Serpihan Musyawarah
Serial Novel Serpihan Identitas
Serpihan Musyawarah
14
Pikiran Usamah terbawa jauh dalam
sejarah tentang musyawarah. “Tangan Allah adalah bersama jamaah (suara yang
terbanyak)”, pikiran Usamah masih melayang-layang pada masa lampau.
Musyawarah
bersama-sama, bagaimana yang akan baik. Terkenanglah Usamah, “Jika muncul suatu
persoalan, mereka lihat dahulu bagaimana cara Nabi memutuskan. Jika tidak
diperoleh, lalu dimusyawarahkan”.
Bermusyawarah, bermufakat, dan
berbincang bersama-sama memilih mana yang bermanfaat dan meninggalkan yang
mudharat, itulah naluri asas kita. Bukankah kamu lebih mengetahui tentang
urusan-urusan duniamu (antum a’lamu bi
umuri dunyakum).
Pikirannya
masih terbawa pada sejarah. Ketika wafatnya Nabi. Ada beberapa pandangan
terhadap kepemimpinan (khalifah) paska Nabi. Ada yang mengatakan bahwa kalau
Nabi SAW wafat yang berhak menjadi pengganti untuk mengepalai urusan kaum
Muslimin ialah kaum kerabatnya yang terdekat, yaitu keturunan Bani Hasyim atau
Bani Abdul Muthalib. Setelah agama Islam tersebar jauh, bangsa Persia lebih
suka menganut paham ini, sebab pengaruh dari susunan kerajaan Timur yang
berdasarkan monarki. Ada yang berpendapat bahwa Nabi orang Muhajirin, keturunan
Quraisy dan dari darah Adna, hendaklah khalifahnya dari orang Ansar Madinah,
sebab dia penduduk asli di sana dan supaya terbagilah berganti-ganti kekuasaan
dari keturunan Adnan kepada keturunan Qahtan. Ada pula yang berpendapat bahwa
yang berhak memegang kekuasaan ialah yang kuat ashabiyah-nya, dasar teguh
kebangsaaannya, yang disegani oleh seluruh bangsa Arab menurut tradisi yang
telah beratus tahun, yaitu kaum Quraisy. Abu Bakar dan Umar bin Khatab
mempunyai paham begini.
Itulah
yang dimusyawarahkan, diperdebatkan, sampai dua hari. Sehingga terkendala
urusan pemakaman Rasulullah lantaran mencari keputusan. Syukurlah segala
perbedaan pandangan, mengakui bahwa Abu Bakar adalah orang satu-satunya yang
dapat diketengahkan, yang capable,
untuk dijadikan pengganti Rasulullah mengurus urusan kaum Muslimin sehingga
pertikaian pandangan dapat dipendam ke dalam dasar jiwa untuk beberapa tahun
lamanya.
Tiba-tiba
suara, “Pilih dan contohlah mana yang baik untuk zaman dan tempat kita. Namun,
prinsip tidak kita lepaskan; syura. Karena kita semua adalah khalifatullah di
bumi-Nya”. Ternyata pernyataan Said diatas podium sebagai dewan penasehat.
Pikiran
Usamah juga terbawa ketika pemilihan musyawarah dulu untuk organisasi
Kepemudaan Muslim ini tingkat Daerah di Ternate. Ketika Said terpilih sebagai
ketua menggantikan Imran. Secara sadar ada gerbong dalam gerakan yang
diam-diam. Sebelum itu Usamah, Dawan dan Said juga ikut dalam Muktamar
Organisasi Kepemudaan Muslim ini. Saat itu ada tiga kandidat terkuat yang
terasa, ada Rabiul, Ilham, dan Rezlan. Rezlan dipandang sebagai yang dekat dengan
orang-orang Sang Deklarator. Rezlan mengklarifikasi ketika bertemu dengan kami
beberapa pihak yang menyatukan pandangan, “Saya memang dekat dengan beberapa
senior dari orang-orang Sang Deklarator. Karena sebagian sama-sama sebagai
berasal dari satu daerah”.
“Saya
tidak sedikitpun meminta bantuan pada mereka”, kata Rezlan dengan perasaan
serius. Bahkan saking ibanya atas persepsi teman-teman lain, ia menjelaskan
dengan air mata yang bercucuran. “Meski demikian bagi saya, saya tetap fair dan fight dalam pertarungan di Muktamar ini”.
Sedangkan
Ilham menjelaskan visinya ketika bertemu kami. Ia menguraikan bahwa yang
terpenting adalah kesadaran moral seorang kader. Bahwa ia boleh berpendidikan
tinggi tapi kesadaran akan kesalehan seorang kader harus tetap terjaga. Ilham
dipandang sebagai pilihan kumpulan (jamaah).
Sangat
terasa bahwa ada pertentangan antara Sang Deklarator dan kumpulan dalam
organisasi kepemudaan Muslim ini. Walaupun semua berjalan dengan diam-diam
tanpa ada tindakan-tindakan anarkis. Adab-adab memang harus dijaga. Rezlan yang
mengusung Gerekan Kreatif, Ilham dengan Gagasan Moral Kader, dan Rabiul dengan
Gerakan Potensi.
Pada
akhirnya bahwa Ilham terpilih. “Pertanyaannya menjadi mewakili suara kumpulan
atau disebabkan arahan kumpulan?”. Semuanya pada akhirnya adalah pilihan
masing-masing dan itu ideal dalam pandangan masing-masing. Bisa jadi ada yang
kepentingan, ada yang sekedar kekaguman, atau ada yang memang mengikuti
ketaatan bersama.
Selain
itu selama pandangan umum yang disampaikan PD dan PW dari organisasi kepemudaan
Muslim ini, Dawam turut member kritikan, “Bila kita lihat kembali beberapa
waktu yang lalu semisal beberapa PK yang dikritik oleh ‘oknum’ Ormas tertentu
terkait posting-an atas beberapa
tokoh ‘Islam’ bangsa ini. Titik sederhananya mungkin dalam momentum besar ini,
mari kita narasikan kembali Ke-Indonesia-an Organisasi Kepemudaan Muslim ini
dari warna yang cenderung ‘Timur Tengah’ atau Ikhwan-Centris”.
“Yang patut kita pikirkan kembali
adalah bagaimana gerakan kreatif berbalut dalam ideologisasi gerakan
kepemudaan. Kemudian memunculkan dalam wajah ke-Indonesia-an. Mungkin kita
harus jujur bahwa sebagian kader lebih lantang membicarakan Sayyid Qutbh, Hasan
al-Banna, ketimbang melirik karya Buya Hamka, Muhammad Natsir, Agus Salim dan
lainnya”.
“Bila gerakan kreatif kita gaungkan
sebagai gerakan perlawanan, mungkinkah kita sebagai kader, mau menikmati karya
sastra semisal Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, atau kegirangan membaca
karya Seno Gumira. Atau yang lebih masuk akal membaca karya sastra Kuntowijoyo.
Atau mungkin sekedar memutar lagu genjer-genjer sebagai lagu perlawanan rakyat
kepada penjajahan Jepang waktu itu. Bukan gagap karena takut dituduh
‘Komunis’.”
“Dengan adanya gagasan bahwa gerakan
kreatif sebagai gerakan perlawanan. Atau sebaliknya Ledakan Potensi harusnya
dalam momentum besar ini kita pikirkan kembali gagasan para tokoh bangsa, murni
masuk dalam pikiran gerakan ini. Agar isu kegagapan yang dipandang tidak
menyentuh ide dari tokoh ormas tertentu atau sekedar mengambil pangsa pasar
kader tertentu, harus diantisipasi dengan murni menikmati gagasan tokoh-tokoh
bangsa”, Dawam menutup kritikan dalam menyampaikan pandangan umum.
Perbedaan pandangan dalam ide-ide
gerbong juga terjadi dalam musyawarah daerah. Masing-masing gerbong menentukan
pilihannya. Tak disangka Mirgah yang kadang berpandangan mandiri. Terkesan
menjadi pemihakan pada orang-orang yang secara ide setuju dengan Sang
Deklarator. Said menjadi kesapakatan bersama dalam kumpulan untuk ketua
berikutnya. Dalam musyawarah daerah itu tidak terlalu meriah. Digelar dengan
sederhana. Tidak banyak perdebatan. Tapi sadar atau tidak banyak ada
arahan-arahan diam dari masing-masing pihak.
Usamah tekenang pada puisinya
paska-paska itu,
“Benih yang tumbuh
Kau
rebutkan.. Aku adalah yang benar
Tak
kau biarkan ia bebas
Masih
saja ada rumput liar menganggu
Benih
yang harusnya ditunggu ranum
Kau
buat ia seperti rumput liar
Dengan
seribu dalih dijadikan pupuk
Yang
dinanti tunas...
Disambar
arak-arak politik gerbong
Janganlah
kau menebar racun pikiran baru
Jangan
kau rusaki benih baru itu”
Said
telah kembali ditempat duduknya, maka Usamah berbisik masih ingatkah antum
dengan kejadian Musyawarah dulu?
Said
tersenyum lebar pada Usamah. Dawam yang mendengar pun ikut tertawa sambil
berkata, “Biarlah yang ada sekarang berjalan sesuai dengan pilihan-pilihannya
sendiri. Saya percaya setiap kader akan menentukkan pilihan-pilihan terbaiknya
sendiri. Dan setiap kepengurusan akan selalu punya pandangannya sendiri.
Disitulah titik kedewasaan pengkaderan”.
“Titik
akumlasi gerakan akan berada pada masing-masing kepengurusan dalam menentukkan
sikapnya sendiri”, Dawam yang tetap seperti dulu.
Semua
hanya tersenyum, dan Usamah tekenang pada puisinya sendiri.
“Biarlah benih ini disemai
Dengan
naluri yang lurus
Berilah
ia pupuk kebebasan
Limpahkan
air kesucian
Berikanlah
ia tumbuh
Pada
jalannya sendiri
Bukankah
teringat kita pada Firman Allah
"Sungguh
yang paling mulia
diantara
kamu di sisi Allah
ialah
orang yang paling bertakwa (Q.S. Al-Hujurat: 13)"
Beberapa
tahun telah berlalu. Waktu memang pedang yang paling tajam memotong kehidupan. Pada
musyawarah yang mereka hadiri waktu itu masih adakah gerbong-gerbong dalam
kumpulan lagi? Rusdi terpilih atas pilihan rasional dari kader entah karena
arahan suatu gerbong atau tidak. Semua adalah pilihan. Dan perkataan Rusdi
seperti perkataan Said dulu, sebagaimana mereka selalu meniru perkataan Abu
Bakar dan Umar, Khalifah pertama dan kedua. “Saudara-saudara sekalian, Aku
hanyalah seorang biasa seperti saudara-saudara juga. Kalau bukan karena
musyawarah, tentu aku tidak akan bersedia memimpin saudara-saudara”.
Kemudian
sebagaimana Abu Bakar, setelah Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, ia
berkhutbah di hadapan semua orang, seraya berkata, “Aku telah diserahkan untuk
menangani urusan kalian, tetapi aku bukan orang yang terbaik diantara kalian. Jika
aku berbuat baik maka bantulah aku. Namun, jika aku berbuat salah maka
luruskanlah aku. Kebenaran adalah amanah dan dusta adalah pengkhianatan”.
Begitulah adanya kepemimpinan dalam Organisasi Kepemudaan Muslim.
Posting Komentar
0 Komentar