Orang-Orang Sederhana - 6 - Kota T


Serial Orang-Orang Sederhana
M. Sadli Umasangaji
(Founder Celoteh Ide)

6
Kota T






            Subuh kali ini kembali terasa panjang, setelah sholat subuh, Gifar melihat bulan masih setia bergantung di langit, dan matahari memang masih malu menampakkan diri. Masih terlihat gelap, dan terangnya subuh itu masih dari sinaran rembulan. Gifar telah bersiap-siap menuju Jazirah al-Mulk, negeri para Raja-Raja. Begitulah kota itu disebut. Di provinsi ini, kota ini tempat anak-anak muda melanjutkan studinya.
            Jarak menuju Kota T, melalui darat sekitar 6-8 jam. Jalan-jalannya belum semua teraspal. Masih ada kali yang juga belum bisa dilewati. Dulu malah lebih parah, orang mau ke Desa M, harus tunggu air di kali turun, baru bisa lewat, bahkan butuh waktu sehari baru bisa sampai. Bila naik pesawat harus ke Desa B. Biasanya satu jam. Bisa lewat speed boot. Lewat jalan darat boleh, hanya masih belum begitu bagus jalan yang ada. Naik pesawat dari desa B sekitar lima belas menit tiba di Kota T.
            Gifar naik pesawat. Untuk pertama kalinya ia naik pesawat. Antara gembira dan sedih. Uang yang diberikan bapaknya, seadanya saja. Ia harus merasa cukup. Ia harus melalui hari-hari ke depan dengan perasaan yang hampa, antara senang bisa melanjutkan kuliah atau bingung karena hari-hari yang akan ia lalui pasti lebih melarat dari biasanya.
            Kota T adalah sebuah pulau, sebuah kota yang mengelilingi gunung. Gunung Gamalama, namanya. Kota T merupakan kota kepulauan yang memiliki luas wilayah 547,736 km², dengan 8 pulau. Kondisi topografi Kota T dengan sebagian besar daerah bergunung dan berbukit, terdiri atas pulau vulkanis dan pulau karang.
Perubahan alam yang terjadi selama ratusan-ribu tahun dan pergeseran kulit bumi secara evolusi telah membentuk pulau-pulau kecil di sepanjang “Jazirah tul Jabal Mulku“. Jazirah tul Jabal Mulku, sebuah istilah yang dilontarkan oleh seorang tokoh Islam di Nusantara ini. Banyak sekali carita (cerita) tentang Kota T, tentang asal-usulnya, tentang ragam sejarahnya. Ada yang menyebut sejarah kota ini bermula dengan adanya Kesultanan di Kota T yang berdiri sekitar abad ke-13 di Pulau T, yang menjadikan kawasan kota ini sebagai pusat pemerintahannya. Kornelis Matelief de Jonge pada tahun 1607 membangun sebuah benteng pada kawasan kota ini, yang dinamakan Fort Oranje dan sebelumnya bernama Malayu.
Ada yang menceritakan bahwa ia dikenal sebagai Pulau Gapi mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Kota T awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Kota T zaman dulu semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang ArabJawaMelayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Mula-mula Kota T terdapat 4 kelompok masyarakat, Tubo (yang mendiami kawasan puncak atau lereng sebelah utara), Tobona (yang mendiami kawasan lereng sebelah selatan di Foramadiyahi), Tabanga (yang mendarat kawasan pantai bagian utara) dan Toboleu (yang menempati kawasan pesisir pantai timur di Kota T).
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung T, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota T, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan T daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Kota T berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia.
Ragam cerita tentang Kota T memang banyak. Berawal dari sebuah wilayah yang bernama Gapi, sosok embrio kota heterogen pun dipersiapkan. Dalam beberapa literatur, seorang pendakwah Islam bernama Jafa’ar Shadiq mengungkapkan karakter penduduk asli Gapi yang begitu keras dan kasar. Dalam bahasa lokal, karakter ini disebut dengan ungkapan Tarinata. Hal ini dianggap sebagai warisan alam dari Gunung berapi Gamalama yang berada tepat di tengah pulau penduduk ini tinggal. Seiring perkembangan jaman, wilayah Gapi berikut para penduduk Tarinata ini pun semakin meluas dan menjadi sebuah kota utama dengan Kesultanan besar yang memerintah dan kita kenal hingga kini dengan nama Kota T.
Secara natural, Kota T memiliki sebagai sebuah kota pulau yang berada di sekitar gunung vulkanik aktif bernama Gamalama. Oleh sebab itu, keberadaan Gunung Gamalama tidak akan pernah dilepaskan dari sejarah masyarakat Kota T. Pada dasarnya, Kota T adalah sebuah kota yang berkembang dari kota pelabuhan. Tata kota T menunjukkan bahwa kota ini merupakan bentukan gaya Eropa yang dibawa oleh para penjajah Portugis, Spanyol dan Belanda. Seperti bentuk kebanyakan kota kolonial Eropa, pusat kota T ditandai dengan adanya alun-alun yang dikelilingi berbagai bangunan infrastruktur kota seperti pengadilan, pasar, dan juga Kedaton Kesultanan.
Keberadaan kota T bermula dari berdirinya Kesultanan pada sekitar abad ke-13 yang juga menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahannya. Kesultanan Kota T berdiri dengan mendapat banyak pengaruh Islam dari para pedagang Arab dan mengusung pemerintahan syariat Islam yang kemudian menjadi sebuah kekuatan kerajaan besar di timur Nusantara. Bahkan, daerah kekuasaan Kesultanan Kota T mencapai wilayah Kepulauan Marshall di Filipina. Bagi Indonesia sendiri, Kesultanan Kota T merupakan salah satu Kerajaan Islam tertua yang masih berdiri hingga masa sekarang ini.
Kota T sendiri kini dikenal sebagai kota kepulauan dengan 8 pulau di dalamnya. Pulau-pulau tersebut antara lain Pulau T, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Tifori, sedangkan masih tidak berpenghuni antara lain Pulau Maka, Pulau Mano dan Gurida. Pulau T tempat kota ini berada sendiri memiliki kontur topografi yang sangat beragam. Mulai dari daerah pegunungan terjal, gunung berapi, hutan, hingga pesisir dengan batuan karang yang beraneka ragam pun dimiliki oleh Pulau T. Bahkan tanah Kota T dikenal sangat subur dengan sumber daya rempah-rempah yang banyak menjadi incaran perdagangan sejak masa lalu.
Kota T adalah kota sejarah maka terdapat benteng-benteng seperti Tolukko, Kastela, atau Oranye yang berada di tengah kota menjadi saksi sejarah perjalanan Kota T. Kota T adalah sebuah kota pulau kecil yang sangat menarik dan indah. Orang hanya butuh waktu sekitar kurang lebih 1 jam saja untuk mengitari keseluruhan wilayah pulau.
Kota T adalah tempat orang-orang sederhana nun jauh dari Pusat Ibu Kota Nusantara. Orang-orang disini punya makanan khas seperti papeda (sagu), ketan kenarihalua kenaribagea serta hasil olahan ikan seperti ikan asap (ikan Fufu)gohu ikanIkan garu rica dan lain-lain.
Orang-orang sederhana di Kota T memiliki mata pencaharian bertani dan nelayan. Dalam bidang pertanian mereka menanam padi, sayur mayur, kacang-kacangan, ubi kayu, dan ubi jalar. Tanaman keras yang mereka usahakan adalah cengkeh, kelapa dan pala. Cengkeh merupakan tanaman rempah-rempah yang sudah mempunyai sejarah panjang di Kota T. Cengkeh merupakan daya tarik yang mengundang kedatangan bangsa Eropa ke daerah ini. Orang-orang Kota T juga dikenal sebagai pelaut-pelaut yang ulung.
Sekarang Kota T semakin ramai, mata pencaharian orang-orang disini semakin beragam, sudah seperti kota-kota lain, ada yang menjadi pedagang, pengusaha, pegawai negeri, politisi. Tapi mata pencaharian sederhana sebagai petani dan nelayan masih tetap ada. Cengkeh, pala dan kelapa masih terus menghidupi orang-orang disini. Kota T juga turut telah menjadi kota perdagangan. Mungkin cengkeh, pala, kopra lebih banyak tumbuh di Halmahera. Seperti tempat tinggal Gifar. Tapi Kota T adalah tempat penjualannya. Kopra, cengkeh, pala akan dijual disini.
Gifar datang kesini karena kini Kota T telah pula menjadi kota yang sedikit lebih banyak kampus-kampus untuk orang-orang sederhana belajar, menuntut ilmu ketimbang pulau-pulau lain di Provinsi ini.
Setiba disini Gifar menyaksikan anak-anak muda memegang megafon, berteriak-teriak, “Naikkan harga Kopra!!!”.

Posting Komentar

0 Komentar