Serpihan Identitas
Serpihan Bermula
Serial Novel Serpihan Identitas
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)
Serpihan Bermula
1
Beberapa
tahun yang lalu, didorong oleh fenomena sosial di negaranya yang ia saksikan
berupa munculnya tradisi permisivisme dan jauhnya kehidupan dari akhlak Islam,
seperti juga terjadi di berbagai tempat di negaranya. Berbagai berita yang
dipublikasikan di berbagai surat kabar yang isinya bertentangan dengan
nilai-nilai Islam, dan adanya kebodohan di kalangan masyarakat umum tentang
hukum agama, maka ia berpendapat bahwa kalau hanya masjid yang digunakan
sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas, tidaklah
cukup. Memang sudah ada beberapa Ulama yang menyampaikan nasihat dan
ceramah-ceramahnya di beberapa masjid dan memberikan dampak yang sangat baik
bagi umat. Akhirnya ia pun berpikir untuk membentuk sebuah kelompok yang
melakukan proses pelatihan untuk berceramah dan penyuluhan di masjid-masjid, di
kafe-kafe dan di tengah masyarakat umum. Selanjutnya dari mereka itulah akan
dibentuk kelompok-kelompok lagi yang akan menyebar luas di berbagai wilayah penting
untuk menyebarkan dakwah Islam. Ia memadukan antara perkataan dan perbuatan.
Oleh karena, ia mengajak beberapa teman untuk bekerjasama dalam menggarap
proyek yang mulia ini.
Tibalah
saatnya untuk praktek setelah sekian lama menggeluti beragam ilmu untuk
berdakwah. Ia menawarkan kepada teman-teman agar keluar untuk menyampaikan
pesan-pesan agama di kedai-kedai kopi. Teman-temannya merasa heran, dan
berkata, “Para pemilik kedai kopi tentu tidak akan mengizinkan hal itu. Mereka
pasti akan menolaknya, karena dapat mengganggu pekerjaan mereka. Disamping itu,
kebanyakan dari para pengunjung kedai kopi adalah orang-orang yang hanya
memikirkan apa yang sedang mereka nikmati. Bagaimana kita mesti berbicara
tentang agama dan akhlak di hadapan orang-orang yang hanya memikirkan
kesenangan duniawi seperti yang sedang mereka nikmati itu?”.
Tapi,
tidak! Ia meyakini bahwa kebanyakan orang yang berada di kedai kopi siap
mendengarkan nasihat dari pihak lain, termasuk dari kalangan aktivis masjid,
sebab kegiatan ini merupakan sesuatu yang unik, langka, dan baru bagi mereka.
Bagi ia, kita tidak perlu menyampaikan sesuatu yang dapat melukai perasaan
mereka. Kita harus menyampaikannya dengan metode yang tepat, dengan gaya yang
menarik, dan dalam waktu yang singkat.
Ternyata
para pendengar sangat takjub. Mereka semua terdiam mendengarkan pesan-pesan
agama dengan seksama. Awalnya para pemilik kedai seperti kurang berkenan, namun
setelah itu mereka justru minta agar ceramah ditambah lagi. Inilah tentang
fokus. Ia mengatakan kesucian niat inilah yang memberikan pengaruh positif
dalam jiwa para objek dakwah.
Beberapa
waktu setelahnya, ada anak-anak muda yang tiap pekan nongkrong di salah satu
hari, di salah satu rumah atau tempat, untuk saling berbagi, saling menasehati,
saling mencintai, saling mengingatkan, saling mengevaluasi. Mengingatkan
tentang pentingnya menjaga wudhu, menjaga sholat berjamaah, menambah hafalan,
dan lainnya.
Anak-anak
muda ini, memandang seperti kata Syaikh Yusuf Qardhawi; “Islam adalah dunia dan
agama, dakwah dan Negara, aqidah dan syariat, ibadah dan kepemimpinan, mushaf
dan pedang”.
Asas
bahwa Islam adalah dakwah dan Negara, ibadah dan kepemimpinan. Mereka akhirnya
peduli dengan Islam dan politik. Maka seperti gerigi, ada gerigi besar, ada
gerigi sedang, ada gerigi kecil, dan ada gerigi yang lebih kecil lagi. Gerigi
besar itu tak akan bergerak kalau gerigi paling kecil itu macet. Atau seperti butterfly effect, bahwa kepekan
kupu-kupu mempengaruhi terpaan tornado.
Anak-anak
muda ini, memang tak memberikan suara dalam politik secara signifikan. Tapi
esensi tentang gerigi itu memberikan mereka tentang fokus. Fokus tentang apa
yang dapat mereka lakukan. Maka lakukanlah.
Memilih fokus itu adalah esensi. Satu hal yang perlu disikapi dengan
cepat sesudah jihad siyasi ini adalah kesinambungan amal dakwah dan tarbawi.
Karena kelambanan dalam bersikap akan membuat jedanya perjalanan amal dakwah
ini. Jeda seperti yang kita pahami dapat menjadi jurang bahaya bagi para kader.
Bagi
mereka, sirah tentang sesudah
perang Badar, yang hingar-bingar karena euforia
kemenangan yang berujung pada kondisi nyaris konflik menjadi catatan penting
bagi mereka.
Bahkan jeda juga dapat membuat kaku sendi-sendi syaraf yang telah lentur karena
selalu dipergunakan untuk mobilitas amal yang beruntun. Dan ini dapat berakibat
pada ketahanan tubuh dan kelenturannya beramal. Oleh karena itu euforia ini tidak boleh
berlama-lama. Apalagi hingga keasyikan. Semua itu dapat memperdaya kader-kader
dakwah lainnya.
Fokus itu perlu bersungguh-sungguh dan disiplin.
Bersungguh-sungguh itu artinya
tidak main-main dalam menunaikan suatu tugas. Menunaikannya dengan mengerahkan
segenap potensi dan kemampuan yang mereka miliki. Sungguh-sungguh sudah menjadi
watak orang-orang beriman. Karena ia adalah pelita hati. Ia akan menunjuki
jalan yang tepat mencapai natijah yang besar. Dengan kesungguhan, mereka akan selalu sibuk dengan
hal-hal besar. Sebaliknya malas dan main-main adalah jamur jiwa. Ia akan
menimbulkan berbagai penyakit. Ia akan direpotkan oleh masalah-masalah sepele
atau ia akan memandang masalah kecil sebagai masalah besar atau kebalikannya
hal-hal besar dianggap masalah yang ringan.
Orang yang
bersungguh-sungguh tentu akan mengerahkan seluruh potensinya secara optimal.
Karena langkah inilah yang akan memberikan jalan keluar terhadap permasalahan
yang sedang ia hadapi. Bagi mereka mengerahkan seluruh potensinya sampai pada
kondisi titik penghabisan.
Disiplin artinya selalu
tertib akan tata aturan yang mengikat dirinya berbuat sesuatu. Sehingga ia
menapaki tugas dan kewajibannya secara teratur dan sistemik. Tidak ‘ngawur’
apatah lagi ‘ngaco’. Sebenarnya disiplin sudah menjadi identitas ajaran
ini. Yang sepatutnya melekat dalam diri mereka. Disiplin
dalam aturan, disiplin dalam dalam perilaku, disiplin dalam amal, disiplin
dalam tarbiyah, disiplin dalam struktural.
Mereka
yang disiplin dengan segala kaitannya dapat membentuk pribadi yang memiliki
loyalitas kuat. Hal ini sebagai sikap yang amat prinsipil. Lantaran dari
situlah martabat
keimanan terbentuk menjadi bangunan yang kuat dalam sanubari seorang mukmin.
Bila demikian halnya mereka
mampu mengemban amanah yang diserahkan pada dirinya. Kemudian melaksanakannya
dengan segera.
Kefokusan
itu, memang seperti gerigi kecil kepada gerigi yang lebih besar. Hal-hal esensi
namun sederhana, memang disuburkan, istigfhar, berdoa, memperbanyak amalan,
rutinitas tarbawi dikencangkan. Seperti kata Sayyid Qutbh, “Peperangan militer
dalam pergerakan Islam bukanlah peperangan senjata, kuda, prajurit, perbekalan,
persiapan, dan strategi militer belaka. Peperangan parsial ini tidak terpisah
dari peperangan besar di alam jiwa dan alam tatanan sosial umat Islam. Ia punya
hubungan erat dengan kejernihan jiwa tersebut, ketulusannya, keikhlasannya,
serta kebebasannya dari belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan yang mengenyahkan
kejernihannya dan merintangi perjalanannya”.
Bahwa
sedangkan orang-orang yang menang di peperangan-peperangan akidah di belakang nabi-nabi
mereka, tulis Sayyid Qutbh, adalah mereka yang memulai peperangan dengan
permohonan ampun atas dosa, bertawakal kepada Allah dan berlindung ke
perlindungan-Nya yang kokoh. Maka, membersihkan diri dari dosa, bertawakal
kepada Allah, dan kembali ke perlindungan-Nya adalah termasuk modal kemenangan
bukan sesuatu yang terpisah dari medan.
Begitulah
mereka membutuhkan fokus, bekerja pada potensi-potensinya. Mereka mendekam,
kata guru mereka, hari-hari ini gempuran akan semakin terasa, kita hanya perlu;
focus. Dengan sendirinya, gempuran itu akan sirna. Sejenak berhenti dari hiruk
pikuk itu, mengabaikan bahwa siapa yang benar dan siapa yang salah, apalagi
membayang siapa yang berdosa dan siapa yang berpahala, siapa yang suci dan
siapa yang kelam, abaikan itu. Mereka hanya perlu; fokus, beristighfar, ikhtiar
dan kemudian menanti kemenangan. Tak semudah itu memang, tapi ini adalah pesta,
kata seorang guru, pesta demokrasi, kalau ini sebuah pesta, lazimnya sebuah
pesta, kita hanya perlu terus tersenyum dan tetaplah bergembira.
Posting Komentar
0 Komentar