Memaknai Kemerdekaan

Memaknai Kemerdekaan
Lasahruddin La Suci
(Ketua MPW KAMMI Maluku Utara Periode 2019-2021)



(pexels dot com)





Setiap tahun di bulan Agustus negeri ini diwarnai dengan hiruk pikuk perayaan hari kemerdekaan. Umbul-umbul, baliho dan segala pernak-pernik bernuansa merah putih menjamur di seluruh penjuru Nusantara. Berbagai macam lomba dihelat mulai dari panjat pinang, balap karung, gerak jalan hingga puncaknya diakhiri dengan pelaksanaan upacara detik-detik proklamasi pada tanggal 17 Agustus. Segala aktivitas tersebut merupakan bagian dari seremonial dalam rangka mengenang serta memperingati kemerdekaan bangsa Indonesia yang merupakan hasil perjuangan panjang para pahlawan dalam melawan penjajah.

Seremonial hanyalah merupakan instrumen yang digunakan agar jasa para pahlawan selalu dikenang sehingga tidak dilupakan begitu saja. Sejatinya, ada hal penting yang harus dipahami sebagai anak bangsa dalam memaknai kemerdekaan dengan pemahaman yang utuh dan secara menyeluruh bukan hanya dengan bernostalgia dengan sejarah.

Kiranya ada 3 hal penting yang mesti dimiliki agar kemerdekaan bangsa ini tidak menjadi sia-sia. Pertama, mengubah paradigma berpikir tentang perjuangan kemerdekaan. Paradigma berpikir adalah fondasi awal yang harus dibentuk guna mendapatkan pemahaman yang sempurna. Sebagian dari kita terkadang memahami perjuangan kemerdekaan hanya sebatas perlawanan melawan penjajah dan mengharapkan setelah itu negeri ini akan makmur dan sejahtera. Ternyata realitanya berkata lain. Setelah mengecap kemerdekaan, bangsa ini ternyata menghadapi tantangan baru. Mulai dari tidak stabilnya negara di masa Orde Lama, rezim pemerintahan otoriter di era Orde Baru, kebebasan yang terlalu berlebihan di zaman Reformasi yang mengakibatkan muncul rezim media informasi. Belum lagi intervensi Asing yang masih begitu kuat sehingga kita terlihat seperti tamu di rumah sendiri dan segudang persoalan lain yang belum terselesaikan.

Olehnya itu, yang harus dipahami bahwa merdeka dari penjajahan bukan berarti perjuangan kemerdekaan telah berakhir. Karena sesungguhnya itu hanyalah salah satu tugas yang telah diselesaikan oleh pendahulu dan tak bisa dipungkiri tabiat dasar dari perjuangan memang panjang bagai tongkat estafet yang akan terus berlanjut. Dan kini diberikan kepada kita dengan tantangan dan bentuk perjuangan yang berbeda.

Kedua, memiliki rasa optimisme serta menanamkan mental pejuang. Kita mungkin masih ingat kata-kata ini, “Berikan aku seribu orang tua maka akan kucabut gunung Semeru hingga akar-akarnya. Akan tetapi berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Ini adalah perkataan Bung Karno yang sarat akan ruh optimisme. Perkataan tersebut bukan hanya sekedar angin belaka tetapi benar-benar dibuktikan dengan hasil dari perjuangan yang kini kita nikmati. Rasa pesimis, itu adalah penyakit yang banyak diderita anak bangsa saat ini bahkan ada diantara kita yang menganggap Indonesia menjadi sejahtera itu adalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Padahal mereka lupa bahwa dahulu di awal kemerdekaan, Indonesia menjadi negara yang berpengaruh di kancah internasional. Kalau ditelaah bahwa ternyata kemerdekaan bangsa ini pernah diimpikan seorang Patih Majapahit, Gajah Mada di ratusan tahun lalu yang berusaha menyatukan nusantara. Kalau seorang Gajah Mada saja yang ratusan tahun lalu, yang tetap berjuang dan optimis dengan mimpi menyatukan nusantara, maka kita sebagai orang-orang yang telah menjadi bagian dari mimpi Gajah Mada harus lebih optimis dan mempunyai mimpi serta visi untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kesejahteraan Indonesia.

Sebab, itu bukanlah sebuah hal yang mustahil bahwa ia akan terwujud. Karena buktinya kita saat ini adalah bagian dari mimpi dan visi pendahulu kita. Ini sesuai dengan perkataan Hasan Al Banna yang menyebutkan bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.

Ketiga, proaktif mengisi kemerdekaan dengan tindakan nyata. Rasulullah SAW bersabda, Khairunnas Anfahum Linnas (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain). Hadist ini paling tepat menggambarkan tentang maksud dari proaktif dalam tindakan nyata. Jika kita membaca Sirah Nabawiyah kita akan menemukan bagaimana Rasulullah SAW adalah orang yang paling proaktif mengisi perjuangannya dengan tindakan kebaikan yang nyata melalui keteladanan akhlaknya yang mulia. Rasulullah SAW tidak hanya menggunakan kemampuan beretorika yang fasih atau hanya sekedar menyampaikan wahyu lalu diam dan tidak berbuat apa-apa. Rasulullah SAW terus mengisi perjuangannya dalam menyebarkan syiar Islam dengan melakukan tindakan sosial yang patut dijadikan contoh, seperti menjenguk tetangga yang sakit, berbuat baik kepada pengemis buta walaupun pengemis itu selalu menghinanya setiap hari. Hal itu terus dilakukan sehingga seluruh hidupnya terisi dengan perjuangan dan bukan keluhan.

Maka akhir dari semua itu, Allah menyampaikan wahyu terakhir-Nya dan memberikan apresiasi kepada perjuangan Rasulullah SAW dengan meridhoi agama Islam serta menyempurnakan risalah-Nya menjadi paripurna. Jika kita kaitkan perjuangan Rasulullah SAW dengan perjuangan para pahlawan Indonesia, maka kita akan menemukan sisi kemiripan dalam hal mengisi perjuangan dengan tindakan nyata. Misalkan kita bisa melihat bagaimana Bung Karno ketika diasingkan di Bengkulu pada tahun 1938. Beliau mengisi aktifitasnya dengan tindakan positif yaitu membagikan ilmunya kepada pemuda-pemuda Bengkulu. Inisiatif seorang Haji Samanhudi tahun 1905 untuk membentuk organisasi Sarekat Dagang Islam yang bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan kualitas ekonomi pedagang muslim pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang Cina. Semua aktivitas itu akhirnya menjadi tiang penyangga yang menguatkan visi kemerdekaan dan menjadi jalan pembuka menuju Indonesia merdeka.

Demikian kiranya yang harus kita pahami dalam memaknai sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hanyalah langkah awal dari sebuah perwujudan visi untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing yang tertanam dan diperjuangkan kurang lebih selama 350 tahun. Tugas itu, kini berada di pundak kita untuk terus dilanjutkan hingga terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia yang paripurna. Olehnya itu, kencangkan ikat pinggang, singsingkan baju, teruslah berjuang dan jadilah pahlawan. Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka!

Posting Komentar

0 Komentar