segala yang terekam dari dalam otak dengan menyeleraskan kata-kata hingga menjadi sebuah tulisan.
            Menulis pada hakikatnya merupakan upaya memindahkan apa yang kita lihat, dengar, pikirkan, alami ke dalam untaian kata. Olehnya itu menulis memerlukan gaya yang bias membuat seseorang tertarik untuk membacanya. Menulis harus diyakini sebagai bentuk yang membebaskan kita mengeluarkan apa yang terekam di pikiran menjadi terjemahan ke dalam tulisan. Ketika kita merenung dan mencoba menuangkan ke dalam kertas dengan goresan pena. Dengan menulis kita mencoba mengubah kebiasaan kita menjadi sesuatu yang lebih terarah dan indah.
            Bukankah telah kita temui karya-karya indah yang dituliskan semisal Ma’alim Fi Ath-Thariq karya Sayyid Qutbh, Risalah Dakwah dan Risalah Pergerakan karya Hasan Al-Banna, atau semisal Kapita Selekta KAMMI karya Rijalul Imam,dkk, dan lainnya. Maka sudah selayaknya kader memulai mencoba menghasilkan kebiasaan menulis. Dan sudah sewajarnya KAMMI Kota Ternate yang telah berjalan selama ± 13 Tahun memulai untuk menuju KAMMI berbasis literasi.

Kader Harus Menulis!
            “Bangunlah, ciptakanlah, kondisikanlah agar kamu benar-benar lapar membaca. Baca! Baca! Baca! Inilah rahasia besar untuk menjadi penulis. Bila kamu gila baca, kesuksesan kamu sudah tertenggam 75%!” (Agus Ponda). Pada hakikatnya bagi saya setiap kader memiliki benih untuk menulis. Saya mengatakan seperti ini karena saya menyakini setiap kader memiliki kebiasaan membaca yang baik.
            Hal kedua yang saya yakini bahwa kader harus menulis adalah karena Goethe berasumsi bahwa “Manusia pada hakikatnya adalah penulis. Apa yang ia dengar, apa yang ia lihat dan alami, ia jadikan pola. Ia percaya apa yang dapat dipikir, akan dapat pula ditulis, lambat atau cepat. Dalam setiap perjalanan dan dalam setiap peristiwa ia memperoleh bahan baru untuk ditulis atau dikarangnya”.
            Kader seharusnya mencoba memahami kata-kata Kuntowijoyo, “Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu menulis, menulis, menulis”. Dan apa yang dikatakan Andrias Harefa “Sebab untuk menjadi penulis, Anda hanya perlu melahirkan karya tulis”.
Kader harus menulis, kalau tidak mau disebut seperti apa yang Andrias Harefa katakan, “Sesungguhnya malas membaca itu penyakit manusia modern yang jiwanya primitif. Dan orang primitif memang tidak suka menulis, bukan?”. Kader harus menulis karena pada dasarnya, “Membiasakan diri, membuat catatan, apa yang dipelajari setiap hari. Itulah ciri seorang pembelajar”.
Kader harus menulis karena dengan itu kader akan menjadi bagian dari memperkenalkan organisasi kepada publik. Baik melalui tulisan-tulisan berupa opini, pernyataan sikap, maupun press release kepada media baik elektronik, cetak, maupun online. Trend yang juga perlu dilakukan adalah membuat blog dan jejaring social (seperti facebook dan twitter) dalam organisasi yang dikelola dengan baik dengan konten-konten secara rutin. Dengan ini maka kita bisa membentuk secara masif tim kontributor serta mungkin tim media untuk KAMMI, agar opini kader sudah selayaknya menghiasi halaman-halaman media lokal.
Minimal kader mencoba dengan memulai “Pikiran, apa yang Anda pikirkan, tulislah. Perasaan, apa yang Anda rasakan, tulislah. Pendengaran, apa yang Anda dengar, tulislah. Penglihatan, apa yang Anda lihat, tulislah. Pengalaman, apa yang Anda alami, tulislah. Bacaan, apa yang Anda baca, tulislah. Keinginan, apa yang Anda inginkan, tulislah. Apa yang membuat Anda gembira, menangis, tersenyum, tertawa, berduka, bahagia, kecewa, bersyukur, dan sebagainya, tulislah. Jadi, pertama-tama tulislah apa saja. Tulislah banyak. Sebanyak-banyaknya. Lalu nanti perbaiki sedikit demi sedikit. Yakinlah, bila Anda banyak dan sering menulis, hamper secara otomatis tulisan Anda akan membimbing Anda memperbaiki apa yang Anda tulis”.
Bukankah Muhammad Natsir mengungkapkan, “Mulailah dari apa yang ada. Sebab, yang ada itu lebih dari cukup untuk memulai”.

Referensi:

Segara, Edo, 2010. Humas Gerakan, Membangun Citra Gerakan. Jakarta: Muda Cendekia Publisher

Anonim, 2013. Pentingnya Kemampuan Jurnalistik Bagi Praktisi Public Relations. (Online) http://www.theprworld.com/360/highlight/446-pentingnya-kemampuan-jurnalistik-bagi-praktisi-pr

Wikipedia, 2013. Hubungan Masyarakat. (Online) http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_masyarakat

Ponda, Agus, dkk, 2010. Hari Gini Gak Bisa Nulis!. Yogyakarta: Penerbit Cakrawala

Prasetyo, Eko, 2012. Kekuatan Pena. Jakarta: Penerbit Indeks

Harefa, Andrias, 2010. Happy Writing. Jakarta: PT Gramedia

Pudiastuti, Ratna Dewi, 2011. Curahkan Gairah Menulis. Jakarta: PT Elex Media

Materi Diskusi Departemen Kehumasan KAMMI Kota Ternate
           

Posting Komentar

0 Komentar