Langit Senja dan Laut Biru

Serial Penjelajah Cerita
M. Sadli Umasangaji


Langit Senja dan Laut Biru







Penjelajahan cerita masih terus berlanjut. Nursi memang menembus ruang-ruang kisah, ruang-ruang cerita, melampaui ruang dan waktu. Di Desa ini semua bermula. Pria kayu itu berkata lirih, “Dunia memang akan selalu berselisih”. Desa ini terbentuk ketika pria kayu itu hendak berbuat baik, dia memiliki niat baik. Membantu orang-orang dalam membangun jembatan antara desa. Mengentaskan beberapa jiwa yang terlantar dengan harta yang kosong. Menumbuhkan jiwa-jiwa yang hampa karena pengalaman-pengalaman hidup mereka yang terlanjur menjadi pencuri, perampok, dan penindas.

Kebaikan-kebaikan pria kayu itu berbuah atas orang-orang yang ia bantu mau menjadi muridnya. Mereka kemudian tumbuh bersama dan membangun sebuah desa. Setelah hidup beberapa tahun. Inilah kisah yang kemudian diceritakan pria kayu pada Penjelajah Cerita, Nursi. Penjelajahan cerita memang akan terus berlangsung.

Setelah kehidupan berjalan beberapa tahun, pria kayu kemudian memiliki keturunan. Dua anak lelaki yang diberi nama, Laut Biru dan Langit Senja. Laut Biru dan Langit Senja bertumbuh bersama. Langit Senja sebagai adik memiliki kekaguman pada Laut Biru sebagai kakaknya. Pada malam hari, Laut Biru selalu melahap buku dengan gembira. Sementara Langit Senja kadang gusar dalam menikmati buku. Langit Senja seperti anak kecil biasanya, lebih suka bermain dengan teman-teman, lebih suka ceria bersama teman-teman, tidak terlalu suka berlatih, tidak terlalu riang dengan belajar. Laut Biru adalah anak kecil yang terlampau dewasa, suka membantu menyelesaikan perkara-perkara orang, membantu orang menyelesaikan masalah, bahkan ia lebih memilih berlatih dan belajar ketimbang bermain. Menyendiri dalam berlatih dan belajar kadang pilihan yang ia pilih. Laut Biru adalah panutan yang diharapkan murid-murid Pria Kayu. “Laut Biru, tumbuh sebagai keturunan Pria Kayu yang kuat dan bertanggung jawab”, kata Murid-Murid Pria Kayu.



“Dia sangat disiplin dan memiliki mental yang kuat untuk membimbing yang lain”, kata salah seorang Murid Pria Kayu tentang Laut Biru.



Bahkan Laut Biru adalah pencipta dasar beberapa pemahaman. Pemahaman-pemahaman ini menjadi pengetahuan awal dan perilaku dalam penyelesaian kehidupan-kehidupan sehari-hari di desa. Laut Biru memang memiliki bakat alami.

Kehidupan terus berlanjut. Langit Senja menyadari dirinya tanpa bakat alami tapi ia tumbuh dengan kesadaran perdamaian dan ketenangan. Ketika berusia dewasa, Laut Biru semakin menunjukkan kemampuannya, baik kecerdasan maupun kekuatan fisik. Tapi satu hal yang terlintas di antara murid-murid Pria Kayu, mereka mulai merasakan sikap Laut Biru yang angkuh. Langit Senja berbeda, kemampuan dan kecerdasannya ditimpa secara perlahan, tapi sikap kesederhanaan dan merangkul semua orang mulai tumbuh secara natural. Di lain sisi kekaguman Langit Senja pada Laut Biru tetap seperti dulu.



“Terkadang aku merasa Laut Biru menatap kita dengan penuh kebencian”, kata Murid-Murid Pria Kayu sembari bekerja dan didengar Langit Senja. “Langit Senja lebih mudah diajak bicara tapi sayang kemampuannya terlalu rendah dari Laut Biru”, kata mereka melanjutkan.



Hingga dewasa, Langit Senja terus mengagumi Laut Biru, kekaguman ini membuat Langit Senja terus menempah dirinya untuk bisa menyamai Laut Biru. Langit Senja memiliki tekad dan cinta sebagai prinsip-prinsip kemajuan. Laut Biru memiliki kekuatan dan kehebatan sebagai penerus kepemimpinan desa. Langit Senja bahkan meyakini bahwa Laut Biru sebagai kakaknya adalah orang yang tepat untuk memimpin desa ini selanjutnya.

Hingga suatu ketika saat Pria Kayu memutuskan untuk siapa yang ditentukannya menjadi pemimpin desa selanjutnya. “Laut Biru atau Langit Senja yang akan dipilih Tuan Pria Kayu?”, kata penduduk-penduduk desa. “Pasti Laut Biru yang akan dipilih, karena dia memiliki kehebatan”, kata salah satu penduduk desa.

Pria Kayu menentukan untuk melihat bagaimana kedua anaknya menyelesaikan beberapa permasalahan di desa lain. “Kalian akan pergi ke dua desa masing-masing dan menyelesaikan permasalahan desa di sana”.

“Setelah itu aku akan melihat hasilnya dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin desa ini”, kata Pria Kayu di hadapan Laut Biru dan Langit Senja.

“Ayah, mengapa hal ini yang Ayah tetapkan? Aku yakin Kakak Laut Biru lebih layak dariku”, Langit Senja mencoba meminta penjelasan pada Pria Kayu.

Langit Senja masih menjelaskan, “Aku tak punya kemampuan sehebat Laut Biru ayah. Aku lebih bersedia untuk membantu Laut Biru sebagai pemimpin desa.”

“Ini sudah menjadi keputusanku. Silahkan kalian berdua lakukan. Dan nanti akan aku tetapkan”, kata Pria Kayu.

Setelah itu, Pria Kayu merenung sendiri, “Ini bukanlah ujian. Laut Biru adalah seseorang yang jenius. Tapi karena kehebatannya dia tidak memiliki keyakinan akan cinta sebagai prinsip perdamaian desa. Sedangkan Langit Senja memang memiliki kemampuan yang terbatas. Tapi ia memiliki sifat kasih sayang dan cinta sebagai prinsip dasar. Desa memerlukan kepastian kehebatan dan cinta. Dalam perjalanan ini, aku ingin keduanya terus bertumbuh melatih kelemahan-kelemahan masing-masing.”



#

Pria Kayu terbayang atas kejadian sebelumnya. Ketika Langit Senja sedang berbaring di rumput di pinggir sungai, ada seorang penduduk desa yang merasa kesulitan, kesulitan dalam menebang pohon untuk membuat jalan menuju kebun. Langit Senja dengan sikap yang selalu riang membantu penduduk desa itu dalam menebang pohon.

Pekerjaan telah selesai dilakukan. “Kakak apa maksudnya ini?”, tanya Langit Senja ketika melihat penduduk desa yang bantu tadi ditangkap dan tangannya diikat oleh Laut Biru dan beberapa Murid Pria Kayu. “Dia telah melakukan menebang pohon yang dianggap miliknya sendiri, padahal itu bukan miliknya. Dia telah berbuat kejahatan”, kata Laut Biru sambil menatap balik kea rah Langit Senja.

“Kau juga bersalah Langit Senja”, kata Laut Biru

“Aku juga bersalah?”, lirih Langit Senja

“Kau mudah ditipu dengan sikap kebaikan naifmu pada orang”

Langit Senja masih terdiam. Dan Laut Biru lanjut berkata, “Kau sudah tertipu oleh orang ini untuk membantunya melakukan penebangan pohon.”

“Penebangan pohon di desa ini adalah perkara terlarang dan mendaku itu milik sendiri padahal semua pohon yang ada adalah milik bersama di desa”, tegas Laut Biru.

“Aku menebang sebagai bahan yang akan dijual untuk dijadikan biaya pengobatan bagi ibuku”, kata penduduk desa ini yang terisak-isak. “Maafkan aku, Langit Senja telah melibatkanmu dalam urusan ini”, penduduk desa ini meminta maaf pada Langit Senja.

“Mengapa kau tak berkata yang sebenarnya? Kalau ibumu sakit aku akan mencari jalan lain untuk membantumu”, kata Langit Senja pada penduduk desa ini.

“Hukuman tetaplah hukuman”, tegas Laut Biru

“Laut Biru tapi bukankah ini sudah keterlaluan?”, kata Langit Senja meminta persetejuan pada Pria Kayu untuk membantunya atas sikap Laut Biru.

“Semua orang pernah melakukan kesalahan. Penilaian terhadap seseorang harus dilakukan dengan pertimbangan secara hati-hati”, Pria Kayu bantu menengahi.

“Aku mengerti ayah. Tapi kejahatan yang telah dilakukan harus dibalas dengan hukuman yang setimpal”, kata Laut Biru. “Hal itu untuk mencegah sikap kejahatan lagi di masa depan”, lanjut Laut Biru. Langit Senja dan ayah mereka, Pria Kayu hanya bisa terdiam. Tak bisa membantah lagi Laut Biru. Laut Biru semakin menimbulkan sikap angguh walaupun kelihatan tegas, ketidakpedulian dasar pada penduduk desa karena kehebatannya.

“Tapi orang ini tidak memiliki niat kejahatan kakak?”, kata Langit Senja lagi.

Laut Biru masih dengan keangguhan, “Hukuman tetaplah hukuman”.

Tapi penduduk desa ini akhirnya berhasil dilepaskan karena keberanian Langit Senja dalam melawan Laut Biru. Hanya saja setelah kejadian-kejadian ini, Laut Biru makin angguh karena kehebatannya.

Di suatu waktu, Pria Kayu bercakap-cakap dengan Langit Senja, “Kau sangat bertolak belakang dengan Laut Biru.”

“Kakak memang hebat. Dia bisa melakukan apa saja sendirian, dia juga memiliki kehebatan dalam banyak hal”, kata Langit Senja yang masih tetap mengagumi Laut Biru.

“Justru itulah masalahnya. Karena kehebatannya, dia jadi buta dengan pandangan-pandangan di sekitarnya”, kata Pria Kayu. Laut Biru dipandang telah menyimpang dari filosofi desa.



#



Dalam perjalanan menuju desa yang dimisikan sang Pria Kayu, Langit Senja sudah membenamkan dalam diri bahwa ia tidak akan balik ke desa dengan begitu sang Kakak Laut Biru akan ditetapkan sang Ayah untuk menjadi pemimpin desa. Langit Senja bertemu dengan teman lama yang ia bantu dulu dalam penebangan pohon. Teman itu akan membantunya dalam perjalanan ke desa itu.

Langit Senja maupun Laut Biru berhasil sampai ke desa masing-masing. Kedua desa memiliki masalah yang sama yakni kekeringan dan terpaksa mengambil air dari aliran air yang beracun. Hal ini menyebabkan orang-orang di dua desa tersebut sebagiannya terkena penyakit. Laut Biru menyelesaikan permasalahan desa dengan kehebatannya. Tanpa kompromi dan tanpa bicara dengan orang-orang desa, dia membangun sumur baru dengan kekuatannya sendiri. Dengan tatapan angkuh Laut Biru, “Kurasa kalian tak akan capai kesepakatan”.

“Biar aku yang menyelesaikan semua urusan sumur sendiri”, lirih Laut Biru. Penduduk desa hanya kagum dengan cara penyelesaiannya tapi di relung hati mereka, perasaan terpaksa dan tertindas mendera mereka atas sikap Laut Biru yang penuh intimidasi.



Langit Senja datang ke desa, mula-mula ia menemui petuah desa. Melihat kondisi sekitar, banyak orang yang menderita kekeringan dan beberapa penyakit menyertai karena aliran air yang beracun. Ia bersama temannya berusaha membantu. Langit Senja membuat berbagai ramuan untuk membantu penduduk desa.

“Aku diminta ayahku untuk membantu perbaiki aliran sungai yang tercemar itu”, kata Langit Senja pada Tetua Desa itu.

“Aliran sungai itu tercemar karena kerusakan alam dari ulah-ulah manusia yang jahat”, kata Tetua Desa. “Sebelum aliran sungai itu ada, kami hidup dengan dilanda gersang dan tandus. Kami dilanda kekeringan yang panjang.”

“Kami terus mencari aliran sungai yang bisa kami jangkau. Kami menemukannya walau ternyata aliran sungai itu tercemar. Aliran air itu membuat beberapa penduduk desa juga sakit”, kata Tetua Desa itu lagi.



Kemudian ia mencoba membuat sumur karena kekuatannya yang tidak terlalu hebat, ia memerlukan waktu lama dan perlu susah payah. Penduduk desa melihat awalnya mereka tak percaya itu bisa. Karena mereka telah berkali-kali mencoba membuat sumur tapi hasilnya sama, air susah ditemukan hanya bebatuan yang mereka temui. “Kita mungkin perlu menggali lebih dalam lagi”, kata Langit Senja pada beberapa penduduk desa. “Sumur akan mengganti aliran air yang beracun itu sebagai sumber air.” Penduduk desa pun akhirnya membantu Langit Senja. Langit Senja berbaur dengan penduduk desa.



Laut Biru telah kembali ke desa. Tapi sang Ayah, Pria Kayu tidak juga mengambil ketetapan. Ia merasa perlu menunggu hingga Langit Senja tiba kembali baru ia menetapkan keputusannya. Ia ingin melihat cara mereka dalam mengambil keputusan. Ia mengenang kedua anaknya, “Kemampuan Laut Biru sangat luar biasa. Tapi ia terlalu cepat dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah. Ia penuh intimidasi dan tergesa-gesa tanpa mendengar pendapat orang lain”.

“Langit Senja sangat baik terhadap orang lain, tapi ia selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Aku harap perjalanan ini akan membantu membuat mereka bertumbuh menjadi lebih dewasa dan saling membantu satu sama lain”, kenang dan harap Pria Kayu lagi.



Laut Biru kembali dan sang Ayah berkata, “Jadi bagaimana hasilnya?”



“Aku sudah menyelesaikan masalah desa sesuai yang ayah perintahkan”, kata Laut Biru



Sang Ayah menatap dan berkata, “Apakah ada masalah?”

“Tak ada, dan desa kembali damai”, kata Laut Biru

“Kalau begitu kita akan tunggu hingga Langit Senja kembali. Dan aku akan menetapkan pilihan”, tutup Pria Kayu.



Waktu terus perjalanan. Musim berganti musim. Langit Senja tak kunjung tiba.



Hingga suatu waktu, terlihat jauh disana ada beberapa orang menuju desa ini. “Langit Senja datang. Ia datang dengan beberapa orang”, kata salah seorang penduduk desa.



“Apakah ayah belum tetapkan Kakak Laut Biru sebagai pimpinan desa?”, tanya Langit Senja dengan wajah kaget kepada beberapa penduduk desa.



Kemudian ternyata Pria Kayu mengumpulkan mereka berdua dan beberapa penduduk desa. Semua dengan raut muka serius. Menanti keputusan dari Pria Kayu. “Sekarang telah aku putuskan yang akan menjadi pemimpin desa”, Pria Kayu berhenti sejenak dan menatap mereka berdua. “Langit Senja. Kau yang akan menjadi pemimpin desa”, tegas Pria Kayu. Langit Senja dan Laut Biru dengan tatapan kaget. Begitu juga penduduk desa.

“Kenapa ayah? Aku tak memiliki kehebatan yang kuat ayah dibandingkan kakak”, kata Langit Senja menggugat keputusan Pria Kayu.

“Tolong berikan alasannya ayah. Aku tak puas dengan keputusanmu”, kata Langit Senja kembali

“Keputusanku sudah bulat. Berdasarkan informan yang ku kirim ke masing-masing desa. Desa yang ditangani Laut Biru sekarang diambang kehancuran. Setelah Laut Biru pergi para penduduk desa saling memperebutkan hak atas sumur yang dibangun itu. Akhirnya menghancurkan mereka sendiri”, Pria Kayu memberi penjelasan.

Pria Kayu masih terus berbicara, “Kebahagiaan yang didapat dengan cara intimidasi sendiri akan mudah rapuh”. Pria Kayu kemudian menatap Laut Biru, “Berbeda dengan cara Langit Senja dia bekerja sama dengan penduduk desa dan bersama-sama menghadirkan jalan kebahagiaan bersama. Kebahagiaan yang dibangun bersama akan tumbuh saling menguatkan.”



Laut Biru marah tak bisa menerima segala keputusan. Dia lari meninggal semuanya. Tinggalkan desa.



Nursi yang mendengar kisah Pria Kayu pun termenung, laut yang biru kadang indah dan mengagumkan tapi amarahnya atas keindahannya menghasilkan amukan yang hampa. Lambat-lambat langit senja yang berwarna jingga itu terlihat sangat mempesona.



#



Khas, rupa dan keadaan akan terus hadir. Orang-orang akan disebut sebagai orang-orang Langit Senja dan Orang-orang Laut Biru. Nursi telah kembali di tengah-tengah Kerajaan, Penjelajahan Cerita berlanjut disini. Disini, Nursi kembali melihat Orang-orang Langit Senja dan Orang-Orang Laut Biru di masa kini bisa saling berdebat.

Orang-orang Laut Biru seperti pria muda yang pernah memimpin partai ketika usianya masih 30-an tahun. Ia memimpin partai berhaluan kiri di kerajaan. Ia bahkan hanya memerlukan waktu setahun untuk melambungkan partai berhaluan kiri ini. Partainya menjadi sejajar dengan partai-partai haluan kiri dari Tabir Bambu ataupun Negeri Bendera Merah Polos.

Orang-orang Langit Senja seperti pria tua yang jenius dan ramah. Dia kadang disebut puritan. Tapi kadang orang-orang yang disebut lurus bukan berarti tak miliki pesona. Ia memiliki keteladanan yang sanggup menyatukan kata-kata dan perbuatan. Ia adalah petinggi ‘kerajaan’ di masa-masa itu. Tapi pernah ia hanya memakai kemeja bertambalan. Ia bersih, tajam, dan konsisten dengan sikap yang diambil. Ia memilih bersahaja.

Masa-masa itu orang-orang Langit Senja dan orang-orang Laut Biru bisa berdebat panjang soal urusan-urusan awal dari kemajuan kerajaan. Mereka bahkan seakan-akan bisa hampir berkelahi. Tapi ketika selesai urusan-urusan perdebatan itu, mereka bisa saling membawa secangkir kopi untuk berbincang lepas tanpa ada rasa benci yang menyertai. Bahkan sekali waktu ketika orang-orang Langit Senja itu hendak pulang menunggu kendaraan becak datang, orang-orang Laut Biru lewat menggunakan sepedanya dan berkata, “Bung Langit Senja, sini saya bonceng pulang.”







Posting Komentar

0 Komentar